Sabtu, 07 November 2009

Bagian Kelima : Apa Peran Yang Bisa Kita Lakukan ?

Kembali Kepada Islam yang Benar

Seluruh dunia kini menyaksikan episode perang salib modern yang menyatuan kekuatan seluruh bangsa-bangsa kafir (Nasrani, Yahudi, paganis dan komunis dan murtad internasional). Seluruh kekuatan kafir, murtad dan zalim telah bersatu padu, membidik Islam dan kaum muslimin dari satu busur panah.

عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ, قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ((يُوشِكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمُ الْأُمَمُ مِنْ كُلِّ أُفُقٍ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ عَلَى قَصْعَتِهَا)) قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمِنْ قِلَّةٍ بِنَا يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ ((أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنْ تَكُونُونَ غُثَاءً كَغُثَاءِ السَّيْلِ. يَنْتَزِعُ الْمَهَابَةَ مِنْ قُلُوبِ عَدُوِّكُمْ وَيَجْعَلُ فِي قُلُوبِكُمُ الْوَهْنَ)) قَالَ قُلْنَا وَمَا الْوَهْنُ ؟ قَالَ ((حُبُّ الْحَيَاةِ وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ))
Tsauban Maula Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,“ Hampir-hampir bangsa-bangsa dari segala arah akan memperebutkan kalian sebagaimana orang-orang makan memperebutkan makanan di atas piring.”
Kami bertanya,” Wahai Rasulullah, apakah itu disebabkan karena jumlah kami saat itu sedikit ?” Beliau menjawab,” Tidak. Justru jumlah kalian saat itu banyak, hanya saja kalian saat itu adalah buih seperti buih banjir. Allah mencabut rasa takut kepada kalian dari hati musuh-musuh kalian, dan Allah Ta’ala campakkan penyakit wahn (lemah) dalam hati kalian."
Kami bertanya, " Apa penyakit wahn itu ?" Beliau menjawab," Cinta dunia dan takut mati.”
Tiada pilihan lagi bagi umat Islam, selain menghadapi kekuatan kafir internasional ini dengan kekuatan dan jihad. Kekuatan hanya bisa dilawan dengan kekuatan. Diplomasi dan perdamaian, telah terbukti gagal membela dan mengembalikan hak-hak kaum muslimin.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ((إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ))
Ibnu Umar radiyallahu 'anhuma berkata, saya telah mendnegar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:" Jika kalian telah berjual beli dengan ‘ienah (salah satu jual beli terlarang, simbol riba), mengekor kepada sapi, puas dengan pertanian dan meninggalkan jihad, Allah Ta’ala akan menguasakan kehinaan kepada kalian. Kehinaan itu tidak akan dicabut dari kalian, sampai kalian kembali kepada dien kalian."
Ya, koalisi kekuatan salibis-zionis-paganis-komunis-murtadin internasional ini hanya bisa ditahan dan dihadang oleh kaum muslimin yang telah kembali kepada agama Islam yang benar. Agama Islam yang tegak diatas pelaksanaan tauhid dan memerangi kesyirikan, memberikan wala' (loyalitas) kepada kaum beriman dan bara' (anti loyalitas) kepada kaum kafir, murtad, munafik dan zalim.
Sebagaimana dikatakan oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah (1206 H) dalam Al-Durar Al-Sanniyah fil Ajwibah Al-Najdiyah 8/113 :

إِنَ ْالإِنْسَانَ لاَ يَسْتَقِيْمُ لَهُ دِيْنٌ وَلاَ إِسْلاَمٌ ، وَلَوْ وَحَّدَ اللهَ وَتَرَكَ الشِّرْكَ ، إِلاَّ بِعَدَاوَةِ اْلمُشْرِكِيْنَ ، وَالتَّصْرِيْحِ لَهُمْ بِاْلعَدَاوَةِ وَالْبَغْضَاءِ ، كَمَا قَالَ تَعَالَى )لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ …الآية) (المجادلة: من الآية22).
Agama dan keislaman seorang hamba tidak akan benar dan lurus, meskipun ia telah mentauhidkan Allah dan meninggalkan kesyirikan, kecuali dengan memusuhi kaum musyrik. Allah berfirman ((Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya = QS. Al-Mujadilah :22)).


Melawan Pasukan Salib Internasional : Ibadah Paling Mulia, Inti Keimanan dan Tauhid

Iman, Islam dan tauhid menuntut kaum muslimin untuk membenci, memusuhi dan memerangi kaum kafir ---apabila di saat mempunyai kemampuan---, terlebih bila kaum kafir memulai peperangan terhadap kaum muslimin.
Inilah amalan taqarub yang paling mulia dan utama di alam kondisi berkecamuknya perang salib modern ini.
Inilah tauhid yang sesungguhnya.
Inilah kembali kepada Islam yang benar.
Iman, Islam, tauhid, dan pembinaan akidah…tidak akan tercapai dengan sekedar mempelajari teori-teori akidah dan tauhid yang dimuat dalam buku-buku aqidah dan tauhid.
Ia membutuhkan amal nyata yang menterjemahkan teori-teori tersebut ke dalam sebuah tindakan yang mencerminkan Islam, iman, tauhid dan akidah yang sesungguhnya.

Kepada umat Islam yang membulatkan tekadnya untuk kembali kepada iman, tauhid dan Islam yang sesungguhnya.
Kepada umat Islam yang senantiasa bersemangat mengejar amalan yang paling utama, prioritas dan sesuai dengan tuntutan kondisi.
Inilah agama, kiblat, tanah air dan saudara-saudara anda dijadikan bulan-bulanan oleh koalisi salibis-zionis-paganis-komunis dan murtadin internasional.
Persiapkan niat dan mental anda…Singsingkan lengan baju anda…curahkan tenaga, waktu, ilmu, harta dan nyawa anda….demi tegaknya Islam dan tauhid, membela kehormatan agama, tanah air dan saudara-saudara seakidah.
Allah berfirman :

(وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ)
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertaqwalah kepada-Ku. (QS. Al-Mukminun :52)

)إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ )
" Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara." (QS. Al-Hujurat :10).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda :

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى *

Nu'man bin Basyir radiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Perumpamaan kaum muslimin dalam sikap saling mencintai, menyayangi dan membantu yang lemah bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit, seluruh anggota tubuh lainnya ikut merasakan sulit tidur dan demam."

عَنِ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّه عَنْهمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Seorang muslim adalah saudara bagi seorang muslim lainnya. Ia tidak akan menzaliminya atau menyerahkannya kepada musuh. Barangsiapa mengurus keperluan saudaranya, Allah akan mengurus keperluannya. Barang siapa menghilangkan kesulitan seorang muslim, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Dan siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di hari kiamat."

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Janganlah kalian saling iri ! Janganlah kalian saling jual beli menipu ! Janganlah kalian saling membenci ! Janganlah kalian saling membelakangi ! Janganlah kalian menawar barang yang sedang ditawar orang lain ! Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara ! Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Ia tidak akan menzaliminya, mentelantarkannya ataupun merendahkannya."
Imam An Nawawi berkata :

" وَأَمَّا لاَ يَخْذُلُهُ : فَقَالَ اْلعُلَمَاءُ : اَلْخَذْلُ تَرْكُ اْلإِعَانَةِ وَالنَّصْرِ ، وَمَعْنَاهُ : إِذَا اسْتَعَانَ بِهِ فِي دَفْعِ السُّوءِ وَنَحْوِهِ لَزِمَهُ إِعَانَتُهُ إِذَا أَمْكَنَهُ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ عُذْرٌ شَرْعِيٌّ"
" Laa yakhdzuluhu" para ulama berkata, al-khadzlu adalah tidak membantu dan tidak menolong, Maknanya, jika seorang muslim meminta bantuannya untuk menolak keburukan dan hal yang serupa dengannya, ia wajib memberi bantuan selama memungkinkan dan tidak mempunyai udzur syar'i."

Syaikh Abdu-Lathif bin Abdurahman bin Hasan Ali Syaikh (1293 H) dalam Al-Durar Al-Sanniyah 9/24 menulis :

وَأَفْضَلُ اْلقُرَبِ إِلَى اللهِ : مَقْتُ أَعْدَائِهِ اْلمُشْرِكِيْنَ ، وَبُغْضُهُمْ وَعَدَاوَتُهُمْ وَجِهَادُهُمْ ، وَبِهَذَا يَنْجُو اْلعَبْدُ مِنْ تَوَلِّيهِمْ مِنْ دُوْنِ اْلمُؤْمِنِيْنَ ، وَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَهُ مِنْ وِلاَيَتِهِمْ بِحَسْبِ مَا أَخَلَّ بِهِ وَتَرَكَهُ مِنْ ذَلِكَ . فَالْحَذَرَ اْلحَذَرَ مِمَّا يَهْدِمُ اْلإِسْلاَمَ وَيَقْلَعُ أَسَاسَهُ ، قَالَ تَعَالَى )يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُواً وَلَعِباً مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ) (المائدة:57) وَاْنتِفَاءُ الشَّرْطِ يَدُلُّ عَلَى انْتِفَاءِ ْالإِيْمَانِ بِحُصُولِ ْالمُوَالاَةِ ، وَنَظَائِرُ هَذَا فِي ْالقُرْآنِ كَثِيْرٌ.
" Bentuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah yang paling utama adalah membenci, memusuhi dan berjihad melawan kaum musyrik. Dengan amalan inilah, seorang hamba akan selamat dari sikap berwala' kepada kaum musyrikain dan mengesampingkan kaum mukminin. Jika ia tidak melakukan amalan ini, ia telah memberikan wala' kepada kaum musyrikin sebatas amalan yang ia tinggalkan ini. Maka waspadalah ! Waspadalah ! Jauhilah tindakan yang menghancurkan bangunan Islam dan meruntuhkan pondasinya!
Allah berfirman ((Hai orang-orang yang beriman, janganlah kemu mengambil menjadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu menjadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertawakkallah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman. (QS. 5:57))).
Tiadanya persyaratan (jika kamu betul-betul orang yang beriman, pent) menunjukkan tiadanya iman, dengan adanya sikap muwalah (kepada kaum kafir). Ayat-ayat yang serupa dengan ayat ini banyak sekali dalam Al-Qur'an."
Dalam Al-Durar Al-Sanniyah 8/396, beliau menulis :

وَاْلمَرْءُ قَدْ يَكْرَهُ الشِّرْكَ ، وَيُحِبُّ التَّوْحِيْدَ ، لَكِنْ يَأْتِيهِ اْلخَلَلُ مِنْ جِهَةِ عَدَمِ اْلبَرَاءَةِ مِنْ أَهْلِ الشِّرْكِ ، وَتَرْكِ مُوَالاَةِ أَهْلِ التَّوْحِيْدِ وَنُصْرَتِهِمْ ، فَيَكُوْنُ مُتَّبِعاً لِهَوَاهُ ، دَاخِلاً مِنَ الشِّرْكِ فِي شُعَبٍ تَهْدِمُ دِيْنَهُ وَمَا بَنَاهُ ، تَارِكاً مِنَ التَّوْحِيْدِ أُصُوْلاً وَشُعَباً ، لاَ يَسْتَقِيْمُ مَعَهَا إِيْمَانُهُ الَّذِي ارْتَضَاهُ ، فَلاَ يُحِبُّ وَيُبْغِضُ ِللهِ ، وَلاَ يُعَادِي وَلاَ يُوَالِي لِجَلاَلِ مَنْ أَنْشَأَهُ وَسَوَّاهُ ، وَكُلُّ هَذَا يُؤْخَذُ مِنْ شَهَادَةِ : أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ.
" Terkadang seorang hamba membenci kesyirikan dan mencintai tauhid, namun (keimanan dan tauhidnya) terkena celah kerusakan karena tidak berlepas diri dari kaum musyrik, dan tidak memberikan wala' serta pertoongan kepada pengikut tauhid.
Dengan sikap ini, ia telah mengikuti hawa nafsu, masuk dalam cabang-cabang kesyirikan yang menghancurkan agama dan (keimanan) yang telah ia bangun, serta meninggalkan pokok-pokok dan cabang tauhid yang menyebabkan iman yang ia ridhai tersebut tidak lagi lurus.
Akibatnya, ia mencintai dan membenci tidak karena Allah lagi. Ia tidak memberikan wala' (loyalitas) dan permusuhan karena keagungan Allah yang telah menciptakan dan menyempurnakan penciptaannya.
Semua ini disimpulkan dari syahadat Laa Ilaaha Illa- Allahu."


Perang Ahzab dan Suri Tauladan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam, adalah manusia dan nabi yang paling mulia di hadapan Allah Ta'ala. Seluruh peri kehidupan beliau adalah cerminan dari wahyu. Akhlak beliau, kata ummul mukminin 'Aisyah radiyallahu 'anha, adalah Al-Qur'an. Allah Ta'ala mengutus beliau sebagai rahmat bagi semesta alam. Karenanya, Allah Ta'ala berfirman ;

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33, Al-Ahzab:21).
Beliau mendapat gelar "uswah hasanah", suri tauladan yang baik, bukan di saat tengah berada di tengah istri-istri beliau, membantu dan mengurusi urusan keluarga. Pun, bukan di saat beliau berada di atas mimbar dakwah, memberi ceramah dan membina umat. Beliau mendapat gelar ini di tengah berkecamuknya perang Ahzab, perang yang menyatukan koalisi kaum kafir bangsa Arab untuk menghabisi Islam dan kaum muslimin di sarangnya. Perang yang diabadikan kisahnya dalam Al-Qur'an (QS. Al-Ahzab :9-27).
Perang yang begitu mencekam dan tidak seimbang, membuat kaum muslimin sulit bergerak walau sekedar menghela nafas :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَآءَتْكُمْ جُنُودُُ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَّمْ تَرَوْهَا وَكَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا {9} إِذْ جَآءُوكُم مِّن فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ اْلأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللهِ الظُّنُونَا {10} هُنَالِكَ ابْتُلِىَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالاً شَدِيدًا
Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya.Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. (QS. 33:9)
(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ketenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. (QS. 33,:10)
Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. (QS. 33:11)

Perang dahsyat ---meski tak terjadi adu senjata massal--- yang membuat para sahabat enggan melaksanakan perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa salam untuk memata-matai perkemahan pasukan Ahzab, sehingga terpaksa beliau menunjuk Hudzaifah Ibnul Yaman. Perang yang memaksa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam sempat berfikiran akan menawarkan 1/3 hasil pertanian Madinah kepada kaum Ghathafan dengan syarat mereka keluar dari koalisi Ahzab, meski akhirnya ditentang oleh pimpinan kaum Anshar, Sa'ad bin Muadz dan Sa'ad bin Ubadah.
Perang yang menyingkap tabir kaum munafikin ; kaum yang meragukan janji Allah Ta'ala untuk memenangkan Islam, memilih mundur dari menghadapi musuh, menjadi penonton (atau manager ?) dan melayangkan sejumlah kritikan keras atas "ketidak becusan" para pemain di lapangan :

وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ مَّاوَعَدَنَا اللهُ وَرَسُولُهُ إِلاَّغُرُورًا {12} وَإِذْ قَالَت طَّآئِفَةٌ مِّنْهُمْ يَآأَهْلَ يَثْرِبَ لاَمُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوا وَيَسْتَئْذِنُ فَرِيقٌ مِّنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَاهِيَ بِعَوْرَةٍ إِن يُرِيدُونَ إِلاَّ فِرَارًا {13} وَلَوْ دُخِلَتْ عَلَيْهِم مِّنْ أَقْطَارِهَا ثُمَّ سُئِلُوا الْفِتْنَةَ لأَتَوْهَا وَمَاتَلَبَّثُوا بِهَآ إِلاَّ يَسِيرًا {14} وَلَقَدْ كَانُوا عَاهَدُوا اللهَ مِن قَبْلُ لاَيُوَلُّونَ اْلأَدْبَارَ وَكَانَ عَهْدُ اللهِ مَسْئُولاً {15} قُل لَّن يَنفَعَكُمُ الْفِرَارُ إِن فَرَرْتُم مِّنَ الْمَوْتِ أَوِ الْقَتْلِ وَإِذًا لاَّتُمَتَّعُونَ إِلاَّ قَلِيلاً {16} قُلْ مَن ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُم مِّنَ اللهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً وَلاَيَجِدُونَ لَهُم مِّن دُونِ اللهِ وَلِيًّا وَلاَنَصِيرًا {17}* قَدْ يَعْلَمُ اللهُ الْمُعَوِّقِينَ مِنكُمْ وَالْقَآئِلِينَ لإِخْوَانِهِمْ هَلُمَّ إِلَيْنَا وَلاَيَأْتُونَ الْبَأْسَ إِلاَّ قَلِيلاً {18} أَشِحَّةً عَلَيْكُمْ فَإِذَا جَآءَ الْخَوْفُ رَأَيْتَهُمْ يَنظُرُونَ إِلَيْكَ تَدُورُ أَعْيُنُهُمْ كَالَّذِي يُغْشَى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِ فَإِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوكُم بِأَلْسِنَةٍ حِدَادٍ أَشِحَّةً عَلَى الْخَيْرِ أُوْلَئِكَ لَمْ يُؤْمِنُوا فَأَحْبَطَ اللهُ أَعْمَالَهُمْ وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرًا {19} يَحْسَبُونَ اْلأَحْزَابَ لَمْ يَذْهَبُوا وَإِن يَأْتِ اْلأَحْزَابُ يَوَدُّوا لَوْ أَنَّهُم بَادُونَ فِي اْلأَعْرَابِ يَسْئَلُونَ عَنْ أَنبَآئِكُمْ وَلَوْ كَانُوا فِيكُم مَّا قَاتَلُوا إِلاَّ قَلِيلاً {20}
Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata:"Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya".
Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata:"Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu".Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata:"Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)".Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari.
Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada akan menunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat.
Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah:"Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)".Dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya.
Katakanlah:"Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja".
Katakanlah:"Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya:"Marilah kepada kami".Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar.
Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan.Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya.Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi; dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badwi, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu.dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang, melainkan sebentar saja. (QS. Al-Ahzab :12-20)

Setelah menyingkap tabir kaum munafik dalam sembilan ayat berturut-turut (12-20), Allah Ta'ala meneguhkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam sebagai "Uswah Hasanah" bagi orang-orang yang benar-benar hanya berjuang demi mengharapkan ridha Allah, kebahagiaan di akhirat dan banyak berdzikir dalam perjuangan.

