Rabu, 25 Maret 2009

Janganlah melakukan kesyirikan....!!!


بسم الله الرحمن الرحيم

PENYEBAB-PENYEBAB SYIRIK.
Oleh : Nafi’

إن الله لايغقر أن يشرك به ويغقر ما دون ذلك لمن يشاء ومن يشرك بالله فقد ضل ضلالا بعيدا ( المساء : 116 )

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan mengampuni dosa selain dari syirik bagi siapa yang di kehendakinya, barang siapa yang mensekutukan Allah maka sesunggunya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” ( Qs An Nisa’ : 116 ) 
Syirik adalah dosa yang paling besar diantara dosa dosa yang ada sehingga Allah tidak mau mengampnui dosa syirik.Dan syirik itu adalah penyakit yang menimpa hati,maka kita berusaha untuk mengetahui sebab sebabnya sebagaimana seorang dokter itu berusaha untuk mengetahui sebab sebab penyakit yang menimpa jasad sehingga bisa untuk mengobatinya.
Sebenarnya tubuh manusia itu adalah sehat dan selamat,akan tetapi kesehatan tubuh itu kadang terserang penyakit jika manusia tidak menjaga kesehatannya.Demikian juga jiwa manusia sebenarnya juga sehat dan selamat akan tetapi jiwa manusia itu terkadang terserang penyakit, jika manusia tidak menjaganya dengan amalan amalan yang baik atau jika manusia itu lalai dan lupa untuk berdzikir kepada Allah, maka dengan muda syaitan akan masuk kedalam hati dan mengggoda manusia untuk di jauhkan dari jalan yang lurus. Oleh karena itu jika hati sudah terserang penyakit cepat cepat dan bersegerahlah untuk taubat dan kembali ke jalan yang lurus, jika tidak maka hati itu akan semakin banyak penyakitnya. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala : 

في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضا ( البقرة : 10 )

“Dalam hati mereka ada penyakit lalu di tambah Allah penyakitnya.” ( QS Al Baqoroh : 10 )
Dan di bawah ini termasuk diantara penyakit penyakit hati yang dapat menyebabkan terjatuh kedalam kesyirikan :

1. RASA KAGUM DAN MENGAGUNGKAN

Fithroh manusia itu kagum terhadap kepahlawanan dan kebesaran seseorang dan kagum terhadap sesuatu yang diluar kemampuan orang lain,sebenarnya kagum yang seperti ini tidak di cela dan tidak membahayakan fithroh yang lurus, bahkan kadang- kadang mala di perintahkan, seperti seorang anak kagum terhadap kedua orang tuanya, kagum yang seperti ini, itu di perintahkan. Sebagaimana Firman Allah Ta’alah:
“Dan Robmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika sala seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah “ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah : Wahai Robku kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” ( QS Al Israa’ : 23-24 )
Demikian juga mengagungkan nabi dan para rosul juga di perintahkan. Firman Allah Ta’ala: 

وما أرسلنا من رسول إلا ليطاع بإذن الله ( النساء : 64 )
“Dan kami tidak mengutus seorang rosul, melainkan untuk di ta’ati dengan idzin Allah” ( Qs An Nisa’ : 64 ) 
Demikian juga mengagungkan para ulama’ dan orang orang yang sholeh dari umat ini adalah wajib .Sabda Rosul : 
“ Ulama’ adalah pewaris para nabi “ ( HR Bukhori ) 
Dalam sabdanya yang lain : 
ليس منا من لم يوقر كبيرنا ويعرف لعالمنا فضله ( رواه أحمد ) 
“Bukan dari glongan kami orang yang tidak menghormati orang yang besar dan mengetahui keutamaan orang alim diantara kami “ ( HR Ahmad )
Kekaguman terhadap seseorang itu akan menjadi sesat jika sampai pada pengkultusan, jika sampai mengkultuskan berarti ia telah memasuki daerah syirik.Karena pengkultusan itu tidak di perbolehkan kecuali hanya kepada Allah saja. Jika seseorang telah mengkultuskan orang atau sesuatu berarti ia telah melakukan dosa syirik.Hal yang seperti ini pernah dilakukan oleh orang orang zaman dahulu.Dalam Firman Allah Ta’ala:
“Nuh berkata : Ya Robku : sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang orang yang harta dan anak anaknya tidak menambahnya melainkan kerugian belaka. Dan melakukan tipu daya yang amat besar.dan mereka berkata: janganlah sekali kali kamu meninggalkan tuhan tuhan kamu dan janganlah sekali kali kamu meninggalkan wadd, dan jangan pula suwa’, yaghuts ,ya’uq,dan nasr.” ( QS Nuh : 21-23 )
Ibnu katsir berkata dalam menafsiri ayat ini : Yaghust, ya’uq dan nasr mereka adalah orang orang yang sholeh antara nabi adam dan nuh, dan mereka mempunyai pengikut yang setia, ketika mereka sudah meninggal maka berkatalah para pengikutnya: Seandainya kita menggambar mereka maka kita akan lebih rajin ibadah dan kita selalu ingat mereka, maka mereka menggambarnya, tatkala pengikutnya sudah meninggal dan datanglah generasi selanjutnya, maka iblis datang kepada mereka dan menggoda mereka seraya berkata : Sesungguhnya mereka dulu itu menyembah mereka dan memintak hujan sama mereka, maka mereka menyembahnya.

2. PERCAYA KEPADA HAL HAL YANG DAPAT DI INDRA TIDAK PERCAYA PADA YANG TIDAK DAPAT DI INDARA 

Allah memberikan kepada manusia fithroh yaitu dua kecenderungan,yang pertama : condong atau percaya kepada hal hal yang dapat di indra, maksudnya yaitu yang dapat di raba , yang dapat di lihat dengan mata, didengar, dicium dan dapat di pegang.yang kedua : condong atau percaya pada hal hal yang ghoib, maksudnya yaitu hal-hal yang tidak dapat diraba atau di lihat dengan mata. 
Sebagaimana telah di jelaskan diatas bahwa hati itu bisa tertimpa penyakit jika tidak di jaga dan tidak tidak di beri gizi yang sholeh, seperti dzikir kepada Allah dan dengan amalan-amalan yang sholeh.dan hati akan tertimpa penyakit jika melupakan hal hal yang tidak dapat di indra dan hanya percaya pada hal hal yang dapat di indra saja, jika ini berlanjut lama kelamaan akan mengingkari adanya Allah.sebagaimana perkataan seorang musyrik kepada Allah.

لا تدركه الأبصار وهو يدرك الأبصار وهو اللطيف الخبير ( الأنعام : 103 ) 
“Dia tidak dapat di lihat oleh penglihatan mata, sedang dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah yang maha halus lagi maha mengetahui.” ( Qs Al An’am : 103 )
Bahkan bani isroil sampai derajat yang sangat buruk ketika mereka berkata kepada Musa : 
لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة ( البقرة : 55 )
“Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang.”
  ( QS Al Baqoroh : 55 )


3. HAWA DAN SYAHWAT

Penyakit hati yang lain yang dapat menyebabkan seseorang jatuh kepada kesyirikan yaitu hawa nafsu dan syahwat.Bahwasanya agama islam di turunkan oleh Allah itu lengkap dengan peraturan-peraturan dan hokum-hukum dan para manusia wajib melaksanakan peraturan-peraturan dan hokum-hukum yang Allah tetapkan dalam kehidupan mereka.
Dan hati yang bersih, fithroh yang lurus akan cenderung menerima apa yang di wajibkan oleh Allah, akan tetapi jika hati itu di kalahkan oleh hawa nafsu dan syahwat maka akan cenderung menolak dan membe
rontak terhadap hukum-hukum yang di tetapkan oleh Allah.Disebutkan dalam Firman-Nya:

وإذا قيل لهم اتبعوا ما أنزل الله قالوا بل نتبع ما وجدنا عليه آباءنا ( لقمان : 21 ) 
“Dan apabila di katakan kepada mereka : Ikutilah apa yang di turunkan oleh Allah mereka menjawab : Tidak, tapi kami hanya mengikuti apa yang kami dapati bapak bapak kami mengerjakannya.” ( QS Luqman : 21 ) 
Dan Firman Allah yang lain : 
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti yang jelek yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya.” ( QS Maryam : 59 ) 
Dan Firman Allah yang lain : 
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah sedikitpun.” ( QS Al Qoshosh : 50 ) 
Dan orang yang mengikuti dan menuruti hawa nafsu itu lebih mementingkan kehidupan dunia daripada akherat.

4. SOMBONG UNTUK BERIBADAH KEPADA ALLAH

Sombong adalah sala satu diantara macam penyakit hati yang dapat menjerumuskan seseorang kepada kesyirikan. Kesombongan itu di mulai dari sombong kepada manusia dan berakhir sombong terhadap beribadah kepada Allah. Rosul bersabda : 
“Tidak akan masuk jannah orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun seberat biji atom.” ( HR Muslim ) 
Biasanya orang yang sombong itu mereka memiliki harta yang banyak atau mempunyai kekuasaan.Dan orang yang sombong adalah orang paling gila meskipun sebenarnya ia adalah orang yang waras.
Sebagaimana kisah Fir’un yang di sebutkan dalam Al Qur’an :

“Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya seraya berkata : Hai kaumku, bukankah kerajaan mesir ini kepunyaanku dan bukankah sungai sungai ini mengalir di bawahku ; maka apakah kamu tidak melihatnya.” ( QS Az Zukhruf : 51 ) 
Dan firman Allah yang lain : 
“Pergilah kamu kepada fir’aun, sesungguhnya dia telah melampui batas. Dan katakanlah kepada Fir’aun : Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri dari kesesatan .Dan kamu akan ku pimpin ke jalan Robmu agar supaya kamu takut kepada-Nya.Lalu musa memperlihatkan kepadanya mu’jizat yang besar. Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian ia berpaling seraya berusaha menantang Musa. Maka dia mengumpulkan pembesar-pembesarnya lalu berseru memanggil kaumnya. Seraya berkata : Aku tuhanmu yang paling tinggi. Maka Allah mengadzabnya dengan adzab di akherat dan adzab di dunia.” ( QS An Nazi’aat : 17-25 )
Dan masih banyak contoh-contoh orang-orang yang sombong pada zaman dahulu, yang di mulai dari kesombongan terhadap manusia dan akhirnya sombong terhadap beribadah kepada Allah.