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33, Al-Ahzab :21).
Ya, dalam diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam ada uswah hasanah dalam kesabaran, keyakinan dan keteguhan berperang melawan koalisi pasukan kafir bangsa Arab.
Imam Jalaludin Al-Mahaly dalam tafsir "Al-Jalalain" menulis," ((Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu)) Maksudnya, ada contoh (yang baik) dalam peperangan dan keteguhan di medan-medan peperangan."
Imam Al-Baghawi dalam tafsir "Ma'alimu Tanzil" menulis," ((Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu)) Maksudnya, ada contoh yang baik jika kalian menolong agama Allah, membela (mendukung) Rasul Shallallahu 'alaihi wa salam, tidak ketinggalan dari (jihad) beliau, dan bersabar atas musibah yang menimpa kalian, sebagaimana beliau telah melakukan hal itu.
Gigi seri beliau patah, wajah beliau terluka, paman beliau terbunuh dan beliau mengalami berbagai macam gangguan. Meski demikian, beliau tetap menyantuni (menghibur) kalian dengan jiwa beliau langsung. Maka lakukanlah hal yang sama dengan apa yang beliau lakukan, dan ikutilah jejak sunah beliau ((..banyak menyebut nama Allah)) dalam seluruh medan pertempuran, baik senang maupun susah."
Imam Al-Syaukani dalam tafsir "Fathul Qadir" menulis," ((Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu)) Ayat ini merupakan celaan bagi orang-orang yang tidak turut berperang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Maksudnya, sungguh telah ada bagi kalian teladan pada diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam, di mana beliau mencurahkan jiwa untuk berperang dan keluar menuju Khandaq demi membela agama Allah."
Imam Al-Baidhawi dalam tafsirnya menulis," ((Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu)) Maksudnya, ada sebuah sifat yang baik untuk diteladani, seperti keteguhan dalam peperangan dan menghadapi ujian-ujian keras. Atau maknanya, diri beliau sendiri memang sebuah tauladan yang baik untuk dicontoh."
Imam Al-Qurthubi dalam "Al-Jami' Fi Ahkamil Qur'an" menulis,"Dalam ayat ini ada dua permasalahan.
1- Ayat ini merupakan celaan keras bagi orang-orang yang tidak tutut berperang. Maknanya, kalian mempunyai suri tauldan yang baik dalam diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam, dimana beliau mencurahkan jiwa demi membela agama Allah, dengan keluar berperang menuju Khandaq.
2- Uswah adalah qudwah (contoh teladan). Uswah adalah apa yang ditiru dan diikuti. Maksudnya, beliau diikuti dan ditiru dalam seluruh perbuatan dan kondisi beliau. Muka beliau telah terluka, gigi seri beliau telah patah, pamannya yang bernama Hamzah telah terbunuh, dan perut beliau telah lapar. Meski demikian, beliau tetap bersabar, mengharapkan pahala, bersyukur dan ridha."
Imam Ibnu Katsir dalam "tafsir Al-Qur'an Al-'Adzim" menulis," Ayat yang mulia ini merupakan dasar yang agung dalam mengambil contoh yang baik dari Rasulullah, baik dalam perkataan, perbuatan maupun kondisi beliau. Oleh karenanya, Allah ta'ala memerintahkan manusia untuk mencontoh beliau dalam perang Ahzab, dalam hal ; kesabaran, menjaga kesabaran, ribath, jihad, dan menunggu jalan keluar dari sisi Rabbnya, semoga salawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau sampai hari kiamat.
Oleh karenanya, Allah berfirman kepada orang-orang yang kebingungan, bosan, goncang, dan bergetar ketakutan dalam perang Ahzab ((Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu)) Maksudnya, kenapa kalian tidak mengambil suri tauladan dari tindak-tanduk beliau shallallahu 'alaihi wa salam."
Allah Ta'ala kemudian menyebutkan respon kaum mukimin terhadap janji Allah dan Rasul-Nya atas kepastian adanya ujian keimanan :

وَلَمَّا رَءَا الْمُؤْمِنُونَ اْلأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَاوَعَدَنَا اللهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَمَازَادَهُمْ إِلآ إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا {22}
Dan tatkala orang-orang mu'min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata:"Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita".Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (QS. 33, Al-Ahzab :22)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip perkataan Ibnu Abbas dan Qatadah," ((Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita".Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya)) Maksud para sahabat, adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ;

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللهِ أَلآَ إِنَّ نَصْرَ اللهِ قَرِيبُُ
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:"Bilakah datangnya pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. 2, Al-Baqarah :214).
Inilah yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya ; cobaan dan ujian yang akan diiringi dengan kemenangan yang dekat."
Ya, satu kepastian yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah ujian keimanan. Siapa yang menghadapinya dengan sabar dan istiqamah, layak mendapat surga dan ridha Allah karena terbukti sebagai mukmin sejati. Sebaliknya, siapa berbalik saat mendapat ujian, maka itulah kaum munafik yang tidak layak mendapat ridha dan surga.

مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَاعَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ فَمِنهُم مَّن قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ وَمَابَدَّلُوا تَبْدِيلاً {23} لِّيَجْزِيَ اللهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِن شَآءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا {24}
Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur.Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merobah (janjinya).
Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka.Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33, Al-Ahzab:24)
Kini, peristiwa sejarah terulang kembali. Tentara "Ahzab" kembali menggempur kaum muslimin, dengan tingkat kwalitas dan kwantitas yang lebih besar dari tentara ahzab musyrikin Arab. Penghinatan para penguasa murtad dan kaum sekuler, kini juga memerankan pengkhianatan yang dahulu dilakukan kaum munafik dan Yahudi Bani Quraizhah.
Segalanya telah teruang. Tinggal pilihan umat ini untuk bersikap,; akankah mengikuti suri tauladan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam ? Ataukah justru ikut mundur bersama kaum munafik generasi awal ?


Berperan Aktif Sesuai Kemampuan

Dalam suasana perang salib modern ini, jihad fi sabilillah telah menjadi sebuah kewajiban yang hukumnya fardhu 'ain. Setiap muslim dan muslimah dituntut untuk menbela agama, tanah air dan saudara-saudara seagama dengan menyumbangkan segala kemampuan yang bisa ia berikan. Setiap orang, dituntut untuk memainkan peran maksimal yang bisa ia lakukan.
Memang benar, tidak mungkin semua umat Islam harus memanggul senjata ---apalagi tidak ada senjata --- untuk mengusir musuh, karena sebenarnya musuh bisa dihadapi oleh kurang dari 1 % kaum muslimin. Jumlah umat Islam hari ini tak kurang dari 1,5 milyar jiwa, berarti 1 %nya adalah 15 juta jiwa. Koalisi pasukan salibis internasional inysa Allah bisa dihadapi oleh mujahidin yang jumlahnya tidak mencapai 15 juta, 10 juta atau 5 juta sekalipun. Bahkan, boleh jadi koalisi pasukan salib bisa dihadapi oleh 0,1 % umat Islam (1,5 juta jiwa).
Dari sini perlu dipahami, ketika para ulama salaf, khalaf, mutaakhirin dan mu'ashirin menyerukan fatwa jihad hari ini fardhu 'ain, bukan berarti 1,5 milyar umat Islam harus memanggul senjata semua sehingga seluruh aspek kehidupan lainnya terbengkalai. Fatwa mereka mengajak umat Islam untuk serius mempersiapkan kekuatan militer, selain tentunya mempersiapkan aspek mental (tauhid dan iman). Fatwa mereka mengajak seluruh kaum muslimin untuk ikut aktif terlibat dalam jihad fi sabilillah sesuai peran dan kemampuan yang disanggupi.
Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam :

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
Dari Anas bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, jiwa dan lisan kalian."

عَنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي الشِّعْرِ مَا أَنْزَلَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَدْ أَنْزَلَ فِي الشِّعْرِ مَا قَدْ عَلِمْتَ وَكَيْفَ تَرَى فِيهِ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ يُجَاهِدُ بِسَيْفِهِ وَلِسَانِهِ
Ketika Allah menurunkan ayat tentang syair ((Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. QS. Al-Syu'ara' 26 :224), Ka'ab bin Malik (penyair dari kalangan sahabat) bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa salam," Allah telah menurunkan ayat tentang syari. Maka, bagaimana pendapat anda tentang syair ?" Beliau bersabda, " Seorang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya."

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اهْجُوا قُرَيْشًا فَإِنَّهُ أَشَدُّ عَلَيْهَا مِنْ رَشْقٍ بِالنَّبْلِ
Dari Aisyah, bahwasanya Rasululullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Seranglah (ejeklah) kaum Quraisy dengan syair-syairmu, karena hal itu lebih menyakitkan mereka dari tusukan anak panah." Beliau lantas mengirimkan pesan itu berturut-turut kepada Abdullah bin Rawahah, Ka'ab bin Malik dan Hasan bin Tsabit.

أُهْجُ الْمُشْرِكِيْنَ فَإِنَّ رُوْحَ اْلقُدُسِ مَعَكَ.
" Ejeklah orang-orang musyrik, karena sesungguhnya Jibril bersamamu."

مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللهِ فَقَدْ غَزَا، وَمَنْ خَلَّفَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللهِ فِي أَهْلِهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا.
" Barang siapa mempersiapkan perbekalan orang yang berperang, berarti telah ikut berperang. Barangsiapa membiayai hidup keluarga orang yang berperang, berarti telah ikut berperang."
" Barang siapa belum pernah berperang, atau membiayai perbekalan orang yang berangkat berperang, atau menanggung biaya hidup keluarga orang yang berperang, Allah akan menimpakkan bencana kepadanya sebelum hari kiamat nanti."
Di antara peran dan tuntutan kewajiban yang bisa dilaksanakan oleh umat Islam dalam menghadapi perang salib modern ini adalah :
1- Berjihad dengan jiwa, bagi setiap muslim laki-laki yang telah baligh, sehat fisik dan mampu berjihad. Bila tidak mempunyai kemampuan, mereka harus mempersiapkan kekuatan.
2- Berjihad dengan harta, dengan menyalurkan infak dan zakat untuk setiap kebutuhan yang diperlukan oleh mujahidin.
3- Membiayai dan menyiapkan perbekalan (senjata, amunisi, dana) orang-orang yang akan berjihad.
4- Menanggung biaya hidup keluarga orang-orang yang berangkat berjihad.
5- Membantu atau menanggung biaya hidup keluarga mujahidin yang terluka dan cacat.
6- Membantu atau menanggung biaya hidup keluarga mujahidin yang tertawan atau mati syahid.
7- Mengumpulkan sumbangan infak untuk mujahidin.
8- Membayarkan zakat kepada mujahidin.
9- Membantu mengobati atau pembiayaan perawatan dan pengobatan mujahidin yang terluka atau cacat.
10- Menyebutkan kebaikan mujahidin dan menghasung masyarakat untuk mengikuti jejak mereka.
11- Memberi dukungan moril kepada mujahidin untuk tetap istiqamah meneruskan perjuangan.
12- Membela mujahidin dari musuh-musuh Islam yang membuat opini buruk dan mendiskreditkan mujahidin.
13- Membongkar kedok kaum munafik yang memusuhi jihad dan mujahidin.
14- Menghasung masyarakat untuk berjihad.
15- Menjaga rahasia-rahasia mujahidin dan tidak menyebarkannya kepada musuh-musuh Islam.
16- Qunut Nazilah dan mendoakan kebaikan, keistiqamahan dan kemenangan mujahidin.
17- Menyebarluaskan berita-berita jihad, buku-buku, artikel, buletin dan semua terbitan mujahidin yang mendukung ibadah jihad dan dakwah.
18- Mengeluarkan fatwa-fatwa dukungan kepada mujahidin.
19- Menjalin komunikasi dengan para ulama dan da'i, memberitahukan kepada mereka berita-berita tentang jihad yang dilakukan mujahidin.
20- Melakukan persiapan kemiliteran.
21- Mempelajari fiqih jihad.
22- Melindungi, memberi tempat tinggal dan memperlakukan mujahidin dengan baik.
23- Membenci dan memusuhi kaum kafir.
24- Membiayai dan menebus muslim yang ditawan.
25- Jihad elektronik (cyber).
26- Mendidik putra dan putri untuk mencintai jihad dan mujahidin.
27- Boikot ekonomi terhadap produk-produk kaum kafir.
28- Tidak menjadi antek-antek musuh Islam dan jihad.


Tetap Teguh dan Istiqamah

Perang salib modern telah berkecamuk. Musuh telah menggelar pasukan perangnya dengan jumlah yang begitu besar. Mujahidin telah menghadapi musuh dengan kemampuan yang ada, dan benturan telah terjadi. Sebagian mujahidin dibunuh, sebagian lain ditawan dan sebagian lainnya diburu sambil tetap meneruskan perjuangan.
Dalam kondisi seperti ini, mujahidin dan seluruh umat Islam harus senantiasa bahu membahu, merapatkan barisan, saling mendukung dan menasehatkan untuk senantiasa teguh dan istiqamah, apapun besarnya tantangan yang menghalangi. Perang salib modern yang begitu dahsyat ini, tak lain adalah ujian dari Allah Ta'ala untuk membersihkan barisan kaum mukmin dari para munafik yang menikam dalam selimut.
Perang salib modern ini nampak sebagai sebuah bencana bagi aspek dakwah, pendidikan, kegiatan sosial dan bahkan jihad itu sendiri. Namun, sejatinya ia adalah nikmat dan karunia Allah Ta'ala. Ia tak lain adalah karunia dalam bentuk ujian. Ia adalah ---sebagaimana judul sebuah novel--- "Sengsara Membawa Nikmat", dan insya Allah tidak akan menjadi ---sebagaimana judul roman tahun 30-an--- "Tak Putus Dirudung Malang".
Allah Ta'ala memerintahkan untuk saling menguatkan mental dan semangat juang, sembari melarang untuk melemahkan semangat sesama muslim. Alah ta'ala berfirman :

وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إْن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ {139} إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحُُ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحُُ مِّثْلُهُ وَتِلْكَ اْلأَيَّامُ نُدَاوِلُهاَ بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ {140} وَلِيُمَحِّصَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ {141} أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ {142}
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,
Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (QS. 3, Ali Imran :139-142).

يَاأَيًّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ كَفَرُوا وَقَالُوا لإِخْوَانِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا فِي اْلأَرْضِ أَوْ كَانُوا غُزًّى لَّوْ كَانُوا عِندَنَا مَامَاتُوا وَمَا قُتِلُوا لِيَجْعَلَ اللهُ ذَلِكَ حَسْرَةً فِي قُلُوبِهِمْ وَاللهُ يُحْيِ وَيُمِيتُ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرُُ {156} وَلَئِن قُتِلْتُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ أَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةُُ مِّنَ اللهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرُُ مِّمَّا يَجْمَعُونَ {157}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang:"Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh". Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam di hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.
Dan sungguh kalau kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan. (QS. 3, Ali Imran :156-157).

أَوَلَمَّآأَصَابَتْكُم مُّصِيبَةُُ قَدْ أَصَبْتُم مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنفُسِكُمْ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرُُ {165} وَمَآأَصَابَكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ فَبِإِذْنِ اللهِ وَلِيَعْلَمَ الْمُؤْمِنِينَ {166} وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ نَافَقُوا وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَوِادْفَعُوا قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالاً لاَّتَّبَعْنَاكُمْ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلإِيمَانِ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِم مَّالَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ {167} الَّذِينَ قَالُوا لإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا قُلْ فَادْرَءُوا عَنْ أَنفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata:"Dari mana datangnya (kekalahan) ini" Katakanlah:"Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman.
Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan:"Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)". Mereka berkata:"Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.
Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang:"Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh". Katakanlah:"Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar". (QS. 3, Ali Imran :165-168).s

الَّذِينَ اسْتَجَابُوا للهِ وَالرَّسُولِ مِن بَعْدِمَآأَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ {172} الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ {173} فَانقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءُُ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللهِ وَاللهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ {174} إِنَّمَا ذَالِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَآءَهُ فَلاَتَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِن كُنتُمْ مُّؤْمِنِينَ {175}
(Yaitu) orang-orang yang menta'ati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertaqwa ada pahala yang besar.
(Yaitu) orang-orang (yang menta'ati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan:"Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."
Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. 3, Ali Imran : 172-175).

[5]- Kerugian dan Kekalahan ??