5. ADANYA PARA THOGHUT YAITU ORANG ORANG YANG MENGINGINKAN SUPAYA MANUSIA MENYEMBAH DIRINYA DAN MEREKA MENOLAK HUKUM HUKUM ALLAH

Sebab-sebab syirik pada sejarah zaman jahilayah adalah adanya para thoghut dari manusia yang menginginkan supaya manusia itu menyembah pada dirinya, dan supaya manusia itu mengikuti kehendaknya dan menolak hokum-hukum Allah. Dan mereka mengangkat diri mereka sebagai rob dan tuhan tuhan selain Allah.
Dan para thoghut dalam Al Qur’an di namakan “ Al Mala’ “ mereka adalah orang yang pertama kali mendustakan para rosul.
Firman Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata : Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Rob bagimu selain-Nya, sesungguhnya kalau kamu tidak menyembah-Nya aku takut kamu akan di timpa adzab hari yang besar ( kiamat ). Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata : Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” ( QS Al A’rof : 59-60 )
Dan masih banyak contoh-contoh yang lain yang di sebutkan dalam Al Qur’an.Demikianlah para thoghut itu selalu mendustakan para rosul dan mereka tidak cukup hanya dengan mendustakan saja, bahkan mereka juga mengintimidasi.


Maroji’ :
Muqoror ilmu tauhid : Muhammad qutb


Apakah hukumnya jadi wong islam yang ikut pemilu(demokrasi)..???


PEMILU PERSPEKTIF ISLAM

Apa hukumnya bagi orang-orang yang terlibat dalam pemilihan umum dan yang memberikan suara (nyoblos) ?

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa dan semoga keselamatan dan Rahmat-Nya senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat, serta seluruh pengikutnya. 

Agar dapat menjawab pertanyaan yang sangat penting tentang berpartisipasi di dalam pemilu dan memberikan suara untuk para calon legislatif, baik DPR maupun DPRD, Kita harus mengetahui realitas atau hakikat fakta, karena kaidah syara’ menyatakan bahwa bagian paling penting untuk menilai suatu persoalan adalah memahami persoalan tersebut atau mengetahui hakikat faktanya. 

Dalam hal ini kita harus mengetahui realitas atau hakikat fakta dari dua hal, yaitu ;

1. Badan legislatif (DPR atau DPRD) yang mana beberapa calon ingin berpartisipasi didalamnya dan, 
2. Pemilihan yang mana orang-orang ingin terlibat didalamnya yaitu dengan memberikan suara (nyoblos). 


Kita harus ingat bahwa bagian dari ke-Imanan dan percaya kepada Allah SWT adalah At-Tauhid yang berarti mematuhi, mengikuti, menyembah dan meng-agungkan Allah SWT semata, tanpa menyekutukan Dzat-Nya atau gelar-Nya dengan sesuatu yang lain, dan sebaliknya menyekutukan Dzat-Nya dan gelar-Nya dengan segala sesuatu yang lain adalah perbuatan syirik, yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam, dan itulah mengapa At-Tauhid sebagai dasar dari rukun Islam. Salah satu dari gelar-gelar-Nya adalah Ia adalah Maha Pembuat Hukum (Al-Hakim) dan Maha Memerintah (Al-Mudabbir) dan Dia mempunyai hak kekuasaan yang mutlak untuk memerintah dan membuat hukum, yang tak satupun dapat menggantikan kekuasaan mutlak-Nya ini. Allah SWT berfirman:

”Keputusan itu hanyalah Kepunyaan Allah” (QS 12 : 40)

Dan Allah juga berfirman : 

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasulnya maka sungguhlah dia akan sesat, sesat yang nyata” (QS 33 : 36) 

Setelah menentukan dua fakta diatas marilah kita meneliti realitas atau hakikat fakta dari Dewan legislatif. 
Para pakar hukum menyebutkan bahwa Badan Legislatif adalah lembaga untuk mengesahkan hukum, sedangkan orang yang bergabung didalamnya disebut anggota dewan, yaitu para wakil dan utusan rakyat yang telah dipilih oleh rakyat (baik pusat maupun daerah).

Tidak ada perbedaan diantara mereka, baik yang ada di Negara-negara Timur atau Barat bahwa fungsi utama dari dewan legislatif (parlemen) adalah untuk membuat hukum (Undang-undang). Oleh karena itu, kita dapat menyebutkan beberapa tugas utama dari Badan Legislatif (DPR/DPRD) adalah : Membuat dan mengesahkan Undang-undang (UU)

Adapun sumber-sumber pembuatan UU di DPR/DPRD adalah :

1. Pikiran dan keinginan-keinginan dari para wakil rakyat dan menteri sebagai wakil rakyat. 
2. Lembaga-lembaga Internasional atau juga disebut hukum Internasional. 

Aqidah sebagian besar orang-orang di dunia sekarang ini adalah sekularisme, yang menyatakan bahwa :

Tuhan hanya mempunyai kedaulatan di surga atau di dalam gereja dan tempat-tempat peribadatan, sebaliknya manusia yaitu rakyat mempunyai kedaulatan di bumi dan seluruh aspek kehidupan, kecuali agama.


Menurut aqidah sekulerisme, agama adalah suatu urusan pribadi antara seseorang individu dengan Tuhan atau sesuatu yang diagungkan seperti matahari, sapi, patung, orang, dan lain-lain. 

Ini adalah realita yang terjadi di badan legislatif (parlemen) dan dasar bagaimana badan tersebut dibangun. 

Mengenai realitas ‘nyoblos’; pemilih atau orang yang memberikan suaranya, mempunyai kedaulatan umum karena rakyatlah yang membuat hukum untuk urusan mereka sendiri didalam masyarakat. Karena mereka memiliki kedaulatan, maka mereka menentukan suatu mekanisme dalam memilih para wakilnya, yang menjadi wakil rakyat untuk membuat hukum(UU)dan memerintah atas nama kepentingan-kepentingan mereka sendiri. 

Hal ini diwujudkan dalam prinsip politik sekluler (demokrasi) yang menyatakan bahwa : 

‘Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’

oleh sebab itu kita dapat menyimpulkan bahwa rakyat berhak untuk membuat hukum atau undang-undang. 

Realitas dari pemilih adalah dia sebagai orang yang memilih wakilnya, yang menghasilkan fakta bahwa dia juga bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan oleh wakilnya. Tugas para wakilnya disini adalah membuat hukum (UU) supaya dapat mengatur semua kepentingan rakyat. 

Ringkasnya, badan legislatif (DPR/DPRD) atau parlemen (dalam sistem politik Barat) adalah sebuah badan yang membuat hukum (UU), rakyat adalah raja, dan sumber pembuatan serta penetapan hukum (UU), dan para wakil rakyat dipilih oleh rakyat untuk membuat serta menetapkan hukum (UU) atas nama rakyat.

Hukum terhadap hal ini adalah :

1. Seseorang yang percaya bahwa Allah SWT bukan satu-satunya pembuat hukum (UU) dan penguasa tunggal, adalah seorang yang tidak beriman (kafir).

2. Seseorang yang percaya kekuasaan Allah SWT tetapi menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain dan menentang bahwa dia sebagai pembuat hukum dan penguasa tunggal adalah seorang yang musyrik yang menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.

3. Seorang muslim yang memberikan suara untuk memilih wakilnya, dan telah mengetahui bahwa badan legislatif (DPR/DPRD) adalah sebuah lembaga untuk membuat hukum (UU) adalah seorang yang ingkar terhadap agama.

4. Seorang muslim yang berpartisipasi dalam pemilihan untuk menjadi seorang wakil rakyat (DPR/DPRD) dan dia telah mengetahui realitas badan legislatif (parlemen) adalah seorang yang ingkar terhadap agama.

5. Seorang muslim yang tidak mengetahui realitas badan legislatif (parlemen) dan dia memberikan suara maka dia berdosa, karena dia tidak mencari status hukum dari perbuatannya, sebelum melaksanakan perbuatan tersebut. Kaidah syara’ menyatakan bahwa setiap perbuatan, lisan atau fisik, harus didasarkan pada hukum syara’ yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah.

6. Seorang muslim yang berpartisipasi nyoblos untuk memilih para wakilnya, apakah wakilnya itu muslim atau non muslim, karena mendasarkan tindakan pada suatu pendapat yang menyesatkan dari seorang rasionalis sekuler atau ulama sekuler, maka persoalan ini harus dijelaskan kepadanya. Karena pemahaman bahwa Allah adalah satu-satunya pembuat hukum adalah sesuatu yang harus diketahui dari Dienul Islam sebagai suatu kebutuhan, sehingga ketidak tahuan tentang hal ini tidak bisa dijadikan sebagai sebuah alasan, oleh karena itu dia berdosa.

7. Keadaan yang bisa dijadikan alasan untuk terhindar dari kesalahan itu adalah orang yang baru masuk Islam (muallaf), atau seorang yang betul-betul bodoh dan atau seseorang yang tidak mengetahui tentang sesuatu yang seharusnya diketahui sebagai kebutuhan dari Dienul Islam dikarenakan dia hidup dibawah hukum kufur dan hidup ditengah-tengah orang-orang non muslim. Persoalan ini harus dijelaskan kepada mereka tetapi jika mereka tetap melanjutkan untuk memberikan suara (nyoblos) karena mengatakan bahwa mereka mempunyai pendapat yang berbeda maka mereka berdosa. 


Dalil syar’i untuk fatwa diatas adalah firman Allah SWT :

“Dengan kembali bertaubat kepadaNya dan bertakwalah kepadaNya serta dirikanlah sholat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. (QS. 30 : 31) 

Juga firman Allah :

”Dan dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutunya dalam menetapkan keputusan” (QS 18 : 26)

Dan juga sudah sangat dikenal dalam Islam bahwa hukum apapun selain hukum Allah adalah Thaghut dan Allah mengancam orang-orang yang merujuk kepada Thaghut : 

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut padahal mereka telah diperintahkan mengingkari thaghut itu.Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya” (QS 4 : 60)

Telah disampaikan mengenai keadaan tentang ayat diatas bahwa orang-orang munafik mengaku dirinya muslim tetapi ketika berselisih, mereka justru merujuk kepada keputusan-keputusan yang diciptakan para wakil rakyat (ketika itu) sebagai pembuat hukum (UU) seperti Amru Bin Luhay,Al-Khuzaa’ie dan Ka’ab Bin Al-Ashraef bersama-sama dengan para rahib, pendeta dan para wakil rakyat yang lain yang telah terbiasa membuat hukum (UU) untuk mereka, daripada merujuk kepada Rasulullah dan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Kuasa. 

Mengenai orang-orang yang telah tersesat dan telah jatuh pada kemungkaran dan kemaksiatan yang nyata ini Rasulullah SAW berkata “

“Salah satu yang sangat saya takutkan dari ummatku adalah adanya pemimpin-pemimpin yang sesat yang mengarahkan sebagian dari ummatku untuk menyembah berhala dan mengarahkan sebagian yang lain untuk mengikuti orang-orang musyrik”. 

Sehingga siapapun yang memilih dan mengikuti para pembuat hukum (UU) yang sesat tersebut, maka nyata-nyata mereka telah memilih seorang raja untuk membuat hukum (UU) untuk mereka. Hal ini berarti mereka telah menyekutukan Allah karena mencipta hukum dan memerintah hanyalah hak Allah semata.

”Manakah yang baik, Tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya.Allah tidak menurunkan suatu keterangan mengenai nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain dia. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS:12:39-40) 

Hal ini adalah realitas suatu aqidah baru yang menyatakan bahwa kedaulatan ditangan manusia yang telah diikuti sebagian besar orang sekarang ini. Oleh karena itu apapun yang telah dilakukan seseorang sebagai perbuatan yang baik dan juga apapun yang telah dilakukan seorang muslim seperti sholat, puasa dan perbuatan baik yang lain, tetapi setelah itu melakukan kemungkaran ini dan tidak bertaubat dari kemungkaran ini maka seluruh perbuatan baiknya itu menjadi sia-sia, Allah SWT berfirman :

”Itulah petunjuk Allah, yang dengannya dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya diantara hamba-hambanya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amal-amalan yang telah mereka kerjakan”(QS 6 : 88) 

Dan bagi orang-orang yang mengatakan bahwa kami tidak menyebut mereka ‘Pencipta’ tetapi kami hanya menyebut mereka ‘Pemerintah’, maka mereka harus segera mengingat firman Allah SWT :

”Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah Tuhan Semesta Alam” (QS 7 : 54) 

Oleh karena itu tidak seorangpun yang diperbolehkan untuk disekutukan dengan-Nya, sebagai Dzat yang Maha Pencipta sama halnya tidak seorang pun yang berhak untuk menyekutukan-Nya, sebagai Dzat Yang Maha Memerintah dan Dzat Yang Maha Membuat Hukum. 

Mengenai orang-orang yang telah disesatkan oleh yang lain dan telah melakukan kemaksiatan ini, maka itu adalah sebuah kesalahan mereka, kami menasehati mereka untuk takut kepada Allah dan tidak melakukan kemaksiatan ini lagi, karena Allah SWT akan mengampuni hambanya yang telah melakukan suatu perbuatan tanpa kesengajaan, tetapi dia tidak akan pernah mengampuni hambanya yang melakukan perbuatan itu dengan sengaja, sampai mereka berhenti dan minta ampun kepadanya. Allah SWT berfirman :

”Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu”(QS 33 : 5) 

Sehingga kesalahan yang dilakukan tanpa kesengajaan adalah akan diampuni seperti yang telah diceritakan oleh Rasulullah SAW tentang seorang Badui yang telah kehilangan ontanya di padang pasir bersama dengan seluruh pakaian dan airnya dan kemudian dia menemukan ontanya setelah kehilangan seluruh harapan hidupnya dan telah bersiap menghadapi kematian. Allah SAW mengirimkan ontanya kembali kepadanya dan dia memohon seraya berkata : “Ya Allah kamu adalah Hambaku dan aku adalah Rajamu. Berkenaan dengan hal ini Rasulullah SAW berkata “Sesungguhnya dia melakukan kesalahan itu karena dia tenggelam dalam kebahagiaan”. 

Sangatlah berbeda antara orang yang memilih atau memberikan suara karena ketidaktahuan, mengira bahwa apa yang dilakukannya itu adalah perbuatan yang baik dengan orang yang melakukan kejahatan itu dengan sengaja. Dia mengajak orang-orang untuk berpartisipasi dalam pemilihan dan memberi suara, mengumpulkan dana, kampanye, mendirikan posko-posko, menulis dan menyebarkan selebaran, mengundang para wakil rakyat di rumah Allah (masjid) memberi mereka hadiah, menjamu mereka dan bahkan mengorbankan Tauhid agar dapat dipilih atau dapat memberikan suara karena mengira mereka mendapatkan keuntungan darinya. Adalah sangat berbeda orang-orang seperti ini dengan seorang Badui yang telah disebutkan dalam cerita di atas yang melakukan kesalahan karena ketidaksengajaan. 

Akhirnya kami ingin menekankan disini bahwa tujuh fatwa diatas tidak termasuk orang-orang yang memilih atau memberikan suara karena dibawah tekanan dan paksaan, atau murni karena ketidaktahuaan, atau orang yang telah disesatkan tanpa ada penjelasan padanya. Ini adalah salah satu dari malapetaka yang telah mempengaruhi kehidupan kaum muslimin di belahan bumi ini. 

Kami berdo’a kepada Allah SWT semoga mereka segera sadar akan kesalahannya dan semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk beraktivitas dalam rangka melaksanakan perintah-Nya dan menegakkan agama-Nya, sehingga kedaulatan hanya milik Allah semata, dan kejayaan Islam segera menaungi seluruh bagian bumi ini. Segala Kemuliaan dan Pujian semata-mata hanya untuk-Nya. 

Ya Allah…saksikanlah, kami telah menyampaikannya !!!

Demokrasi Not way...!!!


                                                       MPR dan Maqashidu Syariah


Tamhid : Perihal Kode Etik Maslahat

Kenyataan Atau Sekedar Khayalan ?

• Allah Ta’ala telah menyempurnakan dienul Islam. (QS. 5:3). 
• Rasulullah diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. 21:107).
• Seluruh umat manusia wajib beriman kepada Rasulullah dan mengikuti sunah (petunjuk jalan kehidupan) beliau. (QS. 12:102). Selain sunah beliau adalah bid’ah.
• Dien Islam adalah rahmat Allah bagi seluruh alam ini, untuk merealisasikan kemaslahatan bagi seluruh makhluk, baik di dunia maupun akhirat. (QS. 16:90,8:24,7:203,17:90).
• Karena itu syariah Islam dibangun di atas dasar maslahat hamba baik di dunia maupun di akhirat. Maknanya, seluruh kandungan syariat Islam merupakan sebuah keadilan, rahmat dan maslahat. Maka setiap bentuk kedzaliman, mafsadah (kerusakan) dan kesia-siaan sama sekali bukanlah bagian dari dien. Dengan demikian, ukuran sebuah perkara dianggap sebagai maslahat atau bukan adalah syariah Islam itu sendiri, bukan akal. 
• Pihak manapun yang menyatakan sebuah perkara adalah maslahat, haruslah mendatangkan dalil (Al Qur’an, As Sunah, Ijma’ atau qiyas shahih) yang menguatkan kebenaran pernyataannya. Manakala pernyataannya tidak didukung dalil, maka maslahata yang dikatakannya hanyalah wahm (khayalan belaka) dan tidak bisa dipandang sebagai sebuah maslahat hakikiyah (maslahat riil).
• Bila pengetahuan, pengalaman, atau eksperiman (percobaan) manusia menyatakan sebuah masalah adalah maslahat, namun syariah Islam tidak menyatakan hal tersebut maslahat ; maka wajib beramal dengan syariah dan meninggalkan pengetahuan/pengalaman dan eskperimen manusia. Ini bukan berarti syariah mengabaikan maslahat yang ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan manusia. Dalam hal ini syariah menunjukkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan eksperimen manusia sangat terbatas dan tidak sempurna. Keterbatasan ini mengakibatkan kesalahan memandang mana maslahat mana mafsadah. 

Praktek :
• Aktivis Islam menyatakan terjun dalam kancah perjuangan parlemen merupakan sebuah maslahat, namun tak satupun dalil (Al Qur’an, As Sunah, Ijma’, qiyas shahih) yang menyatakan keabsahan (masyru’iyah) cara ini. Dengan demikian, maslahat yang mereka gambarkan bukanlah maslahat hakikiyah melainkan sekedar wahm belaka.
• Kenyataan ini menunjukkan bahwa menurut kaca mata syariah, terdapat kesalahan, kekurangan atau celah dalam prediksi aktivis Islam yang memandang terjun dalam parlemen sebagais sebuah maslahat.