Pesimis Bisa Menang

* Sebagian pihak memandang usaha mujahidin dengan nada pesimis. Apa yang bisa dilakukan oleh segelintir anak-anak kemarin sore yang sangat tidak profesional dan berpengalaman ? Di hadapan aliansi musuh yang begitu besar, tak terhitung jumlah personal, persenjataan dan kecanggihan tekonologinya ? Dalam beberapa gebrakan musuh, mereka sudah tertawan, terluka dan menjadi buronan ? Maslahat dan keuntungan apa yang mereka peroleh ? Bukankah justru kerugian yang menimpa mereka ? Bahkan, kaum muslimin yang lain terpaksa ikut menanggung kerugian akibat ulah tak bertanggung jawab mereka !!
Barangkali rasa pesimis ini sangat beralasan, mengingat mujahidin dalam banyak hal belum profesional dan berpengalaman. Namun juga harus dipahami, insya Allah, mereka telah berusaha mempersiapkan kekuatan (i'dad) sesuai kemampuan dan kesempatan yang mereka miliki. Sejak lama, musuh telah bersatu padu untuk menghalangi umat Islam dari melakukan i'dad. Hal ini terjadi hampir di seluruh negara di dunia. Apabila mujahidin telah mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk mempersiapkan kekuatan, kemudian mereka melawan aliansi salibis-zionis internasional, maka mereka telah dihitung melakukan i'dad dan memiliki kemampuan.
Inilah yang insya Allah disebutkan oleh syaikhul Islam imam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim, bahwa musuh yang menyerang negeri kaum muslimin harus dilawan sesuai kemampuan yang ada. Bukan berarti melakukan jihad tanpa persiapan yang matang, namun itulah kemampuan dan kematangan yang bisa mereka usahakan dalam kondisi yang serba sulit ini.
Sebagian kaum muslimin memang berpendapat, saat ini sebaiknya menunda operasi jihad dan berkonsentrasi mempersiapkan kekuatan sampai suatu saat di mana kemampuan dirasa telah cukup. Pendapat ini harus dihargai, namun juga perlu didiskusikan ulang sejauh mana keefektifan dan kebenarannya di lapangan. Apabila saat ini semua umat Islam di luar daerah-daerah yang diinvasi secara langsung oleh aliansi salibis-zionis harus bersabar, menunda jihad dan mempersiapkan kekuatan secara maksimal, sehingga seluruh atau sebagian besar mereka memiliki kemampuan, untuk selanjutnya melakukan jihad secara kolektif…bukankah musuh akan menghadapi perlawanan yang relatif "ringan" karena sekedar menghadapi mujahidin di daerah yang mereka invasi ? Bukankah dengan demikian musuh semakin kuat ? Bukankah kerugian personal dan pendanaan mereka juga relatif lebih kecil ? Bukankah hal ini justru memberi mereka kesempatan untuk menyelesaikan satu persatu umat Islam yang melawan mereka ?
Sekiranya mereka meraih kemenangan atas mujahidin di daerah yang mereka invasi --- laa samahallahu, semoga Allah tidak memperkenankan hal itu ---, bukankah mereka semakin kuat ? Sementara umat Islam yang masih dalam taraf mempersiapkan kekuatan, belum menuntaskan persiapannya. Terlebih, bila konsentrasi dan keseriusan mempersiapkan kekuatan militer tersebut jauh lebih kecil dari keseriusan menggarap bidang dakwah, pendidikan, politik, ekonomi atau kegiatan sosial keislaman lainnya. Dalam kondisi seperti itu, bukankah mereka lebih mudah memukul kaum muslimin yang belum cukup kekuatan tersebut ?
Secara matematika, dalam kondisi seperti itu ; setiap hari musuh semakin kuat, dan sebaliknya setiap hari umat Islam semakin lemah. Perlu juga dipahami, di saat aliansi salibis-zionis internsional sibuk menghadapi perlawanan mujahidin di daerah yang yang mereka invasi, di daerah-daerah lain mereka menggalang kekuatan antek-antek sekuler-nasionalis mereka untuk membantu mereka dalam memerangi mujahidin.
Bentuk bantuan tentu beragam, salah satunya menekan gerakan-gerakan Islam di bawah kekuasaan para antek sekuler – nasionalis tersebut. Dan tentu saja, manakala umat Islam di bawah kekuasaan antek sekuler-nasionalis tersebut menunda jihad, para antek tersebut juga semakin kuat dan berkesempatan luas memukul umat Islam sebelum umat Islam menuntaskan persiapannya. Perusahaan-perusahaan salibis-zionis tersebut juga terus menerus mengeruk kekayaan daerah-daerah Islam yang tidak mereka invasi, dan tentu saja sebagian kekayaan tersebut untuk membiayai pasukan aliansi zalibis-zionis di daerah-daerah invasi.
Pertimbangan sudah mempunyai kekuatan dan kemampuan atau belum, memang merupakan sebuah permasalahan yang bersifat ijtihadi dan benuansa "subyektif". Bisa jadi sebuah kelompok umat Islam memandang dirinya telah memiliki kemampuan minimal untuk menolong saudara-saudara seiman yang diinvasi musuh. Sementara kelompok-kelompok Islam lainnya memandang kelompok tersebut belum memiliki kemampuan. Namun paling tidak standar ukuran mempersiapkan kemampuan telah jelas disebutkan dalam nash-nash Al-Qur'an ; yaitu mempersiapkan maksimal kekuatan sesuai kemampuan dan kondisi yang ada.
Dengan standar ini, sebuah kelompok umat Islam yang telah berusaha maksimal untuk mempersiapkan kemampuan, boleh dan bahkan ---dalam beberapa kondisi tertentu--- wajib menerjuni kancah perlawanan terhadap invasi salibis-zionis internasional. Kelompok umat Islam lain yang belum mempersiapkan kekuatan secara maksimal, sehingga beranggapan dirinya belum mempunyai kemampuan, tidak seharusnya mencela atau menyalahkan kelompok umat Islam yang telah menerjuni kancah perlawanan tersebut. Bahkan, seharusnya turut bersyukur dan membantu sesuai kemampuan yang ada.
Jihad mujahidin saat ini adalah jihad defensif, mempertahankan wilayah umat Islam dan membantu kaum muslimin yang ditindas di daerah-daerah invasi. Jihad seperti ini, sebagaimana ditegaskan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim, adalah jihad dalam kondisi darurat. Kondisi darurat menuntut umat Islam untuk melakukan perlawanan sesuai kemampuan yang ada ---setelah melakukan persiapan sesuai kemampuan dan kondisi yang ada---. Kemampuan tersebut tentu saja tidak bisa dipatok harus sampai taraf sempurna, semua umat Islam telah siap, atau mencapai jumlah personal dan persenjataan tertentu .
Dengan demikian, komentar "apa untung dan ruginya" perlawanan mujahidin yang tidak profesional dan berpengalaman tersebut, tidak sewajarnya muncul. Minimal, mujahidin telah berusaha maksimal melaksanakan sebuah kewajiban syariat dan melepaskan tanggung jawab mereka.

وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِّنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dan (ingatlah) ketika suatu umat diantara mereka berkata:"Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab dengan azab yang amat keras". Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Rabbmu, dan supaya mereka bertaqwa". (QS. 7, Al-A'raf :164).
Imam Al Izz bin Abdu Salam mengatakan :

مَنْ كُلِّفَ بِشَيْءٍ مِنَ الطَّاعَاتِ فَقَدَرَ عَلَى بَعْضِهِ وَعَجَزَ عَنْ بَعْضِهِ, فَإِنَّهُ يَأْتِي بِمَا قَدَرَ عَلَيهِ، وَيَسْقُطُ عَنْهُ مَا عَجَزَ عَنْهُ ا- هـ.
“ Siapa yang dibebani dengan sebuah beban (perintah) ketaatan ;sementara ia mampu mengerjakan sebagiannya dan tidak mampu melaksanakan kewajibannya, maka ia (harus) mengerjakan apa yang ia sanggup melaksanakannya, sedang kewajiban yang ia tidak mampu melaksanakannya ; gugur atas dirinya.”
Terlebih, ada kemungkinan menang. Kalaupun kalah secara fisik dan militer, kemenangan spiritual tetap diraih. Dalam perang Badar, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam tidak menduga sama sekali akan bertemu dengan pasukan musuh yang tiga kali lebih kuat. Tujuan semula hanyalah menghadang kafilah dagang Quraisy. Dalam kondisi kritis tersebut, justru para sahabat menyarankan untuk terus maju. Pertempuran terjadi, dan di luar dugaan kaum muslimin meraih kemenangan.
Dalam perang Mu'tah, kaum muslimin dibuat kebingungan dan bimbang melihat kekuatan musuh yang 66 kali lebih kuat dari pasukan Islam. Ketika sebagian sahabat menyarankan untuk menunggu bantuan dari Madinah, sahabat Abdullah bin Rawahah justru menyarankan untuk tetap menyambut musuh tanpa menunggu bantuan dari Madinah. Perang pun meletus, dan ketiga jendral Islam terbunuh sebagai syuhada'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam tidak mencela Abdullah bin Rawahah, atau anggota pasukan lainnya Beliau bahkan menghibur dan memuji mereka.
Apa daya dan upaya yang bisa dilakukan oleh seorang Salamah bin Akwa' radiyallahu 'anhu dalam melawan dan mengejar pasukan Bani Fazarah yang merampas harta ternak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam dalam perang Dzi Qard ?
Apa pula daya dan upaya yang bisa dilakukan oleh sepuluh orang sahabat di bawah pimpinan 'Ashim bin Tsabit radiyallahu 'anhu, dalam menghadapi 200 pasukan pemanah bani Lihyan ???
Kerugian apa yang bisa mereka radiyallahu 'anhum timpakan kepada musuh ? Tentu saja, perhitungan untung dan rugi tidak semata diukur dari jumlah lawan yang berhasil dibunuh, harta benda yang dihancurkan atau ghanimah yang berhasil diraih mujahidin.
Dengan demikian, selama mujahidin telah berusaha maksimal baik dalam mempersiapkan kekuatan maupun dalam memberikan perlawanan kepada musuh, mereka tidak dikatakan merugi. Mereka sejatinya berada di antara dua kebaikan ; menang atau mati syahid. Di antara kedua kemungkinan tersebut, ada kemungkinan terluka, tertawan atau diburu lawan. Itu semua juga sebuah kebaikan yang berpahala dan besar nilainya di hadapan Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman :

قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلاَّ مَاكَتَبَ اللهُ لَنَا هُوَ مَوْلاَنَا وَعَلَى اللهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ {51} قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَآ إِلآ إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ
Katakanlah:"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal". (QS. 9:51) Katakanlah:"Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. (QS. 9, Al-Taubah : 51-52).
Dua kebaikan tersebut disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu :

وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rizki. (QS. 3, Ali Imran :169).
وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرُُ مِّنَ اللهِ وَفَتْحُُ قَرِيبُُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya).Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. (QS. 61, Al-Shaf :13).
Sah-sah saja bila sebagian kaum muslimin menyatakan diri mereka belum mempunyai kemampuan untuk berjihad. Namun, ketidak mampuan mereka hendaknya tidak diikuti dengan menyalahkan sebagian kaum muslimin lain yang meyakini dirinya sudah mempunyai kemampuan, dan berniat melepaskan tanggung jawabnya di hadapan Allah Ta'ala. Cukuplah mereka diam dan menonton.
Mereka tidak sewajarnya mencela tindakan mujahidin sebagai sebuah upaya yang gagal dan merugi. Bukankah semua manusia sepakat bisa memahami sebuah keluarga yang mengorbankan seluruh kemampuannya ; waktu, tenaga dan harta; demi mencari kesembuhan bagi anggota keluarganya yang mengalami penyakit kronis dan kritis semisal stroke, jantung, kanker atau bahkan aids ! Padahal kemungkinan sembuh sangat kecil, mungkin sekitar 10 % semata ! Kenapa untuk urusan menyelamatkan nyawa seorang anggota keluarga, seluruh usaha yang belum tentu berhasil ---mungin bisa dikatakan sia-sia--- ini bisa dimaklumi ? Sementara urusan menyelamatkan prinsip agama dan nyawa jutaan kaum muslimin, usaha yang sama tidak bisa dimaklumi, dan bahkan dicela ???
Jika ulama telah bersepakat bahwa menebus seorang muslim yang ditawan musuh adalah fardhu kifayah, sekalipun menghabiskan seluruh dana umat Islam. Kenapa, kesepakatan ulama ini tidak dianggap sebagai sebuah kecerobohan, dan tindakan kesia-siaan atau kerugian ? Sementara upaya segelintir mujahidin yang "tidak profesional dan berpengalaman" untuk membantu nasib jutaan kaum muslimin yang tertindas, diangggap sebagai sebuah kerugian ?
Imam Ibnu Abil 'Izz Al-Hanafi berkata ;

(( وَإِنْ كَانَ الْعَبْدُ عَاجِزاً عَنْ مَعْرِفَةِ بَعْضِ ذَلِكَ أَوِ ْالعَمَلِ بِهِ فَلاَ يَنْهَى عَمَّا عَجَزَ عَنْهُ مِمَّا جَاءَ بِهِ الرَّسُولُ  ،بَلْ حَسِبَهُ أَنْ يَسْقُطَ عَنْهُ اللَّوْمُ لِعَجْزِهِ ،وَلَكِنْ عَلَيْهِ أَنْ يَفْرَحَ بِقِيَامِ غَيْرِهِ بِهِ وَيَرْضَى بِذَلِكَ وَيَوَدُّ أَنْ يَكُوْنَ قَائِماً بِهِ )).
" Jika seorang hamba tidak mampu mengetahui atau mengamalkan sebagian kewajiban, maka ketidak mampuannya tersebut tidak seharusnya menghalanginya dari (mengetahui atau melaksanakan) ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam (yang ia mampu).
Cukuplah ketidak mampuannya menggugurkan celaan atas dirinya. Namun, hendaknya ia bergembira dengan adanya orang lain yang melaksanakan kewajiban tersebut. Hendaknya ia ridha atas hal itu, dan berharap ia mampu melaksanakannya."


Kalah Bukan Berarti Tamat Riwayat

* Sebagian kaum muslimin mengukur kebenaran atau kesalahan jalan yang ditempuh oleh mujahidin dari kemenangan fisik dan militer dalam pertempuran. Bila mujahidin menang dalam sebuah pertempuran, berarti jalan jihad yang ditempuh betul. Sebaliknya, bila mujahidin kalah berarti jalan jihad yang ditempuh juga salah.
Persepsi ini adalah persepsi yang salah. Kebenaran dan kesalahan jalan perjuangan tidak bisa diukur dari keberhasilan mengalahkan musuh dalam sebuah pertempuran semata. Hal ini berdasar dua alasan :
- Secara logika, tidak ada kaitan antara kegagalan meraih hasil dengan usaha untuk meraihnya. Kegagalan meraih hasil tidak mesti berarti jalan dan usaha untuk meraihnya juga salah. Seringkali terjadi, usaha yang benar dan serius, belum membuahkan hasil yang diharapkan. Seringkali terjadi pula, usaha yang pas-pasan dan cenderung kurang serius, justru membuahkan hasil yang tak disangka-sangka. Seorang penilai juga harus melihat kebenaran dan keseriusan usaha untuk meraih hasil, bukan sekedar melihat hasil semata.
- Secara syar'i, nash-nash menyebutkan bahwa manusia berkehendak dan berusaha, namun tidak keluar dari ketentuan dan kehendak Allah Ta'ala. Ada nabi yang diutus oleh Allah Ta'ala untuk berdakwah selama puluhan bahkan ratusan tahun, namun hanya mendapat sepuluh, dua, satu atau bahkan tidak seorang pengikutpun. Sebaliknya, banyak da'i di zaman sekarang yang tidak memahami tauhid, fiqih, tafsir, hadits, ilmu lughah dan nash-nash syariat, namun berhasil meraih ribuan pengikut. Hasil dakwah ini tidak bisa dijadikan parameter untuk menilai kebenaran dan kesalahan jalan dakwah.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللَّه عَنْهمَا قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَالَ عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَجَعَلَ يَمُرُّ النَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلُ وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّجُلَانِ وَالنَّبِيُّ مَعَهُ الرَّهْطُ وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ
Dari Ibnu Abbas, ia berkata," Suatu hari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menemui kami dan bersabda," Diperlihatkan kepada umat-umat manusia. Ada seorang nabi yang mempunyai seorang pengikut. Ada seorang nabi yang mempunyai dua orang pengikut. Ada seorang nabi yang mempunyai beberapa orang pengikut. Dan ada seorang nabi yang sama sekali tidak mempunyai pengikut."
Dalam sejarah, tercatat beberapa kali umat Islam mengalami kekalahan telak sehingga manusia mengira Islam tidak akan pernah tegak lagi sesudahnya. Di antaranya adalah masa perang melawan pasukan Tartar. Pada tahun 617 H (1219 M), Jengish Khan memimpin pasukan Tartar menyerbu daerah-daerah Islam di Asia Tengah. Terjadi pertempuran dahsyat melawan penguasa muslim di kawasan ini, yaitu sultan Alaudin Muhammad Khawarizm Syah (1199-1220 M).
Satu persatu wilayah Islam di kawasan Asia Tengah jatuh ke tangan Tartar ; Bukhara, Balakh,Turmudz, Marwa, Herat dan Samarkand. Bahkan pada tahun 618 H (1220 M), dalam pertempuran dahsyat di selatan laut Kaspia, sultan Alaudin terbunuh. Peperangan melawan Tartar dilanjutkan oleh purtanya, sultan Jalaludien Khawarizm Syah (1220-1230 M). Pertempuran terjadi di sepanjang Khurazan dan Afghanistan. Pasukan Islam terus terdesak sampai di Chyber Pass dan Peshawar. Dalam pertempuran penghabisan di Allock, pinggir sungai Indus, tahun 621 H (124 M), sisa-sisa pasukan Islam mengalami kekalahan telak, sebagian besar terbunuh dan sultan Jalaludin berhasil meloloskan diri.
Sejak kekalahan ini, pasukan Islam tak pernah mampu menghadang serbuan pasukan Tartar. Di setiap wilayah Islam yang ditaklukkan, pasukan Tartar melakukan pembantaian, pembumi hangusan dan perusakan. Satu per satu wilayah Islam merka taklukkan, sampai akhirnya berhasil menaklukkan pusat kekhilafah Islam Daulah Abbasiyah, Baghdad, pada tahun 656 H. Pembantaian, pembumi hangusan dan perusakan masal pun terjadi di Bagddad. Lebih dari satu setengah juta umat Islam dibantai, wabah kolera menyebar sampai ke negeri-negeri Syam dan ketakutan terhadap kekejian Tartar merasuki setiap muslim.
Dari satu pertempuran ke pertempuran, pasukan Tartar semakin kuat, sementara pasukan Islam semakin lemah. Namun, hanya dalam tiga tahun setelah jatuhnya Baghdad, tepatnya Ramadhan 659 H, pasukan Islam yang sangat kecil bila dibandingkan dengan pasukan Tartar, berhasil menimpakan kekalahan telak kepada pasukan Tartar di medan perang 'Ain Jaluth. Sejak kemenangan telak itu, pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan Tartar di sebagian besar medan peperangan.
Demikian juga dengan perang salib. Jarak antara jatuhnya kota Al-Quds ke tangan pasukan salib yang disusul dengan pendirian kerajaan-kerajaan Nasrani di Syam dan Turki (Perang Salib 1:1096- Juli 1099 M), dengan pembebasan Al-Quds oleh sultan Shalahudin Al-Ayubi (Perang Salib 3 : 1189-1191 M) hampir seratus tahun. Lewat episode panjang perang salib tersebut, kekuatan salibis Eropa bertahan di Timur Dekat (Syam, Turki, Laut Mediterania dan sekitarnya) selama hampir 200 tahun.
Demikian juga peperangan di zaman nubuwah. Setelah kemenangan telak dalam pertempuran perdana di Badar, kaum muslimin mengalami "kekalahan" cukup telak di Uhud, disusul dengan kegoncangan dan tekanan luar biasa dalam perang Ahzab. Namun peperangan belum berakhir, sempat terjadi perdamaian sampai akhirnya terjadi kemenangan gemilang dalam Fathu Makkah.
Hal yang sama terjadi di masa sahabat. Kekalahan kaum muslimin di perang Jisr tahun 13 H dengan terbunuhnya delapan jendral sekaligus, bukan berarti tidak tegaknya lagi panji-panji jihad. Kekalahan itu justru diikuti oleh kemenangan-kemenangan besar ; Qadisiyah, Jalula, Madain dan seterusnya, sampai akhirnya imperium Persia berhasil diruntuhkan.
Demikianlah, kekalahan dan kemenangan senantiasa bergilir. Kemenangan akhir atas lawan, tidak diraih lewat sekali dua kali kemenangan di medan perang. Kemenangan menuntut proses panjang yang diwarnai oleh pergiliran kemenangan dan kekalahan, namun hasil akhirnya akan senantiasa sama ; kebenaran akan selalu menang. Kemenangan maupun kekalahan, adalah kehendak Allah Ta'ala yang pasti mengandung hikmah yang mendalam.

إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحُُ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحُُ مِّثْلُهُ وَتِلْكَ اْلأَيَّامُ نُدَاوِلُهاَ بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَآءَ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ {140} وَلِيُمَحِّصَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ
Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, (QS. 3:140).
dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir. (QS. 3, Ali Imran ;140-141).


Kapan Mujahidin Meraih Kemenangan ?

* Sebagian kaum muslimin beranggapan, setiap orang yang berjihad harus dan pasti meraih kemenangan fisik dan militer dalam pertempuran. Kekalahan, tertangkap, terbunuh, terluka atau diburunya sebagian orang-orang yang berjihad, menurut mereka adalah sebuah kekalahan. Sulit bagi mereka membayangkan kekalahan fisik tersebut akan menimpa ibadah jihad fi sabilillah.
Mereka tidak menyadari, bahwa kekalahan dan kemenangan adalah hukum Allah (sunah kauniyah) yang senatiasa dipergilirkan, penuh hikmah dan kebaikan. Mereka juga kurang memahami, bahwa setiap orang yang berjihad fi sabilillah sebenarnya telah meraih kemenangan, sekalipun fisik mereka terbunuh, tertawan, terluka atau dikejar oleh musuh. Boleh jadi mujahidin mengalami kekalahan fisik dan militer di medan pertempuran, nmaun sebenarnya mereka telah meraih kemenangan-kemenangan lain. Alhasil, kmenangan bukan sekedar kemenangan fisik dan militer semata.
Al-Qur'an dan As-Sunnah menyebutkan beberapa bentuk kemenangan yang diraih oleh orang-orang yang berjihad di jalan Allah.

(1)- Kemenangan atas hawa nafsu dan setan
Kemenangan terbesar yang diraih oleh seorang muslim yang berjihad di jalan Allah, adalah kemenangan iman dan jiwanya atas hawa nafsu dan setan. Hawa nafsu dan setan mengajak setiap jiwa untuk cenderung kepada kenikmatan dunia, berbuat keji dan mungkar, serta mendahulukan kepentingan hawa nafsu atas kecintaan kepada Allah, Rasulullah dan jihad fi sabilillah.
Seorang muslim yang berjihad berarti telah memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya, dan mengabaikan seruan setan dan hawa nafsu. Selanjutnya, ia meraih kemenangan lain yaitu terbebas dari sifat orang fasik dan munafik yang diancam dengan adzab di dunia dan akhirat. Allah Ta'ala berfirman :

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah:"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. 9, Al-Taubah :24)

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ
Katakanlah:"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 3, Ali Imran :31).

فَإِن لَّمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَآءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Maka jika mereka tidak menjawab seruanmu, ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka).Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. 28, Al-Qashash:50).

(2)- Kemenangan atas setan spesialis penghalang jihad.
Seorang muslim yang berjihad berarti telah lolos dari godaan setan yang menekuni tugas menghalangi orang beriman dari jihad fi sabilillah. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih :

إِنَّ الشَّيْطَانَ قَعَدَ ِلابْنِ أَدَمَ بِأَطْرُقِهِ فَقَعَدَ لَهُ بِطَرِيْقِ اْلإِسْلاَمِ فَقَالَ لَهُ تُسْلِمُ وَ تَذَرُ دِيْنَكَ وَ دِيْنَ أَبَائِكَ وَ أَبَاءِ أَبِيْكَ ؟قاَلَ: فَعَصَاهُ فَأَسْلَمَ ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيْقِ اْلِهجْرَةِ فَقَالَ لَهُ:تُهَاجِرُ وتَدَعُ ُأَرْضَكَ وَسَمَاءَكَ وَإِنَّمَا مَثَلُ اْلمُهَاجِرِ كَمَثَلِ الْفَرَسِ فِيْ الطِّوَلِ فَقَالَ فَعَصَاهُ فَهَاجَرَ.قَالَ ثُمَّ قَعَدَ لَهُ بِطَرِيْقِ الْجِهَادِ فَقَالَ لَهُ: هُوَ جُهْدُ النَّفْسِ وَالْمَالِ فَتَُقَاتِلُ فَتُقْتَلُ فَتُنْكَحُ الْمَرْأَةُ وَ يُقَسَّمُ الْمَالُ ؟ فَعَصَاهُ فَجَاهَدَ.فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ كاَنَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ.أَوْ قُتِلَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ, وَ إِنْ غَرَقَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ أَوْ وَقَصَتْهُ دَابَّتُهُ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يُدْخلَِهُ الْجَنَّةَ.
Dari Sibrah bin Abi Fakihah bahwasanya Rasulullah bersabda," Sesungguhnya setan menghadang manusia di setiap jalan kebaikan. Ia menghadang manusia di jalan Islam," Apakah kau mau masuk Islam dan meninggalkan agamamu, agama bapakmu dan agama moyangmu ?" Ia tidak menururti setan dan masuk Islam.
Maka setan menghadangnya di jalan hijrah," Kau mau hijrah, meninggalkan tanah air dan langit yang menanungimu ? Ia tidak menururti setan dan berhijrah maka setan menghadangnya di jalan jihad," Kau mau berjihad, sehingga terbunuh dan istrimu diambil orang serta hartamu dibagi-bagi ?" Ia tidak menururti setan dan tetap berjihad.
Siapa saja melakukan hal, itu maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan siapa saja terbunuh maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan siapa saja tenggelam (karena jihad atau hijrah, pent) maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan siapa saja terlempar dari kendaraannya (saat hijrah atau jihad) maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga.”

(3)- Kemenangan mendapat hidayah dan taufiq
Seorang muslim yang berjihad di jalan Allah, akan mendapatkan hidayah menuju semua jalan Allah Ta'ala. Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata :

وَلِهَذَا كَانَ اْلجِهَادُ مُوجِباً لِلْهِدَايَةِ الَّتِي هِيَ مُحِيطَةٌ بِأَبْوَابِ الْعِلْمِ , كَمَا دَلَّ عَلَيهِ قَوْلُهُ تَعَالَى {وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُم سُبُلَنَا } فَجَعَلَ لِمَنْ جَاهَدَ فِيهِ هِدَايَةَ جَمِيعِ سُبُلِهِ تَعَالَى , وَلِهَذَا قَالَ اْلإِمَامَانِ عَبْدُ اللهِ بْنُ اْلمُبَارَكِ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَغَيْرُهُمَا : إِذَا اخْتلَفَ النَّاسُ فِي شَيْءٍ , فَانْظُرُوا مَاذَا عَلَيهِ أَهْلُ الثُّغُورِ , فَإِنَّ اْلحَقَّ مَعَهُمْ , ِلأَنَّ اللهَ يَقُولُ { وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُم سُبُلَنَا }
" Oleh karena itu, jihad menyebabkan datangnya hidayah (petunjuk) yang mengelilingi pintu-pintu ilmu. Sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala." Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." [QS. Al-Ankabut :69].
Allah menjadikan hidayah (petunjuk) bagi orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) mencari keridhaan-Nya. Oleh karenanya, imam Abdullah bin Mubarak, Ahmad bin Hambal dan lain-lain mengatakan :" Jika manusia berbeda pendapat dalam sebuah permasalahan, maka lihatlah pendapat para ahlu tsugur (orang-orang yang menjaga daerah perbatasan kaum muslimin dengan daerah musuh, murabithun), karena kebenaran bersama mereka, karena Allah telah berfirman: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami)."

(4). Kemenangan atas para pelemah semangat
Seorang muslim yang berjihad berarti telah meraih kemenangan atas orang-orang yang berbaju Islam namun menyebar luaskan perkataan dan tindakan yang melemahkan semangat umat Islam untuk berjihad. Allah berfirman :

لَوْ خَرَجُوا فِيكُم مَّازَادُوكُمْ إِلاَّ خَبَالاً وَلأَوْضَعُوا خِلاَلَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ وَاللهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka bergega-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu; sedang di antara kamu ada yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. (QS. 9, Al-Taubah :47).

فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلاَفَ رَسُولِ اللهِ وَكَرِهُوا أَن يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَقَالُوا لاَتَنفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَّوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata:"Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah:"Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya)", jikalau mereka mengetahui. (QS. 9, Al-Taubah :81).

(5). Kemenangan berupa keteguhan dan keistiqamahan di atas prinsip
Ketika seorang muslim tetap teguh berjihad dan memegang prinsip, sekalipun menghadapi berbagai tekanan dari orang-orang kafir dan saudara-saudara seiman yang tidak menyetujui langkah perjuangannya, sejatinya ia telah meraih sebuah kemenangan yang besar.
Betapa banyak orang yang sukses dan meraih kemenangan fisik di medan peperangan, namun justru mengalami kekalahan pirnsip. Hasil—hasil jihad yang diraih, justru membuatnya mengutamakan hawa nafsu, kekuasaan dan dunia atas prinsip-prinsip Islam. Allah Ta'ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلآتَخَافُوا وَلاَتَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ {30} نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:"Rabb kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):"Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu" (QS. 41:30) Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; (QS. 41, Al-Fushilat :30-31).

يُثَبِّتُ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ وَيُضِلُّ اللهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللهُ مَايَشَآءُ
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dala kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. 14, Ibrahim :27).

(6). Kemenangan berupa kesediaan berkorban demi prinsip
Ketika seorang muslim yang berjihad telah rela mengorbankan segala yang ia miliki; waktu, tenaga, fikiran, harta dan nyawa; demi membela prinsip, akidah dan agamanya, ia telah meraih kemenangan dan mencapai tingkat ketinggian serta kemuliaan, sekalipun barangkali mengalami kekalahan fisik dan militer.
Allah Ta'ala memuji para sahabat pasca pukulan telak dalam perang Uhud :

وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إْن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. 3, Ali Imran :139).
Ketika beberapa gelintir mujahidin yang miskin dan tak memiliki senjata kecuali beberapa biji, menerjuni jihad melawan aliansi paukan salibis-zionis internasional dengan seluruh kelengkapan persenjataan dan kecanggihan teknologinya, bukankah ini sebuah kemenangan dan "ketinggian" tersendiri ? Untuk apa mereka berjihad sementara menurut perhitungan matematika mereka pasti kalah ?? Sesungguhnya kesediaan berkorban demi membela prinsip dan agama, adalah sebuah kemenangan. Ya, kemenangan sebagaimana yang diraih oleh tukang sihir Fir'aun dan ashabul ukhdud.

لأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلاَفٍ ثُمَّ لأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِينَ قَالُوا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنقَلِبُونَ {125} وَمَاتَنقِمُ مِنَّآ إِلآ أَنْ ءَامَنَّا بِئَايَاتِ رَبِّنَا لَمَّا جَآءَتْنَا رَبَّنَآ أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
(Fir'aun berkata): " Sumpah, sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh aku akan menyalib kalian semuanya".
Ahli-ahli sihir itu menjawab:"Sesungguhnya kepada Rabblah kami kembali.
Dan kamu tidak menyiksa kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Rabb kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami". (Mereka berdo'a):"Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)". (QS. 7, Al-A'raf :124-126).

قَالَ ءَامَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ ءَاذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلاَفٍ وَلأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ وَأَبْقَى {71} قَالُوا لَن نُّؤْثِرَكَ عَلَى مَاجَآءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَاأَنتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَآ
Berkata Fir'aun:"Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku beri izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya".
Mereka berkata:"Kami sekali-kali tidak mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mu'jizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Rabb yang menciptakan Kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. (QS. 20, Thaha :71-71)

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُُ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيرُ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar. (QS. 85, Al-Buruj :11).

(7). Kemenangan argumen (hujah) dan dakwah
Terkadang, seorang yang berjuang dan berjihad demi membela Islam mengalami kekalahan di medan fisik dan militer, namun argumen dakwahnya diterima dan diyakini oleh sebagian manusia, sekalipun mereka tertindas. Dakwah dan argumen ghulam dalam kisah ashabul ukhdud telah diterima dan diyakini oleh rakyat yang tertindas. Mereka semua akhirnya dibakar hidup-hidup, namun keyakinan mereka mengalahkan kekafiran si raja dan bala tentaranya. Argumen Nabi Ibrahim 'alaihi salam juga mementahkan argumen raja Namrudz, sekalipun kaum beliau tidak mengimani dakwah beliau.

(8). Kemenangan berupa bencana atas musuh.
Terkadang, mujahidin telah mengerahkan segenap kemampuan mereka untuk berjihad melawan musuh-musuh Allah Ta'ala. Namun kekuatan mereka jauh lebih kecil dari kekuatan musuh. Mujahidin tidak mampu mengalahkan musuh, namun Allah Ta'ala berkehendak menimpakan bencana dan azab kepada musuh yang telah memerangi para wali-Nya, kaum mujahidin.
Allah Ta'ala menghancurkan Fir'aun dan bala tentaranya, setelah nabi Musa 'alaihi wa salam berdakwah sungguh-sungguh kepadanya. Begitu juga dengan kaum para nabi terdahulu yang dihancurkan, setelah para nabi 'alaihi salam berdakwah dan sesuai kemampuan maksimal mereka.
Ketika kaum Quraisy begitu gencar menindas kaum beriman, dan mereka menampakkan keengganan untuk memeluk Islam, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam berdoa agar mereka ditimpa tujuh tahun paceklik.

عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَبْدِاللَّهِ فَقَالَ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى مِنَ النَّاسِ إِدْبَارًا قَالَ اللَّهُمَّ سَبْعٌ كَسَبْعِ يُوسُفَ فَأَخَذَتْهُمْ سَنَةٌ حَصَّتْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى أَكَلُوا الْجُلُودَ وَالْمَيْتَةَ وَالْجِيَفَ وَيَنْظُرَ أَحَدُهُمْ إِلَى السَّمَاءِ فَيَرَى الدُّخَانَ مِنَ الْجُوعِ فَأَتَاهُ أَبُو سُفْيَانَ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّكَ تَأْمُرُ بِطَاعَةِ اللَّهِ وَبِصِلَةِ الرَّحِمِ وَإِنَّ قَوْمَكَ قَدْ هَلَكُوا فَادْعُ اللَّهَ لَهُمْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى ( فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاءُ بِدُخَانٍ مُبِينٍ ) إِلَى قَوْلِهِ ( إِنَّكُمْ عَائِدُونَ يَوْمَ نَبْطِشُ الْبَطْشَةَ الْكُبْرَى إِنَّا مُنْتَقِمُونَ ) فَالْبَطْشَةُ يَوْمَ بَدْرٍ وَقَدْ مَضَتِ الدُّخَانُ وَالْبَطْشَةُ وَاللِّزَامُ وَآيَةُ الرُّومِ *

Abdullah Ibnu Mas'ud berkata," Ketika Nabi shallalahu 'alaihi wa salam melihat kaumnya tidak mau masuk Islam, beliau berdoa : "Ya Allah, timpakanlah tujuh tahun paceklik sebagaimana tujuh tahun paceklik Nabi Yusuf." Maka terjadilah paceklik yang menghabiskan segala sesuatu. Mereka sampai memakan kulit, bangkai dan mayat. Salah seorang mereka memandang ke langit dan melihat awan, karena kelaparan yang melilitnya. Maka Abu Sufyan datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam,"Wahai Muhammad, engkau senantiasa memerintahkan untuk mentaati Allah dan menyambung tali silaturahmi. Sungguh kaummu telah binasa, maka memohonlah kepada Tuhan-Mu untuk kebaikan mereka."
Maka Allah menurunkan ayat (" Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata. Yang meliputi manusia.Inilah azab yang pedih…Ingatlah hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi balasan.") (QS. 44, Al-Dukhan ;10-16)."
Jumlah pasukan Quraisy yang terbunuh dalam peperangan dengan kaum muslimin, sekitar 200 orang. Namun dengan musibah paceklik ini, Allah telah menghancurkan sebagian mereka dan menekan sebagian lainya untuk menerima dakwah Islam.
Keruntuhan Uni Soviet adalah contoh lain dari bencana yang menimpa musuh-musuh Allah yang memerangi Islam dan mujahidin. Runtuhnya Uni Soviet bukan karena banyaknya hutang, karena AS pun saat itu lebih banyak hutangnya namun tidak runtuh. Pun bukan karena sistem komunis, karena negara-negara komunis lainnya pun tetap tegak berdiri sampai hari ini (Kuba, Korea Utara, China). Pun bukan karena rezim diktator, karena banyak rezim diktator lainnya yang sampai hari ini masih tegak berdiri. Sebab utama, tak lain adalah memerangi Islam. Jihad mujahidin melawan mereka telah menjadi sebab Allah menurunkan bencana kepada Uni Soviet.