Antara Setuju dan Tidak Setuju :
• Kita setuju sekali bahwa meraih 5 poin yang menjadi target keikut sertaan aktivis Islam di parlemen (yaitu tahkimu syariah, perbaikan semaksimal mungkin sesuai kemampuan, tidak membiarkan musuh-musuh Islam memonopoli kekuasaan, berdakwah lewat lembaga legislative dan membela hak-hak kaum muslimin) merupakan sebuah kewajiban yang harus diperjuangkan.
• Namun kita tidak setuju dalam dua hal :
% Tinjauan syariah dengan jelas menyatakan tidak masyru’ (tertolaknya) manhaj (metode) perjuangan lewat parlemen.
% Kenyataan menunjukkan bahwa keikut sertaan aktivis Islam dalam parlemen tidak mampu mewujudkan 5 point maslahat yang mereka cita-citakan. Kedua hal ini nampak jelas bila kita adakan kajian secara mendalam menurut kaedah maslahat dan mafsadat menurut syariat Islam.

Kode etik (Aturan Main) Maslahat
Dalam tinjauan syariah, dhowabithul maslahat (syarat-syarat / aturan main maslahat) menyatakan bahwa sebuah masalah bisa dianggap sebagai maslahat bila telah memenuhi empat syarat, yaitu :
1- Termasuk dalam maqashidu syariah.
2- Tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunah.
3- Tidak bertentangan dengan qiyas.
4- Tidak menyebabkan lepas (hilangnya) maslahat yang setara atau lebih besar.

Aturan Main Demokrasi
Segala masalah ada aturan main yang harus ditaati semua pihak yang terlibat di dalamnya, demikian juga dengan lembaga legislative (MPR/Parlemen). Setiap aktivis Islam yang masuk dalam kancah perjuangan muslim harus melewati tahapan-tahapan berikut :
a- Sejak awal dan secara terang-terangan menyetujui bentuk dan kandungan undang-undang dasar yang sedang berlaku, sekalipun nantinya inggin menggantinya dengan UUD Islam.
b- Menyetujui berhukum dengan selain syariah Allah sampai masa di mana ia bisa mengganti UUD yang berlaku dengan syariah Islam. Dalam rentang masa perjuangan merubah UUD yang berlaku menjadi syariah Islam ini, ia bersama seluruh anggota MPR / parlemen / lembaga legislative menetapkan berbagai UU wadh’i berdasar UUD yang berlaku. Keterlibatan aktivis Islam dalam proses penetapan berbagai UU wadh’I ini menunjukkan persetujuannya untuk berhukum dengan selain syariah Islam.
c- Memperjuangkan aspirasi penerapan syariah Islam melalui voting.
d- Jika dalam voting syariah Islam mendapat suara mayoritas, maka hasil voting ini diajukan kepada kepala pemerintahan (lembaga eksekutif).
e- Kepala negara mempunyai beberapa tiga pilihan : (a) menerima, dan ini belum pernah terjadi di negara manapun. (b). Menolak. (c). Membekukan.
f- Jika kepala negara menolak hasil voting, maka usulan tahkimu syariah dikembalikan kepada lembaga legislative dan dilakukan voting ulang. Atau kalau kepala negara membekukan usulan tersebut, maka aktivis Islam harus siap menerimanya dan kembali ke proses point (a). Kemungkinan manapun yang terjadi, hasilnya sama saja.

Maqashidu Syariah 
Maqashidu Syariah adalah menjaga lima hal secara berurutan yaitu dien, nyawa, akal, keturunan (kehormatan) dan harta. Ketika terjadi tabrakan kepentingan antara dien dan nyawa, misalnya, maka menjaga dien didahulukan atas menjaga nyawa. Karena itu disyariatkan jihad untuk menjaga dien sekalipun beresiko hilangnya nyawa. Begitu juga menjaga nyawa didahulukan dari menjaga akal. Maka demi mencegah kematian karena kehausan diperbolehkan meminum khamr sekalipun beresiko mabuk (hilangnya akal). Dan seterusnya.
Berdasar tingkat urgensinya, menjaga kelima hal ini ditempuh melalui tiga tingkatan :
a- Tingkatan Dharuriyat : Yaitu hal yang wajib ada demi terjaganya lima hal tersebut.
b- Tingkatan Hajiyat : Yaitu hal yang bila ia tidak ada, kelima hal tersebut tetap terjaga namun dengan kesempitan dan beban. 
c- Tingkatan Tahsiniyah : Yaitu Hal yang bila ia tidak ada, kelima hal tersebut tetap terjaga dengan baik, namun keberadaannya sesuai dengan akhlak yang baik dan kebiasaan yang berlaku.
Masing-masing dari ketiga tingkatan ini terbagi lagi menjadi dua hal : hal yang disyariatkan untuk menegakkan/menjaga maqashid dan hal yang disyariatkan untuk mencegah maqashid dari kerusakan. 
Untuk lebih jelasnya bisa digambarkan sebagai berikut :

  Tingkatan
 
Maqashid  
Dharuriyat 
Hajiyat 
Tahsiniyat
Dien @ T : Disyariatkannya rukun Islam dan rukun Islam, diberlakukannya syariat Allah dan menolak seluruh aturan hidup selainnya.
@ C : Tidak meremehkan ajaran Islam yang manapun apapun sikon yang ada, tidak kenal kompromi dalam hal penegakkan rukun-rukun Islam, wala’ dan bara’, jihad fi sabilillah dan menghukum pelaku bid’ah. Adanya berbagai rukhsosh seperti qashar bagi musafir. Hukum-hukum thaharah (bersuci), hal-hal yang najis dan menutup aurat.
Nyawa @ T : Dihalalkannya makanan, pakaian dan tempat tinggal.
@ C : Hukuman diyat dan qishas. Dihalalkannya berburu dan makanan yang baik-baik Adab-adab makan dan minum serta menjauhi makanan yang keji (menjijikkan).
Keturunan @ T : disyariatkannya nikah, nafkah dan hadhonah (mendidik anak).
@ C : Diharamkan zina dan hukuman atas pelakunya. Disyariatkannya mahar, talak dan keharusan 4 saksi dalam kasus zina Adab-adab pergaulan dan sekufu (selevel) dalam memilih pasangan hidup.
Akal @ T : makanan yang menjaga nyawa dan akal.
@ C : diharamkannya hal-hal yang memabukkan dan hukuman atas pelakunya. Dihalalkannya hal-hal yang baik tanpa berlebihan Hal-hal yang mendukung kegiatan berfikir dan ilmu pengetahuan.
Harta @ T : Muamalah sesama manusia.
@ C : Diharamkannya makan harta orang lain tanpa hak dan hukuman atas pelakunya. Diberi keluasan dalam bermuamalah seperti gadai, sewa, bagi hasil pertanian antara pemilik lahan dan penggarap dll. Dilarang menjual barang-barang najis dan kelebihan air serta rumput yang menjadi milik masyarakat umum. 

Keterangan :
@ T : Hal-hal yang disyariatkan demi tegaknya maqashid.
@ C : Hal-hal yang disyariatkan demi mencegah kerusakan pada maqashid.

Benarkah kelima hal mulia yang akan diperjuangkan para aktivis Islam lewat MPR / parlemen di atas memenuhi syarat pertama maslahat, yaitu termasuk kategori maqashidu syariah ? Untuk menjawabnya, di bawah ini akan dikaji kelima hal mulia ini dari sisi kelima maqashid (menjaga dien, nyawa, akal, keturunan dan harta) dalam ketiga derajatnya : dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat.


PASAL I 
Maslahat Pertama : Tahkimu Syariah

Tahkimu Syariah Melalui MPR menurut Tinjauan Menjaga Dien

1- Derajat Dharuriyat.