(9). Jihad menjadi sebab kemiskinan dan kematian orang kafir di atas kekufuran.
Peperangan dan penindasan kaum kafir kepada mujahidin dan kaum muslimin secara umum, telah menjadi sebab Allah Ta'ala menimpakan kesesatan, kemiskinan dan kematian di atas kekufuran atas orang-orang kafir.
Allah berfirman :

وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَآ إِنَّكَ ءَاتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلَأَهُ زِيْنَةً وَأَمْوَالاً فِي اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلاَيُؤْمِنُوا حَتىَّ يَرَوُا اْلعَذَابَ اْلأَلِيْمَ
Musa berkata:"Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, Ya Rabb kami akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Rabb kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih". (QS. 10, Yunus :88).

(10)- Kemenangan berupa dipilih sebagai syuhada'.
Setiap muslim bersusah payah dan beramal shalih agar mendapat ridha Allah dan diperkenankan masuk surga. Demikian pula seorang yang berjihad, ia berusaha dan beramal agar mendapat ridha Allah, surga dan terpilih sebagai seorang yang mati di medan jihad (syahid). Hanya orang-orang pilihan yang mampu meraih kemenangan jenis ini.
" Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada." (QS. 3, Ali Imran :140).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bahkan berharap sebanyak tiga kali untuk mati terbunuh di medan jihad.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ عَنْ النَبِيِ قَالَ: مَا أَحَدٌ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ يُحِبُّ أَنْ يَرْجِعَ إِليَ الدُّنْيَا وَ لَهُ مَا عَلَى اْلأَرْضِ مِنْ شَيْئٍ إِلَّا الشَهِيْدُ يَتَمَنَّى أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الدُّنْيَا فَيَقْتُلْ عَشْرَ مَرَاتٍ لَمَا يَرَى مِنْ الْكَرَامَةِ.
Dari Anas bin Malik bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda,” Tidak ada seorang pun masuk surga yang ingin kembali ke dunia padahal ia (di surga) mempunyai seluruh apa yang ada di dunia, kecuali orang yang mati syahid. Ia berangan-angan kembali ke dunia dan terbunuh sepuluh kali, karena ia mengerti keutamaan (bila mati syahid di medan perang).”
Ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaan mati syahid, sebagai sebuah kemenangan terbesar dalam jihad, sangat banyak.

(11)- Kemenangan militer di medan peperangan.
Sebagian besar kaum muslimin memahami kemenangan hanya sebatas kemenangan fisik dan militer, karena bentuknya yang konkrit dan terindrai. Kemenangan fisik dan militer memang merupakan sebuah bentuk kemenangan jihad, namun bukan satu-satunya bentuk kemenangan dalam jihad.
Kemenangan militer ini telah Allah tunjukkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam di masa akhir perjuangan beliau. Beliau menyambutnya dengan suka cita. Allah berfirman :

إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ {1} وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فيِ دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا {2} فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا {3}
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (QS. 110, Al-Nashr : 1-3).


Kapan Dikatakan Menderita Kekalahan ?

* Pada dasarnya, pertarungan antara pengikut kebenaran dengan pengikut kebatilan adalah pertarungan prinsip dan ideologi. Di samping adanya perintah Allah Ta'ala untuk melakukan pertarungan fisik. Karenanya, pokok kekalahan dalam pertarungan adalah ketika seorang pengikut kebenaran rela melepaskan sebagian prinsipnya, demi mendapatkan kerelaan pengikut kebatilan atau meraih keuntungan duniawi.
Di antara bentuk-bentuk kekalahan seorang muslim adalah :
(1)- Mengikuti sistem dan ideologi (milah) atau keinginan (hawa nafsu) orang kafir.

وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَالَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2:120)

وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُم مِّن بَعْدِ مَاجَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَّمِنَ الظَّالِمِينَ
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim. (QS. 2:145).
Ketika seorang muslim telah keluar dari Islam dengan mengikuti sistem dan ideologi kafir, baik ideologi samawi seperti Yahudi dan Nasrani, maupun ideologi produk akal semata seperti sekulerisme, nasionalisme, demokrasi, kapitalisme, liberalisme, sosialisme dan humanisme...ia telah mengalami puncak kekalahan. Sekalipun orang-orang kafir meridhai, menghormati dan memuliakannya. Bahkan mungkin mengangkatnya sebagai penguasa atau mengakui kekuasaannya.
Ketika seorang muslim telah menuruti sebagian keinginan dan hawa nafsu orang-orang kafir baik dalam sedikit perkara maupun banyak...ia telah mengalami puncak kekalahan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
" Lalu Allah Ta'ala menjadikan Muhammad shallallahu 'alaihi wa salam di atas syariat yang telah Ia tetapkan. Allah memerintahkan kepadanya untuk mengikuti syariah tersebut dan melarangnya dari mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Termasuk orang-orang yang tidak mengetahui adalah setiap orang yang menyelisihi syariat-Nya. Makna hawa nafsu mereka adalah keinginan mereka, dan tingkah laku (al-hadyu al-dhahir) orang-orang kafir yang merupakan kewajiban dalam ajaran agama batil mereka dengan segala ekornya. Itulah hawa nafsu mereka."

(2)- Kompromi dan melunak (mudahanah) dengan orang-orang kafir
Allah Ta'ala berfirman :

فَلاَ تُطِعِ اْلمُكَذِّبِيْنَ () وَدُّوْا لَوْ تُدْهِنُوْا فَيُدْهِنُوْنَ ()

Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak kepada mereka, lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu). (QS. 68, Al-Qalam :8-9).
Imam Abu Sa'ud dalam tafsirnya 9/13 berkata," Maknanya, tetaplah kamu diatas jalanmu dengan tidak mentaati mereka, dan keraslah dalam memegang prinsip itu. Atau, ayat ini adalah larangan kepada beliau shallallahu 'alaihi wa salam untuk melakukan mudahanah (kompromi) dan mudarah (pura-pura setuju) dengan menampakkan apa yang sebenarnya bertentangan dengan isi hati beliau shallallahu 'alaihi wa salam. Beliau melakukan hal itu dengan tujuan menarik mereka agar masuk Islam, bukan karena mentaati mereka."
Imam Ibnu Bathal rahimahullah menyebutkan bahwa para ulama menafsirkan "mudahanah" dengan makna berinteraksi dengan para pelaku dosa (orang fasiq) dengan menampakkan sikap ridha atas perbuatan mereka, tanpa disertai sikap pengingkaran.
Imam Al-Qurthubi dan qadhi 'Iyadh menyatakan, mudahanah adalah meninggalkan sebagian ajaran agama demi meraih keuntungan duniawi.
Berdasar ayat ini, bila seorang muslim rela melepas sebagian ajaran diennya demi meraih ridha, persetujuan dan keuntungan dari orang-orang kafir, sejatinya ia telah mengalami kekalahan. Keinginan orang-orang kafir adalah kaum muslimin yang berjuang mau menerima tawar menawar dan bersikap kompromis dan kooperatif. Si muslim melepaskan sebagian ajaran diennya, dan sebaliknya si kafir melepaskan sebagian dunianya yang sebenarnya tak ada nilainya menurut kaca mata si kafir. Dengan sikap kooperatif dan kompromi seperti ini, si muslim telah melepaskan prinsip hanya demi meraih secuil keuntungan materi dan duniawi yang tak bernilai.
Betapa banyaknya hal ini terjadi dalam kancah jihad umat Islam. Ketika perjuangan jihad telah berlalu dalam rentang waktu yang lama, dan kemenangan tak kunjung datang, akhirnya jalan tawar menawar, perundingan dan melepaskan sebagian tuntutan (ajaran Islam) dilakukan. Benar, si muslim mendapatkan kedudukan (misalnya, pemerintahan otoritas Palestina). Namun nilainya tak seberapa, masih di bawah kendali musuh dan sebenarnya ia telah membuang akidah dan prinsipnya ke tempat sampah. Inilah kekalahan telak si muslim yang berjuang.

(3)- Cenderung kepada orang-orang kafir
Allah Ta'ala berfirman :

وَ إِنْ كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذًا لاَتَّخَذُوكَ خَلِيلاً {73} وَلَوْلآَ أَن ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلاً {74} إِذًا َّلأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لاَتَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا
Dan sesungguhnya mereka hampir mamalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. ()
Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. ()
kalau terjadi demikian, benar-benarlah, Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami. (QS. 17, Al-Isra' :73-75).
Imam Asy-Syanqithi berkata," …ada pendapat yang menyatakan bahwa makna ayat ini adalah terbetik dalam hati beliau shallallahu 'alaihi wa salam untuk menyetujui sebagian hal yang disenangi oleh orang-orang kafir, untuk menarik mereka masuk Islam, disebabkan oleh keinginan beliau yang sangat kuat agar mereka masuk Islam."
Ayat ini menyebutkan, sedikit kecenderungan dan keinginan untuk menuruti apa yang diinginkan orang-orang musyrik, akan menyebabkan datangnya siksa pedih di dunia dan di akhirat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam. Terlebih lagi, dengan umat beliau.
Ayat ini ditegaskan kembali oleh ayat lain :

وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً.
Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. 18, Al-Kahfi :28)

وَلاَتَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَالَكُم مِّن دُونِ اللهِ مِنْ أَوْلِيَآءَ ثُمَّ لاَتُنصَرُونَ
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkanmu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. (QS. 11, Huud :113).
Imam Qatadah menerangkan makna "cenderung" dalam ayat-ayat ini dengan mengatakan : Jangan mencintai dan mentaati mereka. Imam Ibnu Juraij berkata : Jangan condong kepada mereka. Imam Abul 'Aliyah berkata : Jangan meridahi perbuatan mereka. Imam Ibnu Zaid berkata : artinya adalah mudahanah, yaitu tidak mengingkari kekafiran mereka.
Berbagai pendapat para ulama tafsir ini berdekatan maknanya. Bisa disimpulkan, bahwa cenderung kepada orang yang zalim maksudnya bergaul dengan mereka disertai sikap meridhai perbuatannya. Akan tetapi jika bergaul dengan mereka tanpa meridhai perbuatannya dengan maksud agar mereka kembali kepada kebenaran atau memelihara diri, maka dibolehkan.
Selain mendapat ancaman siksa di dunia dan akhirat, seorang muslim yang cenderung kepada orang kafir juga telah mengalami kekalahan telak, sekalipun barangkali ia menjadi seorang penguasa dan dihormati oleh orang-orang kafir.
Wallahu A'lam bi-Shawab.

[4]- Mengabaikan Pertimbangan Maslahat dan Mafsadah

Banyak kaum muslimin yang mengakui bahwa jihad fi sabilillah merupakan sebuah kewajiban syariat. Mereka juga menyatakan bahwa hukum jihad saat ini adalah fardhu 'ain atas setiap mukalaf yang mampu (seorang muslim, laki-laki, baligh, berakal sehat, sehat fisiknya dan mempunyai kemampuan atau biaya).
Namun mereka tidak setuju dengan pelaksanaan operasi-operasi jihad pada saat ini. Menurut mereka, maslahat menuntut penundaan jihad fi sabilillah sampai suatu masa tertentu nanti. Pelaksanaan jihad pada saat ini, justru menyebabkan mafsadah (kerugian dan kerusakan) yang lebih besar. Para aktivis Islam ditangkap, aktivitas dakwah dan pendidikan dipantau secara ketat, dukungan masyarakat kepada gerakan Islam melemah, umat Islam takut melaksanakan syiar-syiar Islam dan sederet kerusakan lainnya.
Intinya, operasi-operasi jihad justru menghambat perkembangan dakwah, pendidikan dan amal sosial keislaman. Jihad justru membuat dakwah mundur beberapa tahun ke belakang. Kerusakan yang ditimbulkan oleh operasi-operasi jihad justru lebih besar, dari maslahat (kebaikan) yang diraih. Oleh karenanya, operasi-operasi jihad tidak dibenarkan oleh syariat, dan harus dihentikan.

Jawab :
• Islam adalah ajaran Rasul terakhir untuk seluruh umat manusia dan jin, sampai hari kiamat nanti. Sebagai sebuah way of life yang bersifat sempurna, kekal dan berlaku untuk seluruh makhluk, Islam telah menerangkan pokok-pokok seluruh kebutuhan hidup manusia dan jin ; mulai dari urusan WC sampai urusan negara, sejak bangun tidur sampai tidur kembali, urusan di waktu siang maupun malam.
Allah Ta'ala berfirman :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat kalian dan telah Kuridhai Islam sebagai agama kalian..” (QS. Al Maidah :3).

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
" Dan Kami datangkan kamu (Muhammmad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. Al-Nahl :89).
Seorang musyrik bertanya kepada shahabat Salman Al Farisi,”Apakah nabi kalian mengajar kalian sampai masalah adab buang air ?” Shahabat Salman Al Farisi menjawab,” Ya. Beliau melarang kami menghadap kiblat saat buang air besar maupun kecil. Beliau melarang kami beristinja’ (bersuci) dengan batu kurang dari tiga butir, beristinja’ dengan tangan kanan, dan beristinja’ dengan kotoran binatang atau tulang.”

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ (تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِي وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتىَّ يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ).
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda,”Telah kutinggalkan di antara kalian dua hal. Kalian tidak akan pernah tersesat sesudah keduanya, yaitu kitabullah dan sunahku. Keduanya tak akan pernah berpisah sampai datang kepadaku di haudh nanti.”

(قَدْ َتَركْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا سَوَاءٌ لاَ يَزِيْغُ عَنْهَا إِلَّا هَالِكٌ)
“ Aku telah meninggalkan kalian diatas jalan yang terang. Malamnya sama dengan siangnya. Tak ada seorangpun yang menyeleweng dari jalanku kecuali ia akan binasa (tersesat).”
Dari Abu Darda’ bahwasanya Rasulullah bersabda,” Demi Allah. Kalian tetah aku tinggalkan di atas jalan yang putih (terang, lurus). Malamnya bagaikan siangnya.”

عَنْ أَبِي ذَرٍّ ( تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَ سَلَّمَ وَمَا مِنْ َطائِرٍ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلَّا وَهُوَ يَذْكُرُنَا مِنْهُ عِلْمًا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَ سَلَّمَ : مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ إِلَى الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ عَنِ النَّارِ إِلَّا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ).
Abu Dzar berkata,” Rasulullah meninggalkan kami dan tak ada seekor burung yang menggepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau menyebutkan ilmunya kepada kami. Beliau bersabda,” Tak tersisa suatu perkara pun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah diterangkan kepada kalian.”
Shahabat Ibnu Abbas ketika membaca QS. Al Maidah : 3, berkata,” Itulah Islam. Allah memberitahukan kepada nabi-Nya dan kaum mukminin bahwasanya Ia telah menyempurnakan syariat iman, maka mereka tidak membutuhkan lagi tambahan untuk selama-lamanya. Allah telah menyempurnakannya maka Ia tidak akan menguranginya untuk selama-lamanya, Allah telah meridhainya maka Ia tidak akan membencinya selama-lamanya.”

• Syariat Islam ditetapkan oleh Allah Ta'ala, yang mempunyai sifat Maha Sempurna, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, Maha Adil, Maha Mengasihi hamba-Nya . Sebagai sebuah aturan kehidupan yang ditetapkan Allah Ta'ala, syariat Islam menjadi cerminan dari ke-Maha-an Allah Ta'ala. Oleh karenanya, syariat Islam adalah syariat rahmat, keadilan, kebijaksanaan, kebaikan dan pemeliharaan maslahat hamba baik di dunia maupun di akhirat. Allah Ta'ala berfirman :

يَآأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus :57).
Seorang muslim harus meyakini bahwa setiap hal yang disyariatkan Allah kepada hamba-Nya pasti membawa maslahat bagi hamba. Allahlah Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Oleh karenanya, nash syariat tidak akan pernah bertentangan dengan maslahat.
Syaikhul Islam mengatakan :

((اَلْقَوْلُ بِالْمَصَالِحِ الْمُرْسَلَةِ يَشْرَعُ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَهِيَ تُشْبِهُ مِنْ بَعْضِ اْلوُجُوهِ مَسْأَلَةَ اْلاِسْتِحْسَانِ وَالتَحْسِينِ الْعَقْلِي وَالرَّأْيِ وَنَحْوَ ذَلِكَ... وَاْلقَولُ اْلجَامِعُ أَنَّ الشَّرِيعَةَ لاَتُهْمِلُ مَصْلَحَةً قَطٌّ، بَلِ اللهُ تَعَالَى قَدْ أَكْمَلَ لَنَا الدِّينَ وَأَتَمَّ النِّعْمَةَ، فَمَا مِنْ شَيْءٍ يُقَرِّبُ إِلَىاْلجَنَّةِ إِلاَّ وَقَدْ حَدَّثَنَا بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ، وَتَرَكَنَا عَلَى اْلبَيْضَاءِ لَيْلُهَاكَنَهَارِهَا لاَ يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدَهُ إِلاَّ هَالِكٌ، لَكِنَّ مَا اعْتَقَدَهُ الْعَقْلُ مَصْلَحَةً وَإِنْ كَانَ الشَّرْعُ لَمْ يَرِدْ بِهِ فَأَحَدُ اْلأَمْرَينِ لاَزِمٌ لَهُ : إِمَّا أَنَّ الشَّرْعَ دَلَّ عَلَيهِ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَعْلَمْ هَذَا النَّاظِرُ، أَوْ أَنَّهُ لَيْسَ بِمَصْلَحَةٍ وَإِنْ اِعْتَقَدَهُ مَصْلَحَةً, ِلأَنَّ اْلمَصْلَحَةَ هِيَ اْلمَنْفَعَةُ اْلحَاصِلَةُ أَوِ اْلغَالِبَةُ، وَكَثِيراً مَا يَتَوَهَّمُ النَّاسُ أَنَّ الشَّيْءَ يَنْفَعُ في الدِّينِ وَالدُّنْيَا وَيَكُونُ فِيْهِ مَنْفَعَةٌ مَرْجُوحَةٌ بِالْمَضَرَّةِ، كَماَ قَالَ تَعَالَى فِي اْلخَمْرِ وَاْلمَيْسِرِ: (قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا))

" …Kesimpulannya, syariah tidak pernah mengabaikan satu maslahat-pun. Bahkan Allah Ta'ala telah menyempurnakan dien dan menggenapkan nikmat. Tidak ada satu halpun yang mendekatkan ke surga, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa salam telah memberitahukannya kepada kita. Beliau meninggalkan kita di atas jalan yang terang, malamnya bak siang, tiada seorangpun yang menyeleweng darinya kecuali pasti akan binasa. Apa yang diyakini oleh akal sebagai sebuah maslahat, sementara syariat tidak menyebutkannya, tidak lepas dari salah satu dari dua kemungkinan :
Pertama. Syariat telah menunjukkan maslahat tersebut, namun orang ini tidak menyadarinya.
Kedua. Perkara tersebut bukan sebuah maslahat, sekalipun orang ini menganggapnya sebagai sebuah maslahat.
Karena yang disebut maslahat adalah manfaat yang telah teraih atau manfaat yang lebih dominan (dari kerusakannya). Dalam hal ini, seringkali manusia menganggap sebuah perkara membawa manfaat untuk agama dan dunia, padahal sebenarnya manfaatnya dikalahkan oleh bahaya (kerusakannya). Sebagimana firman Allah tentang minuman keras dan perjudian : Katakanlah (wahai Muhammad), di dalam kedua perkara itu ada dosa dan manfaat bagi manusia. Namun dosanya lebih besar dari manfaatnya."

• Dalam menerapkan dan melaksanakan nash-nash syariat, kita memang harus mempertimbangkan aspek maslahat dan mafsadat yang ditimbulkan. Namun, pertimbangan maslahat dan mafsadat tersebut juga harus dibangun di atas landasan dalil-dalil syar'i, bukan berdasar penapat pribadi, kemauan dan hawa nafsu. Syaikhul Islam mengatakan ;

إِذَا تَعَارَضَتِ اْلمَصَالِحُ وَالْمَفَاسِدُ وَالْحَسَنَاتُ وَالسَّيِّئَاتُ أَوْ تَزَاحَمَتْ، فَإِنَّهُ يَجِبُ تَرْجِيحُ الرَّاجِحِ مِنْهَا فِيمَا إِذَا اْزدَحَمَتِ اْلمَصَالِحُ وَالْمَفَاسِدُ، وَتَعَارَضَتِ اْلمَصَالِحُ وَالْمَفَاسِدُ. فَإِنَّ اْلأَمْرَ وَالنَّهْيَ وَإِنْ كَانَ مُتَضَمِّنًا لِتَحْصِيلِ مَصْلَحَةٍ وَدَفْعِ مَفْسَدَةٍ فَيُنْظَرُ فِي اْلمُعَارِضِ لَهُ، فَإِنْ كَانَ الَّذِي يَفُوتُ مِنَ اْلمَصَالِحِ أَوْ يَحْصُلُ مِنَ اْلمَفَاسِدِ أَكْثَرُ، لَمْ يَكُنْ مَأْمُورًا بِهِ، بَلْ يَكُونُ مُحَرَّماً إِذَا كَانَتْ مَفْسَدَتُهُ أَكْثَرَ مِنْ مَصْلَحَتِهِ لَكِنْ اِعْتِبَارُ مَقَادِيرِ اْلمَصَالِحِ وَالْمَفَاسِدِ هُوَ بِمِيزَانِ الشَّرِيعَةِ، فَمَتَى قَدَرَ اْلإِنْسَانُ عَلىَ اِتَّبَاعِ النُّصُوصِ لَمْ يَعْدِلْ عَنْهَا، وَإِلاَّ اِجْتَهَدَ رَأْيَهُ لِمَعْرِفَةِ اْلأَشْبَاهِ وَالنَّظَائِرِ.

" Jika terjadi kontradiksi atau campur baur antara beberapa maslahat dan beberapa kerusakan, beberapa kebaikan dan beberapa keburukan, wajib diadakan tarjih (menentukan yang lebih besar dan dominan). Sekalipun perintah dan larangan (syariat) mengandung pencapaian maslahat dan penolakan mafsadah, namun perlu dilihat juga kebalikannya. Jika maslahat yang lepas lebih besar, atau mafsadah yang terjadi lebih besar, maka saat itu (perintah syariat) tersebut tidak diperintahkan, bahkan diharamkan apabila mafsadahnya lebih besar dari maslahatnya.
Namun pertimbangan kadar maslahat dan mafsadat adalah dengan parameter (tolok ukur) syariat. Kapan seseorang mampu untuk mengikuti nash-nash syariat, ia tidak boleh keluar darinya. Jika tidak mampu mengikuti nash, maka ia harus berijtihad untuk mengetahui hal-hal yang semisal dan serupa dengan perintah yang harus dikerjakan tersebut."
Jadi, perkiraan dan pertimbangan maslahat harus berdasar syariat. Tidak setiap hal yang dianggap oleh manusia sebagai sebuah maslahat, benar-benar sebuah maslahat menurut tinjauan syariat. Syaikhul Islam mengatakan :

((وَكَثِيرٌ مِمَّا ابْتَدَعَهُ النَّاسُ مِنَ الْعَقَائِدِ وَاْلأَعْمَالِ مِنْ بِدَعِ أَهْلِ اْلكَلاَمِ وَأَهْلِالتَّصَوُّفِ وَأَهْلِ الرَّأْيِ وَأَهْلِ اْلمُلْكِ حَسِبُوهُ مَنْفَعَةً أَوْ مَصْلَحَةً نَافِعاً وَحَقاً وَصَوَاباً، وَلَمْ يَكُنْ كَذَالِكَ، بَلْ كَثِيرٌ مِنَ اْلخَارِجِينَ عَنِ ْالإِسْلاَمِ مِنَ اْليَهُودِ وَالنَّصَارَى وَالْمُشْرِكِينَ وَالصَّابِئِينَ وَاْلمَجُوسِ يَحْسِبُ كَثِيرٌ مِنْهُمْ أَنَّ مَا هُمْ عَلَيهِ مِنَ اْلاِعْتِقَادَاتِ وَاْلمُعَامَلاَت ِِوَاْلعِبَادَاتِ مَصْلَحَةٌ لَهُمْ فِي الدِّينِ وَالدُّنْيَا وَمَنْفَعَةٌ لَهُمْ فَقَدْ (ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسِبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعاً ) وَقَدْ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ عَمَلِهِمْ فَرَأَوهُ حَسَناً.))
" Banyak bid'ah dalam akidah maupun amalan (ibadah) yang diada-adakan oleh para ahli kalam (teolog, filosof), kaum sufi, ahlu ra'yi (kaum rasionalis), dan penguasa. Mereka menganggapnya sebagai sebuah manfa'at, atau maslahat, bermanfaat, baik dan benar. Padahal sebenarnya tidak demikian. Bahkan kebanyakan orang-orang yang berada di luar Islam ; kaum Yahudi, Nasrani, musyrikin, Shabi'in dan Majusi; beranggapan bahwa akidah, mu'amalah dan ibadah mereka adalah sebuah maslahat dan manfaat bagi mereka, baik dalam agama maupun dunia. Mereka itu (orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. QS. Al-Kahfi :104). Keburukan amal mereka telah dinampakkan indah, sehingga mereka menganggapnya sebagai sebuah kebaikan."

• Bila telah disepakati bahwa syariat hadir untuk merealisasikan maslahat hamba di dunia dan di akhirat, dan pertimbangan maslahat dan mafsadah dalam melaksanakan sebuah perintah atau larangan syariat harus berdasar timbangan syariat (nash-nash Al-Qur'an, as-sunah atau ijma'). Maka harus dipahami, bahwa menunda sebuah perintah atau larangan syariah (misalnya, perintah jihad) dengan alasan akan menyebabkan lepasnya maslahat yang lebih besar (misalnya, klaim kemunduran dakwah) atau mendatangkan mafsadah yang lebih besar (misalnya, klaim penangkapan para aktivis, putra-putra terbaik umat Islam), adalah termasuk dalam bab "maslahat mursalah".
Menurut syariat, maslahat dibagi menjadi tiga :
1- Maslahat Mu'tabarah : Yaitu maslahat yang keberadaannya diakui dan ditegaskan oleh nash-nah syar'i atau ijma'. Para ulama sepakat, maslahat jenis ini wajib diterima.
2- Maslahat Mulghah : Yaitu apa yang dianggap oleh manusia sebagai sebuah maslahat, namun nash-nash syar'i atau ijma' menyatakannya sebagai sebuah mafsadah. Para ulama sepakat, maslahat jenis ini wajib ditolak.
3- Maslahat Mursalah : Yaitu apa yang dianggap oleh manusia sebagai sebuah maslahat, namun nash-nash syariat atau ijma' membiarkannya, tidak menyebutkan sebagai sebuah maslahat atau mafsadah.
Sebagian ulama menamakannya dengan istilah istihsan, istidlal wal jawab, al-tahsin al-'aqli, al-ra'yu atau adz-dzauq al-shufi. Karena syariat Islam datang untuk merealisasikan maslahat dan menolak mafsadah, ada dan tidaknya maslahat mursalah ini menjadi ajang perdebatan panjang para ulama ushul. Mereka terpecah dalam beberapa pendapat :
a- Mayoritas ulama berpendapat ; sama sekali tidak boleh menetapkan hukum atau berdalil dengan maslahat mursalah.
b- Imam Malik berpendapat : boleh mempergunakan maslahat mursalah secara mutlak (bebas). Demikian menurut keterangan imam al-haramain Al-Juwaini. Namun pernyataan imam Al-Juwaini ini dibantah oleh imam Al-Qurthubi, karena setelah diteliti dalam buku-buku imam Malik atau murid-muridnya, tidak didapati penegasan imam Malik atas bolehnya menggunakan maslahat mursalah secara bebas. Yang ada, Imam Malik lebih banyak mempergunakan maslahat mursalah dibanding para ulama lain. Menurut Imam Al-Amidi, maksud imam Malik adalah kebolehan berdalil dengan maslahat secara bebas, bila maslahat tersebut bersifat dharuriyah, qath'iyah dan kulliyah.
c- Imam Syafi'i dan sebagian besar murid imam Abu Hanifah berpendapat : boleh menetapkan hukum berdasar maslahat mursalah, dengan syarat maslahat tersebut mempunyai kesesuaian dengan maslahat mu'tabarah.
d- Imam Al-Ghazali, Al-Amidi, Al-Baidhawi, Al-Qurthubi dan Al-Syaukani berpendapat : boleh menetapkan hukum dengan maslahat mursalah selama memenuhi tiga syarat. Bila salah satu atau lebih syarat tidak terpenuhi, maka tidak boleh berdalil dengan maslahat mursalah. Ketiga syarat tersebut adalah :
 Maslahat tersebut bersifat Dharuriyah : artinya, benar-benar merealisasikan tujuan syariat untuk menjaga kemaslahatan lima perkara pokok, yaitu dien, nyawa, akal, kehormatan (nasab) dan harta. Urut-urutan prioritas penjagaan kelima hal pokok ini adalah : agama, lalu nyawa, lalu akal, lalu kehormatan dan terakhir harta. Penjagaan terhadap maslahat agama, misalnya, harus didahulukan atas maslahat nyawa Maslahat nyawa, harus didahulukan atas maslahat akal. Dan seterusnya.
 Maslahat tersebut bersifat Kulliyah (menyeluruh): artinya, maslahat tersebut mencakup kepentingan seluruh atau mayoritas kaum muslimin.
 Maslahat tersebut bersifat Qath'iyah (pasti) : artinya, benar-benar bisa terealisasi, bukan sekedar angan-angan. Untuk itu, maslahat tersebut tidak boleh bertentangan dengan nash-nash syar'I, ijma' atau qiyas shahih (qiyas yang benar).
Maslahat mursalah menjadi polemik di kalangan ulama, mengingat menerima dan mempraktekkan maslahat mursalah ---secara tidak langsung, terkesan--- berarti menganggap Allah sebagai pembuat syariat Islam tidak mengetahui atau melupakan sebagian perkara yang membawa maslahat bagi hamba. Tentu saja, hal ini menjadi sebuah pendapat yang "sensitif" dan sangat "berbahaya".
Maslahat mursalah, banyak berpijak kepada pandangan dan penilaian akal. Padahal, setiap ulama tentu mempunyai perbedaan pandangan ; apa yang dianggap oleh seorang ulama sebagai sebuah maslahat, ulama lain mungkin memandangnya sebagai sebuah mafsadah, atau sebaliknya. Jika jumlah ulama adalah ribuan, secara otomatis akan terdapat banyak pendapat ---mungkin ribuan ---. Karenanya, sebagian ulama menyebutnya sebagai "menetapkan syariat dengan akal semata."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :

(وَهَذَا فَصْلٌ عَظِيمٌ يَنْبَغِي ْالاِهْتِمَامُ بِهِ, فَإِنَّ مِنْ جِهَتِهِ حَصَلَ فِي الدِّينِ اِضْطِرَابٌ عَظِيمٌ، وَكَثِيرٌ مِنَ ْالأُمَرَاءِ وَالْعُلَمَاءِ وَاْلعُبَّادِ رَأَوْا مَصَالِحَ فَاسْتَعْمَلُوهَا بِنَاءً عَلَى هَذَا ْالأَصْلِ. وَقَدْ يَكُونُ مِنْهَا مَا هُوَ مَحْظُورٌ فِي الشَّرْعِ وَلَمْ يَعْلَمُوهُ وَرُبَّمَا قَدَّمَ فِي اْلمَصَالِحِ اْلمُرْسَلَةِ كَلاَماً بِخِلاَفِ ِالنُّصُوصِ، وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ مَنْ أَهْمَلَ مَصَالِحَ يَجِبُ اِعْتِبَارُهَا شَرْعاً بِنَاءً عَلَى أَنَّ الشَّرْعَ لَمْ يَرِدْ بِهَا فَفَوَّتَ وَاجِبَاتٍ وَمُسْتَحَبَّاتٍ…) أ هـ.

" Permasalahan ini merupakan sebuah permasalahan yang besar dan harus diperhatikan secara seksama, karena darinya terjadi kegoncangan yang besar dalam agama. Banyak para penguasa, ulama dan ahli ibadah yang menganggap sebuah perbuatan sebagai maslahat, lantas mereka pakai dengan dasar permasalahan (maslahat mursalah) ini.
Padahal, terkadang darinya terdapat perbuatan yang dilarang oleh syariat, sementara mereka tidak mengetahuinya. Bisa jadi, dalam mempergunakan maslahat mursalah, mereka mendahulukan sebuah pendapat yang berlawanan dengan nash-nash syariat. Banyak di antara mereka yang mengabaikan maslahat-maslahat yang diakui oleh syariat, dengan dalih syariat tidak menyebutkannya. Akibat tindakan ini, mereka melepaskan banyak perkara-perkara yang wajib dan sunnah."
Beliau juga menyatakan :

(لاَ يَجُوزُ إِثْبَاتُ اْلأَحْكَامِ بِمُجُرَّدِ ْالاِسْتِحْسَانِ وَاْلاِسْتِصْلاَحِ، فَإنَّ ذَلِكَ شَرْعٌ لِلدِّينِ بِالرَّأْيِ وَذَلِكَ حَرَامٌ، لِقَولِهِ تَعَالَى: (أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ)
" Tidak boleh menetapkan hukum dengan berlandaskan kepada istihsan (menganggap sebuah perkara itu baik) dan istishlah (maslahat mursalah, menganggap sebuah perkara itu maslahat) semata, karena hal itu merupakan tindakan menetapkan hukum dalam agama berdasar akal (rasio). Tindakan ini adalah haram, berdasar firman Allah Ta'ala (Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang menetapkan ajaran agama tanpa seizin Allah ?)."
Bila hal ini dibiarkan, pasti akan menimbulkan kerawanan dan kekacauan. Oleh karenanya, perlu dibuat kaedah-kaedah maslahat mursalah yang disepakati oleh seluruh atau mayoritas pihak. Dari berbagai pendapat ulama ushul, para ulama peneliti menyimpulkan bahwa maslahat mursalah bisa dipakai bila memenuhi beberapa persyaratan :
• Maslahat tersebut bersifat dharuriyah.
• Maslahat tersebut bersifat qath'iyah.
• Maslahat tersebut bersifat kulliyah.
• Maslahat tersebut tidak menyebabkan lepas atau hilangnya maslahat mu'tabarah lain yang sebanding atau lebih besar.
• Maslahat tersebut tidak mendatangkan mafsadah lain yang sebanding atau lebih besar.
Dengan adanya beberapa persyaratan ini, klaim-klaim maslahat mursalah akan bisa diukur dan dinilai dengan tepat. Akhirnya, seorang ulama ---apalagi bukan ulama--- tidak akan sembarangan menetapkan sebuah hukum berdasar pendapat pribadi, kemauan dan hawa nafsunya, dengan mengatas namakan maslahat mursalah.