• Mungkin tidaknya upaya tahkimu syariah menurut tinjauan menjaga dien melalui MPR / parlemen akan kita kaji menurut urutan beberapa tahapan yang harus dilalui oleh seorang aktivis Islam yang akan masuk parlemen :
  Tahapan Pertama. Menyetujui bentuk dan isi UUD yang berlaku. Sebagai konskuensinya adalah :
  Tahapan Kedua. Menyetujui berhukum dengan selain syariah Islam, melalui keikut sertaan dalam menetapkan segala bentuk UU wadh’I bersama anggota parlemen lainnya.
• Kedua tahapan ini dengan segala konskuensinya berarti telah menggugurkan tujuan menjaga dien dalam derajat dharuriyat, baik :
- menegakkan ajaran dien : menerapkan dan memberlakuka syariat Allah dan menolak seluruh aturan hidup selainnya.
- mencegah ajaran dien dari kerusakan : tidak meremehkan ajaran Islam yang manapun apapun sikon yang ada, tidak kenal kompromi dalam hal penegakkan rukun-rukun Islam, wala’ dan bara’, dan puncaknya adalah jihad fi sabilillah dan menghukum pelaku bid’ah.
• Bagaimana mungkin aktivis Islam bisa melakukan tahkimu syariah bila sejak awal setuju untuk berhukum dengan selain hukum Islam ? 
• Bagaimana mungkin berhukum dengan selain huum Islam dijadikan wasilah (cara) untuk menegakkan hukum Islam ? 
• Apakah masyarakat harus menunggu tegaknya syariah Islam melalui usaha para aktivis Islam yang tidak paham masalah akidah ini ?
• Apakah Allah Ta’ala menurunkan syariah-Nya yang sempurna ini, namun tidak menerangkan metode yang benar untuk menegakkan, menjaga dan merawatnya ? Kalau begitu apa fungsi diturunkannya kitab suci dan diutusnya para rasul ? Bukankah setiap pabrik yang mengeluarkan suatu produk selalu menerangkan cara penggunaan dan perawatannya ?
• Bagaimana para aktivis Islam meninggalkan metode Rasulullah dalam menegakkan syariah Islam dan malah mengikuti metode Yahudi dan Nasrani ?
• Keanggotaan seorang aktivis Islam dalam MPR / parlemen yang menetapkan UUD dan UU wadh’I dan tidak mengakui hak tasyri’ (menetapkan UU) hanyalah hak khusus Allah ta’ala : merupakan bukti nyata persetujuan si aktivis Islam tersebut dalam menyia-nyiakan (meremehkan / tafrith) hak tasyri’ dalam Islam. 
• Jika para aktivis Islam di MPR / parIemen beralasan bahwa keikut sertaan mereka adalah untuk menggolkan konsep hak tasyri’ adalah hak Allah Ta’ala semata bukan hak rakyat : maka cara paling baik dalam MPR untuk menggolkannya adalah melalui proses tawar menawar melalui berbagai komisi dalam MPR / parlemen. Padahal masalah tasyri’ merupakan masalah pokok / rukun dalam Islam sehingga sama sekali tidak mengenal kata kompromi dan tawar menawar. Kalau masalah inti, pokok dan rukun saja diajukan pada proses tawar menawar, maka yang terjadi nantinya adalah seluruh ajaran Islam lainnya juga akan ditawar, bisa diterima, bisa ditolak. Ini jelas tidak sesuai dengan prinsip hifdzu dien dalam tingkatan dhoruriyat. 
• Di antara bagian dari hifdzu dien pada tingkatan dharuriyat adalah berwala’ kepada kaum mukminin dan bara’ dari kaum kafir. Herannya, para aktivis Islam di MPR / parlemen mengkritik keras pihak umat Islam yang tidak mengikuti jalan mereka, sementara di sisi lain mereka justru setuju untuk menempuh metode perjuangan yang dibuat oleh orang-orang kafir untuk mereslisasikan tujuan-tujuan musuh Islam ? Persetujuan para aktivis Islam ini berkonskuensi mereka rela mengikuti segala aturan main demokrasi buatan musuh-musuh Islam ini. Padahal seharusnya mereka secara tegas menerangkan kebatilan metode musuh-musuh Islam ini dan siapa saja yang berdiri di belakang metode ini berarti adalah musuh-musuh Allah Ta’ala. 
• Keislaman kita dan juga tugas menjaga dien dalam tingkatan dharuriyat menuntut setiap muslim untuk bara’ dari metode ini dan seluruh orang yang mengikuti metode ini, bukannya malah berwala’ kepada mereka dan mengkritik umat Islam yang tidak mau mengikuti metode ini. 
• Keikut sertaan aktivis Islam dalam MPR / parlemen ini berarti menghancurkan aqidah wala’ dan bara’ serta mengkaburkan dinding pemisah aqidah yang kuat antara para thaghut dan para da’I. Adakah wala’ kepada penguasa kafir yang lebih berat dari hal ini ?
• Jika kita melihat kepada mayoritas kaum muslimin yang tidak paham dien Islam dan tidak mengetahui kebatilan metode ini ; maka sebenarnya tanggung jawab para aktivis Islam semakin bertambah karena keikut sertaan mereka dalam MPR / parlemen mengakibatkan mayoritas kaum muslimin yang jahil ini ridho dengan metode ini dan memahaminya sebagai metode yang benar dengan alasan para aktivis Islam saja menempuhnya. Ini berarti menggiring masyarakat umat Islam dari keburukan menuju keburukan yang lebih parah ; dari tidak mengerti kebatilan metode ini menjadi ridho dan mendukung metode ini.
• Puncak dari menjaga dien dalam tingkatan dharuriyat adalah jihad fi sabilillah dan menghukum para pelaku bid’ah. Dengan jihad inilah kaum mukminin akan memantapkan akidah dan membelanya. Hanya saja pemerintahan demokrasi menghapuskan dan tidak mengakui jihad fi sabilillah. Hal ini Jelas sekali, karena mereka tidak mengakui dan tidak memberlakukan syariah Islam. Mungkinkah orang yang tidak memberlakukan syariah Islam akan melaksanakan jihad demi tegak dan terbelanya syariah Islam ? 
• Aktivis Islam di MPR / parlemen juga terlibat ta’thil (menihilkan) jihad karena mereka adalah bagian dari system thaghut kafir itu sendiri. Mungkinkah anggota system yang tunduk kepada system tersebut akan memerangi system ? Jelas mustahil. Sebagai bagian dari system, maka ia selanjutnya terlibat dalam menihilkan jihad.
• Jika para aktivis Islam beralasan ; kami akan mengusahakan dan memaksakan kepada penguasa (lembaga eksekutif) untuk menerapkan syariah Islam baru kemudian menegakkan jihad. Maka kita jawab ; Lembaga eksekutif jelas menolaknya, dengan berdasar kepada UUD dan kekuatan pendukungnya (militer & kepolisian). Apa yang dipunyai oleh para aktivis Islam untuk memaksa lembaga eksekutif untuk menerapkan syariah Islam atau minimal membuat lembaga eksekutif menghormati syariah Islam ? Sama sekali tidak mempunyai apa-apa. 
• Realita menunjukkan bahwa yang berkuasa bukanlah lembaga legislative, melainkan lembaga eksekutif. Teorinya lembaga legislative penguasa tertinggi yang menetapkan UUD dan UU, namun prakteknya lembaga eksekutif-lah yang menyetir lembaga legislative untuk menyetujui program-program lembaga eksekutif atau menetapkan UU yang sesuai dengan kepentingan lembaga eksekutif. Jadi, posisi lembaga legislative sekedar penanda tangan dan lembaga pemberi legitimasi atas segala kemauan lembaga eksekutif.
• Mestinya aktivis Islam di MPR / parlemen menegakkan dien dan menjaganya dari segala upaya musuh Islam yang berusaha menghancurkannya. Namun prakteknya justru bekerja sama dengan musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam. Ya, itu semua terjadi dengan sumpah jabatan mereka dengan nama Allah Ta’ala untuk menghormati, setia dan taat menjalankan UUD kafir yang berlaku. Aneh sekali, kenapa para aktivis Islam bersumpah dengan nama Allah Ta’ala untuk berbuat maksiat kepada-Nya ? Aneh sekali, kenapa para aktivis Islam melakukan sumpah setia untuk mentaati system kafir dan mengabdi untuk tanah air (nasionalisme) sedangkan Islam datang untuk memerangi system kafir dan nasionalisme, lalu para aktivis mengatakan akan menerapkan syariah Islam ?
• Sumpah ini mereka buktikan dalam kerja mereka dalam lembaga legislative. Berarti para aktivis Islam di MPR / parlemen menghormati, setia dan taat kepada UU politik kafir yang menyingkirkan hukum kenegaraan Islam, UU ekonomi kafir yang menghalalkan riba. UU pidana kafir yang menghapuskan hukum-hukum hudud dan qishas, UU kebebasan pers yang menyerang Islam setiap detik, serta seluruh UU kafir lainnya dalam system demokrasi.
• Mungkin para aktivis Islam menolak tuduhan (baca : kenyataan) ini, namun sumpah mereka jelas menggugurkan penolakan mereka ini. ghapus lah menn bahwa mereka ini edaalam anti Aneh sekali, kenapa para aktivis Islam yang masuk parlemen tidak pernah memikirkan hal ini. Jika mereka sudah paham hal ini ; maka keikut sertaan mereka dalam lembaga legislative itu sebuah musibah. Jika karena tidak tahu, maka musibahnya lebih besar.

Tahapan Ketiga : Mengajukan syariah Islam (misalnya UU pelarangan riba) kepada anggota lembaga legislative untuk diadakan voting apakah akan diterima atau ditolak. Jika mayoritas menerima, maka rancangan UU diajukan kepada lembaga eksekutif ; kemungkinan yang selalu terjadi adalah ditolak atau dibekukan, dan belum pernah diterima. Atau kalah dalam voting atau suara seimbang, maka usulan penerapan syariah Islam ditolak.
• Inti dari proses ini berarti : Allah Ta’ala mengajukan usulan pengharaman riba kepada lembaga legislative melalui Rasulullah dan Al Qur’an. Kemudian aktivis Islam di lembaga legislative mengajukan usulan Allah Ta’ala ini kepada anggota lembaga legislative ; apakah sesuai dengan kepentingan rakyat sehingga pantas diterima, atau tidak sesuai sehingga harus ditolak. Bila diadakan voting lalu mayoritas anggota menyetujui, maka rancangan UU pelarangan riba diajukan ke lembaga eksekutif untuk disetujui atau ditolak atau dibekukan. Jika ditolak, maka dikembalikan ke lembaga legislative kembali untuk diadakan kajian ulang.
• Ini maknanya lembaga legislative mengatur Allah Ta’ala dengan aturan main demokrasi dan UUD kafir.
• Dengan realita ini, maka jelas dalam kancah demokrasi ada tiga ilah (tuhan), yaitu :
- Ilah paling tinggi : Lembaga eksekutif.
- Ilah nomor kedua : Lembaga legislative.
- Ilah paling rendah : Allah Ta’ala. Bahkan lebih parah lagi, Allah Ta’ala sama sekali tidak dianggap sebagai Ilah. Ya, mana ada Ilah yang harus bersusah payah mengusulkan aturan-Nya (kitab suci) kepada manusia. Ini berarti Allah Ta’ala dalam atiuran main demokrasi tak lebih dari seorang hamba !!!
• Yang lebih parah lagi; kedudukan syariah Islam sederajat dengan seluruh aturan wadh’I lainnya. Jika aktivis Islam mengusulkan syariah Islam dengan nama Allah Ta’ala, maka kaum sekuleris, nasionalis, komunis, sosialis, kejawen dan seterusnya juga mengusulkan UU atas nama setan dan thaghut. Maka, kedudukan Allah Ta’ala dengan setan dan thaghut adalah sama tinggi, sederajat dari sudut pandang mengusulkan UU. 
• Ini semua jelas membatalkan seluruh aspek dharuriyat dari menjaga dien. Ini semua jelas-jelas membatalkan Laa Ilaaha Illa Allahu. Bagaimana tidak, sedang aturan main demokrasi berarti laa ilaaha illa al haiatu at tanfidziyatu (tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain lembaga eksekutif) atau laa ilaaha illa al haiatu at tasyri’iyatu / al majalisu an niyabiyatu (tidak ada Ilah yang berhak diibadahi selain lembaga legislative / MPR).
• Seluruh aktivitas dalam lembaga legislative ini berarti membatalkan segala bentuk tauhid :
- Tauhid Uluhiyah : : 
Jika orang sekuleris, nasionalis, sosialis atau komunis misalnya mengusulkan UU lokalisasi (penghalalan zina), kemudian diadakan voting dan menang. Ketika diajukan kepada lembaga eksekutif disetujui dan dibuat UU lokalisasi prostitusi. Zina yang haram menurut syariah Allah Ta’ala haram menjadi halal menurut lembaga legislative dan eksekutif. Jika aktivis Islam mengusulkan UU jihad fi sabilillah dan amar ma’ruf nahi mungkar, lalu diadakan voting dan mayoritas anggota legislative menolak. Maka jihad dan amar ma’ruf yang menurut syariah Allah Ta’ala hukumnya wajib, menurut lembaga legislative dan eksekutif hukumnya haram, tidak boleh dilakukan sampai suatu saat ketika lembaga legislative dan eksekutif menyetujuinya. Padahal masalah tahlil (menyatakan halal) dan tahrim (menyatakan haram) adalah hak Allah Ta’ala semata. Sementara dalam demokrasi lembaga legislative dan eksekutif adalah satu-satunya pihak yang berhak menghalalkan dan mengharamkan. 
- Tauhid Rububiyah :  
Satu-satunya yang berhak mengatur dengan kedaulatan penuh adalah lembaga legislative dan eksekutif, maka merekalah Rabb dalam demokrasi. 
- Tauhid Asma’ wa Shifat :  
Seorang hakim mutlak (hakim yang mempunyai kekuasaan penuh, mutlak) adalah hakim yang seluruh perintah dan larangannya merupakan keadilan dan maslahat, serta mempunyai sifat sempurna, baik ilmunya, kemampuannya, pendengarannya, penglihatannya, dan seluruh sifat lainnya. Ia sama sekali tidak mempunyai cacat, cela, kekurangan dan aib. Ia sama sekali tidak pernah ngantuk, tidur dan lengah. Ini supaya UU, ketetapan dan aturan yang ia tetapkan bernilai keadilan dan kemaslahatan. Sifat-sifat ini tak ada yang mempunyainya selain Allah Ta’ala. Karena itu Allah Ta’ala adalah hakim yang Maha Adil dan Maha Benar. Namun dalam aturan main lembaga legislative ; maka hakim yang maha benar dan adali yang mempunyai hak memerintah, melarang dan menerapkan UU adalah lembaga legislative, atau lembaga eksekutif atau kedua-duanya.
• Ini semuanya ; namanya menjaga dien atau meremehkan, menyia-nyiakan dan menihilkan (ta’thil) hukum-hukum dien ? Menegakkan syariah Islam atau meruntuhkannya ? 