***

Sekarang, mari dikaji bersama klaim bahwa mafsadah operasi-operasi jihad saat ini justru lebih besar dari manfaatnya. Menimbang antara maslahat dan mafsadah mempunyai beberapa kaedah yang telah ditetapkan oleh syariat. Di antara kaedah-kaedah tersebut adalah :

1- اَلْمَفْسَدَةُ الَّتِي ثَبَتَ اْلحُكْمُ مَعَ وُجُودِهَا بِدَلِيْلٍ (مِنْ نَصٍّ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْ إِجْمَاعٍ أَوْ قِيَاسٍ) غَيْرُ مُعْتَبَرَةٍ.
(1)- Bila sebuah hukum telah ditetapkan berdasar dalil (nash Al-Qur'an atau as-sunah, sunah taqrir, ijma' atau qiyas), adanya mafsadah dalam hukum tersebut tidak diperhitungkan dan harus diabaikan.
Kaedah ini mementahkan pendapat sebagian pihak yang menyatakan jihad membawa mafsadah yang lebih besar, jihad menyebabkan kehilangan banyak tenaga da'i dan obyek dakwah, jihad mempersempit ruang gerak dakwah, dan seterusnya.
Mafsadah seperti ini sudah ada sejak zaman Nubuwah, saat jihad pertama kali disyariatkan. Meski demikian, jihad tetap disyariatkan dan dijalankan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Beliau juga memberangkatkan para sahabat tanpa membeda-bedakan "ini da'i, ini ulama, ini pebisnis, ini obyek binaan dakwah, dan seterusnya".
Di antara para syuhada' Uhud terdapat da'i pertama Islam di Madinah, Mush'ab bin Umair. Dalam beberapa peperangan, para pemimpin senior (qiyadah) sahabat yang diangkat dalam Baiat 'Aqabah Kedua banyak yang terbunuh, seperti Usaid bin Hudhair, Sa'ad bin Rabi', Abdullah bin Rawahah, Sa'ad bin Mu'adz dan seterusnya. Dalam perang Yamamah, puluhan dan bahkan ratusan ulama sahabat penghafal Al-Qur'an terbunuh.
Meski terdapat mafsadah yang cukup besar, dalil-dalil Al-Qur'an, As-Sunah dan ijma' tetap menetapkan perintah jihad, tanpa mempertimbangkan terbunuhnya "putra-putra terbaik pergerakan Islam", "terbunuhnya para pemimpin, ulama dan da'i". Bahkan mafsadah-mafsadah ini dibantah oleh banyak ayat dan hadits, seperti :

قُل لَّوْ كُنتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ
"…Katakanlah:"Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh." (QS. Ali Imran :154).

الَّذِينَ قَالُوا لإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا قُلْ فَادْرَءُوا عَنْ أَنفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
" Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang:"Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh". Katakanlah:"Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar." (QS. Ali Imran : 168).
Kaedah ini juga mementahkan klaim sebagian pihak bahwa operasi-operasi jihad saat ini memancing reaksi musuh untuk memberikan balasan yang lebih keras. Mafsadah ini juga sudah ada sejak zaman nubuwah. Nabi shallallahu 'alaihi wa salam memulai aksi-aksi penghadangan terhadap kekuatan ekonomi Quraisy, sehingga kaum Quraisy membalas dengan mengirim pasukan ke Badar dan Uhud.
Kaedah ini juga mementahkan klaim sebagian pihak, bahwa operasi-operasi jihad menyebabkan kekacauan, ketidak stabilan politik dan keamanan, tekanan kepada para aktivis Islam dan gerakan-gerakan dakwah, tarbiyah serta amal-amal sosial Islam. Sahabat Abu Bakar radiyallahu 'anhu tetap memberangkatkan pasukan Usamah bin Zaid. Pun memberangkatkan sebelas pasukan untuk memerangi para pengikut nabi palsu dan orang-orang yang menolak membayar zakat. Padahal, pengiriman pasukan saat itu sangat tidak relevan dengan kondisi keamanan Madinah yang sangat kritis dan di ujung tanduk. Seluruh penduduk Jazirah Arab telah murtad (selain penduduk Makkah, Madinah, dan Bahrain). Kaum arab badui sekitar Madinah juga menunggu-nunggu momentum yang tepat untuk melakukan serangan mematikan. Dalam kondisi kritis tersebut, sahabat Abu Bakar menyatakan," Demi Allah, seandainya anjing-anjing mengoyak pakaian yang dikenakan para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa salam, saya tetap akan memberangkatkan pasukan."
Pemberangkatan pasukan Usamah adalah berdasar perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa salam sebelum wafat, sedang pemberangkatan 11 pasukan melawan kaum murtad adalah untuk menjaga keutuhan tauhid, sholat dan zakat. Benar, mafsadah yang ditimbulkan oleh pemberangkatan pasukan adalah besar. Namun karena nash-nash syar'i telah memerintahkan untuk memberangkatkan pasukan, jihadpun dilaksanakan dan mafsadah diabaikan. Dan ternyata, perintah syariat senantiasa membawa maslahat bagi hamba-Nya.

2- َاْلمَفْسَدَةُ الَّتِي تُلْغِي الْحُكْمَ ، هِيَ اْلخَارِجَةُ عَنِ الْمُعْتَادِ فِي مِثْلِهِ ، الزَّائِدَةُ عَنِ اْلمَفْسَدَةِ اللاَّزِمَةِ ِلأَصْلِهِ.
[2]- Mafsadah yang bisa menggugurkan sebuah hukum, adalah mafsadah yang sudah di luar batas kewajaran dari hukum yang semisal dengannya.
Sebagian hukum syariat memang mengandung bahaya. Bila bahaya tersebut masih dalam batas kewajaran dalam hukum semisal dengannya, maka hukum tetap dijalankan. Adapun bila sudah berada di luar batas kewajaran dalam hukum yang semisal dengannya, maka hukum tersebut boleh ditinggalkan atau ditunda karena adanya bahaya tersebut.
Contoh : amar makruf nahi munkar adalah sebuah ibadah dan hukum syariat yang mengandung unsur bahaya dan resiko. Bila resiko yang ditimbulkan oleh amar ma'ruf nahi munkar adalah dipukuli, diejek atau dibenci pelaku kemungkaran, maka perintah amar ma'ruf nahi munkar harus tetap dijalankan karena resiko seperti ini masih dalam taraf wajar untuk sebuah hukum seperti amar ma'ruf nahi munkar. Bila resiko yang ditimbulkan adalah pembunuhan atau pemenjaraan, maka amar ma'ruf nahi munkar boleh ditinggalkan atau ditunda, karena resiko ini sudah diluar batas kewajaran.
Berbeda dengan jihad. Sejak awal, jihad yang berarti perang memang beresiko sangat tinggi ; hancurnya harta benda, terbunuh, tertawan, mendapat balasan musuh. Jika dengan adanya resiko ini jihad harus ditinggalkan, tentu saja tidak benar karena semua resiko ini adalah sifat yang melekat erat dengan jihad, sebuah mafsadah yang tidak bisa dipisahkan dari jihad. Dengan kata lain, terbunuh, tertawan, mendapat balasan keras dari musuh adalah resiko dan mafsadah yang masih dalam taraf kewajaran sehingga tidak bisa dijadikan alasan untuk menggugurkan atau menunda hukum jihad.
Kaedah ini juga berlaku untuk hukum-hukum lain. Contoh : Zakat harta. Banyaknya harta yang harus dibayarkan sebagai zakat (20 %, misalnya), tidak bisa menggugurkan atau menunda pembayaran zakat. Sebaliknya, sekalipun seorang muslim adalah seorang milyader, namun bila untuk sekedar berwudhu ia harus membayar harga yang lebih dari satu mitsl, ia boleh bertayamum karena pengeluaran biaya air untuk wudhu ini sudah di luar batas kewajaran orang berwudhu.

3- اَلْمَفْسَدَةُ الَّتِي يُفْضِي اِعْتِبَارُهَا إِلَى تَعْطِيلِ شَعِيْرَةٍ مِنْ شَعَائِرِ الدِّينِ لاَغِيَةٌ.
3- Bila memperhitungkan sebuah mafsadah mengakibatkan penihilan sebuah kewajiban syariat, mafsadah tersebut harus diabaikan.
Adanya sebuah mafsadah yang besar terkadang bisa menjadi alasan untuk menihilkan atau menunda sebuah kewajiban syar'i selama waktu tertentu yang tidak terlalu lama, atau untuk sebuah tempat tertentu.
Namun bila adanya mafsadah dijadikan alasan untuk menihilkan hukum asal kewajiban syar'i tersebut, tentu saja tidak bisa diterima. Adanya sebagian kaum muslimin yang terbunuh atau tertawan, mungkin bisa dijadikan alasan untuk menunda jihad sampai beberapa waktu. Namun bila dijadikan alasan untuk meniadakan jihad sama sekali, tentu tidak benar.

4- اَلضَّرَرُ اْلخَاصُ يُحْتَمَلُ لِدَفْعِ الضَّرَرِ اْلعَامِ.
4- Menangung bahaya yang menimpa sebagian kecil kaum muslimin demi menolak bahaya yang akan menimpa mayoritas kaum muslimin.
Contoh ; menyerang musuh yang menjadikan sebagian kaum muslimin sebagai perisai hidup ---sekalipun berakibat kaum muslimin tersebut terbunuh secara tidak sengaja---, demi mencegah kemenangan pasukan musuh atas kaum muslimin, yang akan membawa resiko ganda ; membunuh atau menjajah kaum muslimin yang dijadikan perisai dan kaum muslimin lainnya.
Begitu juga, menanggung resiko rasa takut, lapar, kekurangan harta, personal dan buah-buahan di sebuah daerah dari negeri Islam, demi menolak resiko serupa atas seluruh kaum muslimin yang lain di seantero dunia.

5- اَلنَّاظِرُ فِي الْمَصَالِحِ وَالْمَفَاسِدِ فِي أَمْرٍ يَكُونُ نَظَرُهُ فِيهِ لِكُلِّ مَنْ يَنَالُهُ هَذَا ْالأَمْرُ مِنَ اْلمُسْلِمِينَ.
5- Memandang maslahat dan mafsadah harus mencakup keseluruhan kaum muslimin yang mungkin akan ikut merasakan maslahat atau mafsadah tersebut.
Kaedah ini membantah sebagian pihak yang menimbang maslahat dan mafsadah jihad hanya sebatas wilayah tertentu atau organisasi Islam tertentu, tanpa mengkaji maslahat dan mafsadat yang akan dirasakan oleh seluruh atau mayoritas kaum muslimin di seantero dunia lainnya.
Operasi-operasi jihad telah menimbulkan teraihnya maslahat syar'i, berupa kerugian di pihak musuh yang akan menghalangi mereka untuk melakukan invasi ke negeri-negeri kaum muslimin. Semakin luas medan perang yang dibuat oleh mujahidin, kerugian di pihak musuh akan semakin besar. Karena rasa takut dan kewaspadaan musuh juga harus semakin luas, biaya peperangan juga semakin besar dan meluas, dugaan mereka akan adanya operasi-operasi di setiap negeri kaum muslimin yang mereka khawatirkan, dan gangguan (atau bahkan penihilan) terhadap kepentingan-kepentingan politik-ekonomi mereka di seantero dunia.
Inilah strategi "Front Jihad Internasional" melawan koalisi pasukan salibis-zionis-paganis-komunis internasional pimpinan AS. Memperluas medan jihad dengan memukul seluruh kepentingan strategis musuh di seluruh penjuru dunia.
Sebagian kaum muslimin bersikap "egois", hanya mempertimbangkan maslahat wilayah atau organisasinya semata, tanpa memperhatikan nasib kaum muslimin di negeri-negeri lainnya. Mereka lupa, kemenangan musuh di sebuah negeri kaum muslimin akan memperkuat kekuatan musuh, dan selanjutnya musuh akan memukul "wilayah dan organisasi"nya pula.
Dengan dibukanya fornt di seantero dunia, konsentrasi dan kekuatan musuh akan terpecah di seluruh dunia, dan biaya perang akan semakin besar. Ini akan menyebabkan kerugian dan kelemahan musuh secara pelan-pelan. Akibat lainnya, pusat-pusat kepentingan politik dan ekonomi musuh di seantero negeri-negeri kaum muslimin akan terganggu, dan ini jelas semakin melemahkan musuh.

6- تَرْكُ أُصُولِ الدِّينِ وَوُقُوعُ الشِّرْكِ أَعْظَمُ اْلمَفَاسِدِ عَلَى ْالإِطْلاَقِ.
6- Mafsadah terbesar di sepanjang waktu dan tempat adalah diabaikannya ajaran-ajaran dien (tauhid) dan terjadinya kesyirikan.
Dalam kisah Ghulam dan ashabul ukhdud, maslahat material apa yang diraih oleh ghulam ? Banyaknya pengikut ? Bukankah mereka semua juga ikut dibakar hidup-hidup ? Bukankah yang tersisa hanyalah raja kafir dan bala tentaranya yang kafir, sehingga bebas menegakkan kekafiran mereka lagi ? Maslahat terbesar yang diraih adalah tegaknya tauhid, tumbangnya kesyirikan dan matinya pengikut kebenaran di atas Islam.
Operasi-operasi jihad saat ini mungkin belum menampakkan maslahat material yang berarti. Namun, maslahat spiritual jelas telah nampak terang. Perealisasiaan tauhid uluhiyah, praktek wala' dan bara', terpisahnya jalan tentara tauhid dan tentara syirik, terpisahnya kaum beriman dan munafikun, penolakan terang-terangan dengan kekuatan terhadap kekufuran internasional (sistem politik demokrasi, sistem ekonomi kapiltalis, tatanan dunia baru, globalisasi, pasar bebas) dan beberapa maslahat raksasa lainnya ---menurut kaca mata syariat---.
Banyak di antara bentuk maslahat ini yang sama sekali tidak bisa diraih secara besar-besaran dan terang-terangan melalui berbagai amal Islami lainnya, semisal dakwah, tarbiyah, aktivitas politik parlementer maupun non parlementer, dan amal-amal sosial keislaman lainnya. Sekalipun menghasilkan maslahat ini, gaungnya sangat kecil, terbatas dalam sekup organisasi dan pengikut semata. Bila dibandingkan dengan operasi-operasi jihad yang telah mengangkat maslahat tersebut ke taraf panggung internasional, tentu hasil dakwah dan tarbiyah relatif jauh lebih kecil.
Tidak heran, bila para pemimpin kafir menuduh mujahidin sebagai kaum Wahhabi, produk lembaga pembelajaran dan pendidikan Islam yang mengajarkan kebencian kepada non muslim. Gaung wala' dan bara' sebagai sebuah hasil tarbiyah atau dakwah yang hanya memenuhi otak, tentu lebih kecil dari gaung wala' dan bara' yang terwujud dalam operasi-operasi jihad yang menggoyang kemapanan kaum kafir.
Dengan kaedah ini, tentu tidak wajar bila operasi-operasi jihad dinyatakan membawa mafsadat lebih besar karena menyebabkan terbunuh atau tertangkapnya sebagian kaum muslimin. Kenapa mafsadah kekafiran dan kemesuman yang dipaksakan oleh invasi koalisi pasukan salibis tidak dianggap sebagai mafsadah yang lebih besar ?

7- تَقْدِيرُ اْلمَفْسَدَةِ فِي أَمْرٍ ، يَكُونُ ِلأَهْلِ اْلعِلْمِ الشَّرْعيِّ وَاْلمَعْرِفَةِ الدُّنْيَوِيِّةِ بِهِ.
7- Penilaian kadar maslahat dan mafsadah sebuah urusan, diserahkan kepada para ulama yang memahami urusan dunia.
Seperti masalah-masalah fiqih lainnya, menilai kasus-kasus operasi jihad juga harus dengan memadukan dua ilmu : ilmu syar'i (ma'rifatu nash) dan ilmu tentang realita peperangan (ma'rifatul waqi'). Bila salah satu ilmu ini tidak ada, bisa dipastikan penilaian yang disimpulkan akan keliru.
Imam Ibnu Qayyim berkata :

وَلاَ يَتَمَكَّنُ اْلمُفْتِي وَلاَ اْلحَاكِمُ مِنَ اْلفَتْوَى وَلاَ اْلحُكْمِ بِالْحَقِّ إِلاَّ بِنَوْعَيْنِ مِنَ اْلفَهْمِ ، أَحَدُهُمَا : فَهْمُ اْلوَاقِعِ وَاْلفِقْهُ فِيْهِ وَاسْتِنْبَاطُ عِلْمِ حَقِيْقَةِ مَا وَقَعَ بِالْقَرَائِنِ وَاْلأَمَارَاتِ وَالْعَلاَمَاتِ حَتَّى يُحِيطَ بِهِ عِلْماً ، وَالنَّوْعُ الثَّانِي : فَهْمُ ْالوَاجِبِ فِي اْلوَاِقعِ وَهُوَ فَهْمُ حُكْمِ اللهِ الَّذِي حَكَمَ بِهِ فِي كِتَابِهِ أَوْ عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ فِي هَذَا الْوَاقِعِ ، ثُمَّ يُطَبِّقُ أَحَدَهُمَا عَلَى اْلآخَرِ.
" Seorang mufti dan seorang hakim (penguasa, qadhi) tidak akan bisa berfatwa dan memutuskan perkara dengan kebenaran, kecuali bila memadukan dua pemahaman (fiqih). Pertama : memahami dan mengerti betul waqi' (realita), serta menyimpulkan ilmu tentang hakekat realita yang ada dengan qarinah, amarah dan 'alamat (bukti-bukti dan data-data) sehingga ilmunya meliputi realita. Kedua : memahami apa yang wajib (kewajiban syariat) atas realita, yaitu memahami hukum Allah yang ditetapkan dalam kitab-Nya atau melalui lesan Rasul-Nya atas realita tersebut. Baru kemudian menerapkan yang satu (hukum syariat, pent) atas yang lain (realita)."
Inilah ajaran Islam yang diamalkan oleh para salaf. Karenanya, ketika syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang hukum memerangi pasukan Tartar, beliau menjawab :

نَعَمْ . يَجِبُ قِتَالُ هَؤُلاَءِ بِكِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ وَاتِّفَاقِ أَئِمَّةِ اْلمُسْلِمِينَ ، وَهَذَا مَبْنِيٌّ عَلَى أَصْلَيْنِ : أَحَدِهِمَا ْالمَعْرِفَةُ بِحَالِهِمْ، وَالثَّانِي مَعْرِفَةُ حُكْمِ اللهِ فِي مِثْلِهِمْ
" Ya, wajib memerangi mereka berdasar kitabullah, sunah Rasul-Nya dan kesepakatan para ulama Islam. Hukum ini dibangun diatas dua dasar : Pertama. Mengetahui realita mereka (pasukan Tartar). Kedua. Mengetahui hukum Allah atas orang-orang seperti mereka."
Demikianlah ilmu, fiqih, pemahaman dan pengamalan para salaf. Fiqhul waqi' atau ma'rifatu an-nas (memahami realita masyarakat) ini, dalam istilah ushul fiqih disebut dengan Tahqiqul Manath. Imam Asy-Syathibi berkata :

لاَ يَصِحُّ لِلْعَالِمِ إِذَا سُئِلَ عَنْ أَمْرٍ كَيْفَ يَحْصُلُ فِي اْلوَاقِعِ إِلاَّ أَنْ يُجِيبَ بِحَسْبِ الْوَاقِعِ ، فَإِنْ أَجَابَ عَلَى غَيْـرِ ذَلِكَ أَخْطَأَ فِي عَدَمِ اِعْتِبَارِ اْلمَنَاطِ اْلمَسْئُولِ عَنْ حُكْمِهِ، ِلأَنَّهُ سُئِلَ عَنْ مَنَاطٍ مُعَيَّنٍ فَأَجَابَ عَنْ مَنَاطٍ غَيْرِ مُعَيَّنٍ
" Tidak sah bila seorang ulama ditanya tentang sebuah urusan bagaimana ia bisa terjadi dalam realita, kecuali dengan menjawab sesuai realita yang ada. Jika ia menjawab tidak dengan hal itu (sesuai realita yang ada), maka ia telah berbuat salah karena tidak mempertimbangkan manath yang ditanyakan hukumnya, karena ia ditanya tentang sebuah manath yang tertentu (definitif) namun justru ia jawab dengan manath yang tidak tertentu."
Jihad fi sabilillah merupakan sebuah ibadah yang unik. Ia mempunyai dua sisi yang tidak bisa dipisahkan ; sisi teori dan sisi praktek. Sisi teori adalah jihad menurut tinjauan ilmu syar'i, dibahas dalam buku-buku tafsir, hadits dan fiqih. Pakar sisi teori ini adalah para ulama. Sisi praktek adalah pekerjaan teknis di lapangan, yang hanya diketahui oleh para pelaku yang mengangkat senjata. Antara teori dan praktek terdapat perbedaan yang tajam, setajam perbedaan langit dan bumi. Teori yang begitu mudah dan indah, sangat kontras dengan praktek yang begitu sukar dan keras.
Oleh karenanya, dunia jihad fi sabilillah hanya akan diketahui secara benar, dari orang-orang yang menguasai kedua fiqih tersebut ; fiqih teori dan fiqih praktek, faham ilmu syar'i dan mengetahui seluk beluk dunia peperangan. Atau menurut istilah imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Qayyim dan Asy Syatibi, mengetahui fiqih ahkam syari'ah dan ma'rifatu nas (fiqih waqi'). Merekalah yang layak memberi fatwa dan dimintai fatwa dalam urusan jihad fi sabilillah.
Hal ini dijelaskan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dengan perkataan beliau :

وَالْوَاجِبُ أَنْ يُعْتَبَرَ فِي أُمُورِ الْجِهَادِ بِرَأْيِ أَهْلِ الدِّينِ الصَّحِيحِ الَّذِينَ لَهُمْ خِبْرَةٌ بِمَا عَلَيْهِ أَهْلُ الدُّنْيَا , دُونَ أَهْلِ الدُّنْيَا الَّذِينَ يَغْلِبُ عَلَيْهِمُ النَّظَرُ فِي ظَاهِرِ الدِّينِ فَلاَ يُؤْخَذُ بِرَأْيِهِمْ , وَلاَ بِرَأْيِ أَهْلِ الدِّينِ الَّذِينَ لاَ خِبْرَةَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا
" Yang wajib dilakukan adalah mempertimbangkan urusan-urusan jihad dengan pendapat para ahlu dien shahih yang mempunyai pengalaman dengan kondisi ahlu dunia. Bukan dengan pendapat ahlu dunia (pakar siasat perang, pent) yang hanya melihat dhahir dien semata, mereka ini tidak diambil pendapatnya. Juga bukan dengan pendapat para ahlu dien yang tidak mempunyai pengalaman ahlu dunia (seluk beluk dunia peperangan, pent)."
DR. Abdullah Azzam menjelaskan maksud perkataan syaikhul Islam ini, dengan menyatakan :
أَيْ يُشْتَرَطُ فِي الَّذِي يُفْتِي فِي أُمُورِ اْلجِهَادِ : أَنْ يَكُونَ قَادِرًا عَلَى ْالإِسْتِنْبَاطِ ، مُخْلِصًا وَأَنْ يَعْرِفَ طَبِيعَةَ اْلمَعْرَكَةِ وَأَحْوَالَ أَهْلِهَا .
" Maksudnya, seorang yang memberi fatwa dalam urusan-urusan jihad haruslah seorang yang mampu menyimpulkan hukum (dari dalil-dalil syar'i), ikhlas, dan mengetahui tabiat peperangan serta realita orang-orang yang berperang."
Para ulama yang terlibat langsung dalam jihad, adalah ulama yang memadukan kedua fiqih ini ; fiqih ahkam dan fiqih waqi'. Mereka telah bersungguh-sungguh mencurahkan waktu, ilmu, tenaga, harta dan nyawa mereka dalam memperjuangkan Islam. Kesungguhan (mujahadah) mereka lebih berat dan tinggi dari para ulama yang hanya mencukupkan diri dengan dunia dakwah, tarbiyah dan tazkiyah.
Hal ini, sudah disadari oleh para ulama salaf sejak dahulu. Maka, amat layak bila terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, mereka menyarankan untuk kembali kepada pendapat para ulama mujahidin murabithin, para ulama yang memahami hukum syariah dan mempunyai pengalaman ahlu dunia.
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata :

وَلِهَذَا كَانَ اْلجِهَادُ مُوجِباً لِلْهِدَايَةِ الَّتِي هِيَ مُحِيطَةٌ بِأَبْوَابِ الْعِلْمِ , كَمَا دَلَّ عَلَيهِ قَوْلُهُ تَعَالَى {وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُم سُبُلَنَا } فَجَعَلَ لِمَنْ جَاهَدَ فِيهِ هِدَايَةَ جَمِيعِ سُبُلِهِ تَعَالَى , وَلِهَذَا قَالَ اْلإِمَامَانِ عَبْدُ اللهِ بْنُ اْلمُبَارَكِ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَغَيْرُهُمَا : إِذَا اخْتلَفَ النَّاسُ فِي شَيْءٍ , فَانْظُرُوا مَاذَا عَلَيهِ أَهْلُ الثُّغُورِ , فَإِنَّ اْلحَقَّ مَعَهُمْ , ِلأَنَّ اللهَ يَقُولُ { وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُم سُبُلَنَا }
" Oleh karena itu, jihad menyebabkan datangnya hidayah (petunjuk) yang mengelilingi pintu-pintu ilmu. Sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Ta'ala." Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." [QS. Al-Ankabut :69].
Allah menjadikan hidayah (petunjuk) bagi orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) mencari keridhaan-Nya. Oleh karenanya, imam Abdullah bin Mubarak, Ahmad bin Hambal dan lain-lain mengatakan :"Jika manusia berbeda pendapat dalam sebuah permasalahan, maka lihatlah pendapat para ahlu tsugur (orang-orang yang menjaga daerah perbatasan kaum muslimin dengan daerah musuh, murabithun), karena kebenaran bersama mereka, karena Allah telah berfirman: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami)."
Tidak diragukan lagi, setiap muslim ---apalagi ulama shalihun--- yang bersungguh-sungguh (mujahadah) akan mendapatkan hidayah. Namun kesungguhan setiap orang tentu bertingkat-tingkat, dan kesungguhan yang paling tinggi (sampai mengorbankan nyawa) adalah kesungguhan para ulama mujahidin dan murabithin. Maka, amat sangat layak bila hidayah yang mereka peroleh paling tinggi, sesuai ketinggian mujahadah dan maqam jihad-ribath yang mereka lakukan.
Banyak pihak dan ulama yang tidak menyetujui operasi-operasi jihad hari ini, berdalih dengan terjadinya mafsadah "jatuhnya sebagian kaum muslimin atau warga sipil kafir sebagai korban". Namun sayang, sebagian besar mereka tidak mengetahui proses operasi sehingga sampai jatuh korban dari pihak umat Islam atau warga "sipil' kafir harbi. Lebih dari itu, mereka hanya berdalil dengan nash-nash umum yang sebenarnya ada nash-nash lain yang mengkhususkannya. Dan lebih parahnya lagi, kesimpulan penilaian mereka berdasar informasi dari media massa yang jelas-jelas tidak obyektif, cenderung memojokkan Islam dan menutup-nutupi fakta sebenarnya. Dengan segala latar belakang penilaian "maslahat dan mafsadat" seperti ini, bagaimana penilaian mereka akan tepat ? Dan bagaimana mujahidin bisa mempercayai fatwa-fatwa mereka ???

8- اِجْتِهَادُ اْلأَمِيرِ فِي تَقْدِيرِ اْلمَصَالِحِ وَالْمَفَاسِدِ مَا لَمْ يَكُنْ مَفْسَدَةً مَحْضَةً ، مُقَدَّمٌ عَلَى غَيْرِهِ.
[8]- Ijtihad pimpinan dalam menimbang maslahat dan mafsadat dimenangkan atas ijtihad (pendapat) selain pimpinan, selama bukan mafsadat ansich.
Bagi sebuah kelompok yang sedang melakukan operasi jihad, pendapat komandan dalam menimbang maslahat dan mafsadah didahulukan atas pendapat selain komandan, baik ia seorang anggota kelompok maupun orang di luar kelompok. Tentunya, pertimbangan komandan dibangun di atas pengetahuan tentang realita dan hukum syar'i.

9- النَّاظِرُ فِي اْلمَصَالِحِ وَالْمَفَاسِدِ يُحَاسَبُ عَلَى مَا كَانَتْ أَمَارَاتُهُ ظَاهِرَةً وَقْتَ نَظَرِهِ ، لاَ عَلَى مَا وَقَعَ فِي نَفْسِِ ْالأَمْرِِ ، إِذْ لاَ يَعْلَمُ اْلغَيْبَ إِلاَّ اللهُ.
[9]- Orang yang menimbang maslahat dan mafsadah, hanya bertanggung jawab atas indikasi-indikasi yang nampak saat ia melakukan kajian, bukan atas apa yang terjadi setelah dilaksanakannya operasi, karena tidak ada yang mengetahui hal yang ghaib selain Allah Ta'ala.
Seorang komandan operasi jihad, akan melakukan kajian maslahat dan mafsadat atas sebuah operasi yang sedang direncanakan dan akan dilaksanakan. Ia menimbang maslahat dan mafsadat operasi tersebut, berdasar berbagai data lapangan yang berhasil dikumpulkan melalui berbagai proses investigasi dan observasi. Bila setelah dilaksanakan operasi ternyata hasilnya tidak sesuai dengan hasil kajian, komandan tidak berdosa karena ia hanya bertanggung jawab sebatas data-data dan indikasi-indikasi yang nampak saat ia melakukan kajian.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah memperkirakan beberapa perkara sebelum melaksanakan operasi jihad, namun terkadang hasilnya tidak sesuai dengan perkiraan beliau. Hal yang sama juga terjadi pada diri para sahabat dan generasi-generasi selanjutnya.
Dalam perang Ahzab, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menempatkan seluruh laki-laki yang telah baligh dan mampu berperang di luar kota, di pinggiran parit yang mengelilingi Madinah. Pertimbangannya tentu saja realita bahwa pasukan koalisi musyrik yang akan menyerang berjumlah besar dan mengepung Madinah.
Namun, siapa menduga ternyata datang tikaman dari garis belakang, dari dalam kota Madinah sendiri dengan pembatalan perjanjian damai secara sepihak oleh Bani Quraizhah. Tidak cukup itu saja, seorang Yahudi Bani Quraizhah mondar-mandir di sekitar benteng tempat bertahannya kaum wanita dan anak-anak kaum muslimin. Jika kaum Yahudi menyerbu ke dalam kota Madinah, besar dugaan mereka akan menawan atau membunuh kaum wanita dan anak-anak umat Islam yang tidak mempunyai pengawalan tersebut.
Apakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam dicela dan diharuskan bertanggung jawab atas kejadian diluar dugaan dan pertimbangan ini ? Beliau sudah berusaha maksimal mempersiapkan srategi perang, berdasar data-data yang masuk kepada beliau. Pengkhianatan ini terjadi setelah strategi perang beliau ambil. Dus, pengkhianatan ini terjadi secara insidental, dan jauh di luar dugaan. Tentu saja, beliau shallallahu 'alaihi wa salam tidak bisa dituntut atas kejadian ini.
Kejadian yang senada terulang dalam peperangan generasi sahabat, tabi'in dan generasi-generasi setelahnya. Begitulah realita jihad. Terkadang strategi yang sudah dirancang begitu masak, meleset saat dipraktekkan karena terjadinya kondisi-kondisi surprise di luar dugaan. Dan kejadian seperti ini sering terjadi dalam dunia peperangan. Seorang yang arif bijaksana tentu saja tidak akan menyalahkan begitu saja kejadian di lapangan, tanpa mengerti duduk persoalan secara tuntas. Inilah persoalan yang sering dilupakan oleh sebagian pihak yang menolak mentah-mentah berbagai operasi jihad hari ini, dengan melihat kepada hasil praktek di lapangan yang terkadang meleset dari rencana dan perkiraan.

***
Banyak kaum muslimin yang setuju bahwa hukum jihad saat ini fardhu 'ain. Mereka juga sepakat bahwa jihad mendatangkan beragam maslahat duniawi dan ukhrawi. Namun mereka tidak sepakat dalam praktek dan pelaksanaan hukum ini. Menurut mereka, operasi-operasi jihad saat ini justru membahayakan gerakan dakwah, pendidikan, politik dan kegiatan sosial keislaman.

Jawab :
Dominasi, hegemoni, imperialisme, kezaliman dan kejahatan oranng-orang kafir harus dilawan, agar tercipta kebebasan beragama, beribadah dan bertauhid yang aman tanpa tekanan dan halangan. Ini akan berimbas kepada terciptanya kehidupan dunia yang adil dan damai. Allah Ta'ala menerangkan, kezaliman kaum kafir tersebut hanya bisa ditolak, dilawan dan dibendung dengan kekuatan. Benturan kekuatan antara kaum beriman dan kaum kafir, itulah satu-satunya jalan menahan hegemoni kezaliman di dunia ini, sebagaimana firman Allah :

وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدَ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللهِ كَثِيرًا وَلَيَنصُرَنَّ اللهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. 22, Al-Haj: 40).

فَقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ لاَ تُكَلَّفُ إِلاَّ نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَسَى اللهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاللهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَاَشَدُّ تَنْكِيْلاً
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya). (QS. 4:84)
Tentang ayat 40 surat Al-Hajj, Imam Ibnu Zaid mengatakan," Kalau bukan karena jihad dan peperangan." Imam Ibnu Juraij mengatakan," Kalaulah bukan karena (kezaliman) orang orang musyrik ditolak dengan adanya perlawanan kaum muslimin."
Menolak dan membendung kezaliman dan kejahatan kaum kafir adalah sebuah keniscayaan. Inilah yang sedang diusahakan oleh mujahidin, insya Allah. Perlawanan mujahidin merupakan sebuah keniscayaan, agar terjadi perimbangan kekuatan kebaikan dengan kejahatan, sekalipun dalam skala yang sangat kecil, tidak sampai angka 1 %.. Perlawanan dan pembendungan adalah sebuah keniscayaan. Manakala usaha ini tidak dilakukan, kejahatan dan kezaliman kaum kafir yang dibungkus dengan paket bernama "globalisasi, perang melawan terorisme dan seterusnya", akan berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Bila hal ini terjadi, seluruh kegiatan dakwah, pendidikan, ekonomi dan kegiatan sosial keislaman lainnya tidak akan mempunyai benteng pembendung. Akibatnya, kejahatan musuh akan langsung mengenainya.
Dari sini, para ulama, da'i, cendekiawan muslim, aktivis muslim dan umat Islam secara umum harus menyadari bahwa mujahidin memposisikan dirinya sebagai barisan terdepan yang membentengi mereka dari serangan musuh secara langsung. Barangkali dalam beberapa masalah furu' (cabang, fikih), terdapat perbedaan pendapat antara mujahidin dan umat Islam yang lain. Namun keberadaan mujahidin adalah sebuah keniscayaan bagi kelangsungan dakwah, pendidikan, dan kegiatan sosial Islam lainnya. Tatkala mujahidin sudah berhasil "dibersihkan" oleh musuh, serangan musuh akan beralih kepada korban berikutnya ; para aktivis dakwah, pendidikan dan kegiatan sosial Islam lainnya.
Hal ini telah dibuktikan oleh realita. Apa yang menimpa FIS (Aljazair), Ikhwanul Muslimin (Mesir, Suriah), Partai Refah (Turki), salafiyah ishlahiyah (Saudi Arabia), atau Hizbu Tahrir (Uzbekistan), menjadi bukti atas kebenaran statemen ini. Gerakan-gerakan dakwah, pendidikan, kegiatan sosial dan politik Islam ini diberangus dan mendapat tekanan bertubi-tubi dari musuh Islam, setelah musuh memperkirakan tidak tersisa mujahidin lagi. Gerakan-gerakan yang tidak mempunyai basic militer ini langsung mendapat pukulan mematikan, setelah barisan terdepan kaum muslimin yang membentengi mereka (mujahidin) tidak ada lagi, atau berhasil ditiadakan.
Inti persoalan bukanlah mujahid atau non mujahid, melainkan muslim atau non muslim. Selama anda seorang muslim, kaum kafir akan memusuhi dan memerangi anda. Kecuali, bila anda mau mengikuti ideologi mereka.

مَّايَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلاَ الْمُشْرِكِينَ أَن يُنَزَّلَ عَلَيْكُم مِّنْ خَيْرٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَاللَّهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَن يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabb-mu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. 2, Al-Baqarah :105).

وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَآءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَالَكَ مِنَ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. 2, Al-Baqarah :120)
Bila anda telah mengikuti kemauan dan hawa nafsu mereka ; meyakini ideologi demokrasi, sistem ekonomi kapitalisme, gaya hidup permisif, menerapkan sistem nasionalis sekuler, melepaskan satu persatu syariah Islam yang mereka benci; barulah anda akan mereka biarkan. Anda bahkan akan menjadi kawan dekat merka, karena saat itu anda sudah sama dengan mereka, sama-sama di luar Islam karena telah murtad.