2- Derajat Hajiyat.
• Tingkatan hajiyat merupakan tingkatan di bawah dharuriyat. Bila hajiyat tidak dipenuhi, kehidupan akan tetap berjalan namun tidak normal, penuh dengan kesulitan dan kesempitan. Contohnya ; rukhsoh berbuka shaum dan sholat qashar bagi musafir. Bila ia tetap shaum dan sholat secara sempurna, ia tetap bisa bersafar namun keberatan.
• Dalam hal ini, karena system demokrasi merupakan sebuah system yang mengatur hidup orang banyak, maka kita juga akan meninjau dampak keikut sertaan para aktivis Islam dalam MPR / parlemen dalam menghilangkan atau mengurangi kesempitan hidup berdien orang banyak (kaum muslimin). Untuk itu, kita ajukan beberapa pertanyaan berikut :
• Tekanan pemerintahan thaghut dengan berlandaskan kepada UUD dan UU wadh’I kepada para da’I dan ulama Islam serta pembungkaman suara mereka agar tidak menyuarakan kebenaran Islam, bukankah menempatkan kaum muslimin dalam kesempitan dan kesusahan ? Jelas ya, karena dengan hilangnya suara kebenaran maka kaum muslimin hanya menerima segala informasi dari media massa dan elektronik kafir yang meracuni akidah mereka.
• Pemberian kesempatan kepada musuh-musuh Islam untuk menyerang Islam setiap detik melalui semua media massa dan elektronik, dengan perlindungan dari UUD dan UU wadh’I (kebebasan berpendapat & pers), bukankah menempatkan kaum muslimin dalam kesempitan dan kesusahan ?
• Pendidikan generasi muda umat Islam dengan pendidikan sekulerisme dan nasionalisme, akal dan pikiran mereka dihalangi dari mendalami dan memahami aqidah Islam yang benar, melalui pendidikan negara yang diatur oleh UUD dan UU wadh’I, bukankah ini semua menempatkan kaum muslimin dalam kesempitan dan kesusahan ? 
• Penyebar luasan berbagai sarana kebejatan seperti kebebasan ikhtilath (campur laki-laki dan perempuan bukan mahram), pornografi di media massa dan elektronik, bukankah ini semua menempatkan kaum muslimin dalam kesempitan dan kesusahan ?
• Nasionalisme dengan segala konskuensinya yang menggusur ukhuwah iman dan takaful (solidaritas Islam sedunia), bukankah menempatkan umat Islam dalam kesempitan dan kesusahan ? 
• Pembinaan dan pendidikan umat untuk berwala’ (loyalitas & mengabdi dengan jiwa raga) kepada bangsa, negara dan tanah air lewat berbagai lagu kebangsaan dan menghormati simbol-simbol negara seperti lambing negara, bendera negara dst, bukankah ini berarti mencabut wala’ kepada Allah, Rasulullah dan orang-orang beriman dari dada kaum muslimin ? Bukankah wala’ kepada bangsa dan tanah air hanyalah kata lain dari wala’ kepada pemerintah dan system yang sedang berkuasa ? Bukankah ini seemua menempatkan kaum muslimin dalam kesempitan dan kesusahan?.  
• Kebebasan menjalankan agama dan keyakinan masing-masing, meskipun itu keyakinan kafir, paganis dan atheis, dengan perlindungan penuh UUD, bukankah semua itu menempatkan kaum muslimin dalam kesempitan dan kesusahan ? Bukankah setiap muslim akan sedih dan sesak melihat berbagai perayaan dan ritual agama-agama kafir, paganis dan atheis yang dikerjakan secara terang-terangan dan diliput media massa dan elektronik ? Lebih menyedihkan lagi, ketika memahami bahwa orang-orang kafir, paganis dan atheis yang mengadakan perayaan dan ritual peribadatan di media massa dan elektronik itu, mereka pulalah yang telah melakukan pembantaian terhadap kaum muslimin di berbagai daerah konflik ?
• Jika para aktivis Islam di MPR / parlemen beralasan : justru kehadiran kami untuk menghilangkan dan mengurangi semua kerusakan ini. Maka kita jawab ; Sungguh suatu niatan yang baik. Namun tahapan-tahapan langkah kalian untuk menjadi anggota MPR / parlemen menunjukkan kalian menghormati dan bersumpah untuk setia dan taat kepada UUD dan UU wadh’I yang berlaku, padahal berbagai kerusakan yang kami sebutkan dalam pertanyaan yang kami ajukan di atas, semuanya berlangsung karena diatur dan dilindungi oleh UUD dan UU wadh’I yang ada. Kenapa mesti bersumpah untuk menghormati, setia dan mentaati UUD dan UU wadh’I tersebut kalau memang ingin menggantinya ? 

3- Derajat Tahsiniyat.
• Bila tingkatan tahsiniyat tidak terpenuhi, maslahat manusia tetap terjaga tanpa adanya kesempitan dan kesusahan. Namun bila tahsiniyat dijaga dan dipenuhi, akan tercapailah perilaku yang sesuai dengan akhlak dan metode terbaik dalam masalah muamalah (interaksi social) dan adat kebiasaan.
• Serangan media massa dan elektronik kepada umat Islam, terkhusus lagi para aktivis Islam, dengan berbagai tuduhan miring seperti fundamentalis, ekstrim kanan, radikal, teroris, dan seterusnya : sesuaikah dengan akhlak yang mulia ?
• Pengajaran musik, tari-tarian dan senam yang menampakkan aurat dan berakibat ikhtilat : sesuaikah dengan akhlak yang mulia ?
• Peraturan pakaian yang ketat dan menampakkan aurat bagi para siswi dalam berbagai acara seperti pelajaran di kelas dan olahraga serta parade dalam berbagai upacara dan acara : sesuaikah dengan akhlak yang mulia ?
• Pengajaran yang mencampur adukkan siswa dan siswi dalam satu kelas, guru putra mengajar siswi dan guru putri mengajar siswa : sesuaikah dengan fitrah pertumbuhan anak dan akhlak yang mulia ?
• Bercampur baurnya pegawai laki-laki dan perempuan dalam ruangan yang sempit di berbagai kantor pemerintah dan swasta, dengan pegawai perempuan yang tabaruj (mengumbar perhiasan dan auratnya) ; sesuaikah dengan akhlak yang mulia ?
• Sejak dahulu ini semua terjadi, sementara para aktivis Islam di MPR / parlemen sama sekali tidak bisa merubahnya. Jika tingkatan terendah saja (tahsiniyat) tidak bisa mereka rubah, lantas bagaimana dengan tingkatan yang lebih tinggi dan berat (hajiyat dan dharuriyat) ? 
• Jelaslah bahwa keikut sertaan aktivis Islam dalam MPR / parlemen sama sekali tidak bisa menegakkan dan menjaga dien dalam ketiga tingkatannya ; dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat. Justru yang terjadi adalah menyia-nyiakan, meremehkan dan merusak dien. 

Tahkimu Syariah Melalui MPR menurut Tinjauan Menjaga Nyawa
1- Derajat Dharuriyat 
• Untuk menegakkan maslahat menjaga dien : dihalalkannya pangan, sandang, dan papan yang layak. Untuk mencegah agar tidak mengalami ancaman : disyariatkan hukum diyat dan qishas.
• Dalam MPR / parlemen : kepentingan anggota MPR / parlemen selalu dinomor satukan sementara nasib jutaan rakyat ditelantarkan. Karena itu, MPR / parlemen selalu merumuskan dan menetapkan UU yang menjamin dan menjaga kemewahan hidup anggota MPR/ parlemen dan lembaga eksekutif. Tak heran bila anggota MPR / parlemen beserta lembaga eksekutif hidup mewah bergelimang harta, sementara rakyat tidak mendapatkan jaminan pangan, sandang dan papan yang layak. Akibatnya, kemiskinan mengenai sebagian besar rakyat kecil ; lapangan kerja menjadi sempit dan diperebutkan oleh sekian juta manusia. Ibu-ibu rumah tangga dipaksa keluar rumah untuk membantu suami mencari nafkah. 
• Seandainya keinginan aktivis Islam untuk menegakkan syariah itu benar, kenapa mereka terlibat dalam penetapan UU yang mencekik jutaan rakyat ini ? Kenapa mereka menikmati itu semua ? Bukankah ini artinya memakan harta orang lain dengan cara batil, dengan bermodal senjata UU yang ditetapkannya ?
• Sistem pemerintahan demokrasi jelas-jelas menolak hukum qisas dan diyat. Mereka menolaknya bukan karena besarnya tekanan arus sekuleris-nasionalis atau kalangan budak HAM yang setiap saat menolak hukum qisas dan diyat dengan alasan kejam, ketinggalan zaman, tidak sesuai dengan peradaban modern, melanggar HAM, humanisme dan segudang alasan miring lainnya. Bagi orang yang berpegang teguh pada prinsip : tuduhan ini tak lebih hanyalah angin lalu saja. Namun sebenarnya system pemerintahan demokrasi ini menolak hukum qisas dan diyat karena mereka membencinya, menganggapnya sebagai batu penghalang terbesar bagi pemenuhan kepentingan dan hawa nafsu mereka. 
• Apa yang bisa diperbuat oleh aktivis Islam untuk menggolkan penerapan hukum diyat dan qishas ? Usaha apapun yang mereka lakukan ; fakta sejarah membuktikan usaha mereka selalu gagal. Itu kalau mereka berusaha untuk menggolkannya. Lantas bagaimana jika tidak berusaha untuk menggolkannya ?. Walhasil, baik berusaha untuk menggolkan atau tidak ; sekedar keikut sertaan mereka dalam MPR / parlemen saja sudah membuktikan mereka tetap saja terlibat dalam menghormati, mentaati dan membela UUD dan UU wadh’I yang menolak 100 % hukum qisas dan diyat. Ini jelas bila melihat kepada 6 tahapan yang mesti dilalui setiap anggota MPR / parlemen. Sungguh suatu tindakan yang sangat kontradiktif : mau memperjuangkan syariah Islam tapi di sisi lain juga mentaati dan bahkan terlibat menetapkan UU yang menghapus syariah Islam. 

2- Derajat Hajiyat. 
3- Derajat Tahsiniyat.
• Jika dalam tingkatan dharuriyat saja tidak mampu dipenuhi : tentulah tingkatan hajiyat dan tahsiniyat lebih tidak mampu.
• Bila tingkatan dharuriyat berbicara bagaimana sekedar bisa hidup, maka tingkatan hajiyat : berbicara tentang menikmati hal-hal yang baik, sedang tahsiniyat berbicara tentang menjauhi sikap israf (berlebih-lebihan, bermewah-mewahan). Untuk mencari sesuap basi saja sulit (dharuriyat) : mungkinkah bisa memenuhi standar hidup sehat dan sempurna (gizi, vitamin, protein, mineral dll : hajiyat) ? Mungkinkah bisa hidup berfoya-foya (tahsiniyat) ?” Yang ada tentunya berpayah-payah (menahan lapar). 


Tahkimu Syariah Melalui MPR menurut Tinjauan Menjaga Akal
1- Derajat Dharuriyat.
• Akal merupakan syarat taklif. Karena itu Islam selalu berusaha agar setiap hamba selalu berada dalam keadaan akal yang sehat agar bisa melaksanakan tugas taklif dan ibadah. Untuk menjaga akal : halalnya makanan dan gizi yang menjaga kelangsungan kehidupan dan akal. Untuk mencegah dari kerusakan : diharamkannya segala yang memabukkan dan adanya hukuman yang berat bila terjadi pelanggaran.
• Realita menunjukkan bahwa akal seorang muslim pada masa ini dipengaruhi oleh berbagai media, yaitu 3 unsur penting :
- Media massa : Koran, majalah, tabloid, bulletin, buku dan cetakan / penerbitan yang menyebarkan faham-faham yang anti Islam.
- Media elektronik yang memusuhi Islam.
- Imporisasi hal-hal yang merusak aqidah dan akhlak dari negara-negara kafir.
• Yang harus dilakukan agar akal terjaga dalam tingkatan dharuriyat adalah : mengisi akal dengan aqidah yang benar dan menyiapkan lingkungan yang sesuai dengan aqidah yang benar. Agar agal terjaga dari kerusakan, dalam tingkatan dharuriyat wajib disterilkan dari tiga unsure yang meracuni dan memabukkan akal di atas.
• Apakah keterlibatan aktivis Islam dalam MPR / parlemen bisa merealisasikan dua tugas berat menjaga akal dalam tingkatan dharuriyat di atas ? Teori dan praktek menunjukkan justru aktivis Islam terlibat dalam merusak akal dalam tingkatan dharuriyat : dengan sumpah mereka untuk menghormati, setia, dan taat kepada UUD dan UU wadh’I yang berlaku. Mereka terlibat dalam penetapan UU tentang kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan menjalankan keyakinan agama dan kepercayaan masing-masing. 
• Lewat Media Massa : UU Kebebasan menjalankan keyakinan agama dan kepercayaan : membuka pintu seluas-luasnya bagi setiap orang kafir untuk menyebarluaskan ajaran agamanya dan menyerang Islam. Bagi orang Nasrani ; mengkristenkan umat Islam adalam tugas agama yang harus dijunjung tinggi. Bagi orang sekuler : mensekulerkan umat Islam merupakan keyakinan hidupnya, dan seterusnya. Seluruh agama dan kepercayaan berlomba-lomba menampakkan syiar agamanya, merekrut sebanyak mungkin pengikut. Mereka menyebar luaskannya lewat segala media massa yang mereka miliki, menyerang akidah umat Islam dengan paham-paham menyesatkan. Seharusnya kegiatan orang-orang kafir yang berujung kepada pemurtadan dan perusakan akidah serta penyebaran fitnah syubhat dan syahwat yang merusak akal sehat umat Islam ini diperangi dan dilarang. Nyatanya tidak, bahkan malah dilindungi oleh UUD dengan mengatas namakan kebebasan pers dan berpendapat. Bagaimana akal akan sehat bila tiap detik disuguhi pemahaman kufur, syirik,murtad, nasionalisme, sekulerisme, permisivisme dst ? 
• Lewat Media elektronik : Media elektronik sepenuhnya berada di tangan system yang berkuasa dan orang-orang kafir. Misi mereka jelas : melalaikan umat Islam dari berfikir serius tentang perjuangan menegakkan syariah Islam. Untuk itu mereka menempuh segala cara ; tidak saja dengan memenuhi acara media elektronik dengan musik, film, olah raga, acara-acara kesyirikan dan segala acara yang nampak menyerang Islam, namun juga mengisinya dengan acara-acara yang kelihatannya Islami namun sebenarnya menghancurkan akidah umat Islam. Untuk itu dipilihlah para tokoh muslim perusak Islam dengan gelar akademis yang membuat setiap orang silau. 
• Lewat impor segala perusak akidah dan akhlak dari negara-negara kafir : Setiap orang bebas berkreasi dan berimajinasi selama sesuai dengan UU yang berlaku. Maka musik, senam (dansa) dan budaya-budaya bejat lainnya tumbuh subur dengan perawatan dan perlindungan sepenuhnya oleh UU. Bagaimana mungkin akal muslim akan steril, jika tiap detik hal-hal seperti inilah yang ia dengar, lihat dan rasakan ?. 
• Setiap aktivis Islam di MPR / parlemen : terlibat dalam penetapan UU yang mengatur ini semua. Maka ia terlibat dalam merusak akal umat Islam.
• Selama keterlibatan aktivis Islam dalam MPR / parlemen : tak pernah ditetapkan UU yang menyatakan keharaman khamr. Justru yang ada adalah UU yang mengatur dan melindungi berdirinya pabrik-pabrik khamr, bahkan income yang didapat oleh negara dari sector ini sangat besar.
• Selama keterlibatan aktivis Islam dalam MPR / parlemen : belum pernah hukuman syar’I atas para pemabuk diterapkan. Yang berlaku adalah hukum pidana yang berdasar UU wadh’I yang menyelisihi hukum syariah. 

2- Derajat Hajiyat.
3- Derajat Tahsiniyat. 
• Bila dharuriyat saja tidak terjaga : terlebih lagi hajiyat dan tahsiniyat.
• Tidak sehatnya akal karena akidah yang salah dan lingkungan yang merusak mempunyai dampak buruk : lemahnya komitmen beragama. 
• Karenanya : orang-orang ramai meninggalkan sholat jama’ah di masjid, jihad fi sabilillah dan ibadah-ibadah lainnya. Sebagai gantinya : ramai-ramai nonton TV, bioskop, bar, discotik, klub malam, pamer aurat di pantai dst. 
• Ini semua terjadi karena UU yang dihormati, ditetapkan dan ditaati oleh aktivis Islam dalam MPR / parlemen ; penerapan UU merusak akal, sehingga hilanglah akal yang berakibat pada tidak adanya kemauan melaksanakan kewajiban sebagai seorang mukalaf.


Tahkimu Syariah Melalui MPR menurut Tinjauan Menjaga Keturunan
1- Derajat Dharuriyat.
• Pembuat UU dalam MPR / parlemen : manusia biasa yang tak luput dari keterbatasan, kesalahan, kelalaian, kekurangan dan hawa nafsu. UU yang mereka tetapkan : UU yang memenuhi kepentingan dan hawa nafsu mereka. Padahal secara umum seluruh system demokrasi di negara manapun tidak mempunyai kepentingan dengan menjaga nasab yang bersumber kepada kepentingan menjaga keturunan berdasar penerapan syariah Islam.
• Jika system demokrasi ini melihat bahwa menerapkan hukum-hukum perkawinan dan kekeluargaan Islam itu mendatangkan keuntungan politik bagi mereka (seperti pemerintahannya yang kafir dilihat rakyat sebagai pemerintahan Islami yang harus didukung) : system kafir ini akan menerapkannya, bukan karena menyadarinya sebagai perintah Allah Ta’ala tetapi karena motivasi politik. 
• Jika tidak ada kepentingan politik yang bisa diraih dari penerapan hukum pernikahan dan kekeluargaan Islam : system kafir ini akan membuang jauh-jauh hukum Islam, dan sebagai gantinya mencari UU lain yang lebih memberi keuntungan politik dan memenuhi hawa nafsu mereka. Maka tidak heran bila mereka mengimpor dari negara-negara kafir di dunia : system KB, perzinaan secara bebas dan sehat (?) dengan memakai alat-alat kontrasepsi dll.
• Syariah Islam adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Mengambil hukum perkawinan dan keluarga menurut Islam serta mencampakkan hukum Islam lainnya adalah sebuah kekufuran.
• Realita menunjukkan bahwa hukum perkawinan dan keluarga Islam (Nikah-Talak-Warisan) yang diberlakukan oleh sebagian system demokrasi di belahan dunia ketiga : tidak murni hukum Islam, namun sudah diaduk sedemikian rupa. Sebagian hukum pernikahan Islam yang memenuhi kepentingan hawa nafsu mereka : diambil dengan mereka adakan perubahan di sana sini. Sebagian hukum pernikahan Islam yang merugikan pemenuhan hawa nafsu mereka : dibuang, dan sebagai gantinya diisi dengan hukum kafir. Maka bercampur aduklah madu dan racun. Ini jelas sebuah bentuk kekafiran yang membawa syubhat bagi mayoritas umat Islam yang tidak paham syariah Islam. 
• Untuk menegakkan maslahat menjaga keturunan : disyariatkan nikah, nafkah dan hadhonah. Untuk menjaga dari kerusakan : diharamkan zina dan ditetapkan hukuman yang berat atas para pezina. Sistem demokrasi yang ada tak pernah mengakui dan mau menerapkan hukuman Islam atas para pelaku zina, karena : hukuman ini akan menghalangi pemuasan hawa nafsu mereka, bahkan bila hukuman ini dilaksanakan kemungkinan besar yang terkena pertama kali adalah anggota MPR / parlemen dan lembaga eksekutif. Lebih dari itu, hukuman Islam atas pezina harus dilakukan di hdapan umum : suatu hal yang jelas-jelas menjatuhkan martabat para anggota MPR / parlemen / lembaga eksekutif yang terlibat perzinaan. Bahkan zina dilakukan secara suka sama suka : sama sekali tidak ada hukuman.
• Pelarangan nikah dengan lebih dari dua istri bagi pegawai negeri, penerapan system KB, pembukaan komplek-kompleks prostitusi yang memberi income begitu besar kepada negara : inikah hukum Islam dalam masalah pernikahan dan keluarga ? Bukankah semuanya berjalan dengan adanya UU yang ditetapkan oleh MPR / parlemen dan dijalankan oleh lembaga eksekutif ? 
• Setiap aktivis Islam di MPR / parlemen tidak berjuang menjaga keturunan, namun malah terlibat merusaknya. Mereka terlibat menetapkan, menghormati dan mentaati seluruh UUD dan UU yahg ada. Berarti mereka terlibat dalam merusak tujuan menjaga keturunan ini.  

2- Derajat Hajiyat.
3- Derajat Tahsiniyat.
• Adab-adab pergaulan Islam jelas dilecehkan begitu saja oleh system dan UU yang berlaku. Ikhtilath di tempat kerja, sekolah dan olah raga merupakan menu wajib harian bagi setiap orang. Tempat-tempat mesum seperti bioskop, pub, club malam, diskotik, bar dan hotel-hotel berjalan lancar dengan perlindungan dan jaminan UU. 
• Di sebagian negara demokrasi : UU tidak mencegah pernikahan antar orang yang berbeda agama, bahkan mengaturnya dengan lembaga yang disebut Kantor Catatan Sipil. Aturan sekufu (terutama masalah agama) diabaikan begitu saja. 
• Di sebagian negara demokrasi : perceraian dilarang, sehingga membuka pintu perzinaan (perselingkuhan) selebar-lebarnya.  


Tahkimu Syariah Melalui MPR menurut Tinjauan Menjaga Harta
1- Derajat Dharuriyat.
• Harta merupakan factor penting tegaknya kehidupan umat manusia. Harta akan memegang peranan positif secara maksimal bila beredar secara halal di tengah-tengah masyarakat menurut cara yang telah diatur Islam, tanpa tabdzir dan bukan sebagai sarana pemenuhan kepentingan-kepentingan pribadi / golongan yang merusak kepentingan masyarakat luas.
• Untuk mampu menjadi anggota MPR / parlemen : setiap anggota harus melalui proses pencalonan dan kampanye yang membutuhkan harta dalam jumlah sangat besar. Karena itu, anggota MPR / parlemen hanyalah dari kalangan ekonomi elit apapun profesi, agama dan tingkat intelektualitasnya. Adapun para ulama, orang-orang shalih dan pakar keilmuan yang tidak memiliki harta yang lebih ; tak akan pernah menduduki kursi di MPR / parlemen.
• Proses kampanye menyedot dana yang sangat besar : mulai dari pencalonan, rapat-rapat koordinasi, pawai-pawai, publikasi di media massa dan elektronik, pembuatan berbagai atribut, pengumpulan massa, kesepakatan-kesepakatan dengan partai-partai sekulr / nasionalis / sosialis / non Islam lain dst.
• Dari sini jelas : harta telah dihambur-hamburkan secara tabdzir tidak pada tempatnya menurut syariat.Anak yatim dan miskin, tawanan muslim, lembaga-lembaga pendidikan Islam, lembaga kesehatan Islam, jihad fi sabilillah dan kepentingan umum Islam lainnya terbengkalai.
• Sebagian aktivis Islam di MPR / parlemen beralasan : pengeluaran harta yang banyak ini demi naiknya aktivis Islam di MPR, sebagai sarana dakwah dan tahkimu syariah. Tujuan mulia dakwah dan tahkimu syariah sudah tentu memerlukan harta yang banyak. Jadi : pengeluaran dana ini sama sekali bukan tabdzir.
• Jawab : Benar dakwah dan tahkimu syariah butuh infak yang besar. Namun niatan yang baik ini harus disertai dua syarat : (a). Cara yang benar menurut syar’I dan (b) benarnya metode yang digunbakan sebagai penyaluran infak. Tabdzir sama sekali tidak sesuai dengan cara infak menurut syar’I, sementara system demokrasi bukanlah metode yang benar untuk perjuangan dan penyaluran harta. Penyia-nyiaan tujuan menjaga harta dalam tingkatan dharuriyat yang kita sebut ini : terjadi sebelum dan menjelang masuknya aktivis Islam dalam keanggotaan MPR / parlemen.
• Hukum-hukum muamalah maliyah dan iqtishodiyah (interaksi moneter dan ekonomi) yang berlaku dalam system demokrasi : bertolak belakang dengan system muamalah Islam, karena system demokrasi memang tidak mengakui system ekonomi dan moneter Islam yang mereka tuduh ketinggalan zaman.
• Hukuman pencurian yang sampai nishobnya menurut Islam adalah potong tangan, sementara para perampok, pembegal dan pembajak (perompak) lebih keras lagi : dibunuh / disalib / dipotong tangan dan kaki secara bersilang / diasingkan. Semua hukuman Islam ini ditolak dan tidak diakui hukum wadh’I demokrasi. Dan semua aktivis Islam di MPR / parlemen terlibat dalam menetapkan hukum pidana sekuler yang menangani kasus pencurian dan perampokan ini.
• Islam mengharamkan riba : namun MPR / parlemen menghalalkannya dan menjadikannya sendi utama perekonomian demokrasi kapitalis. Setiap aktivis Islam ikut terlibat dalam penetapan UU perekonomian dan moneter demokrasi yang menghalalkan riba ini.
 
2- Derajat Hajiyat.
3- Derajat Tahsiniyat.
• Sistem pinjam meminjam yang memakai bunga. 
• Sistem pajak dan transper keuangan yang berada dalam kerangka riba.
• Negara memberi keistimewaan pada kalangan tertentu dalam dunia usaha.
• Negara tidak adil dalam mendistribusikan kekayaan negara kepada rakyat, di mana kekayaan negara di monopoli segelintir keluarga dan pejabat. 
• Negara menyita asset-aset kekayaan sebagian rakyat dengan cara batil. 
• Negara menahan hasil-hasil bumi dan kekayaan alam dengan mengatas namakan kepentingan umum.
• Negara tidak melarang peredaran dan jual beli khamr. Dll.



PASAL II :
MEMPERBAIKI KEADAAN SESUAI KEMAMPUAN

REALITA SISTEM DEMOKRASI 
• Secara system : kerusakan telah merambah seluruh atau sebagian besar aspek dalam system demokrasi. Kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan menurut kaca mata syariah, bukan menurut kaca mata manusia. Kerusakan itu meliputi : (a) Aspek aqidah dan (b) Sebagian besar perundang-undangan yang bersumber kepada UUD yang ada, seperti : administrasi, peradilan, pers, ekonomi, politik, social, pengetahuan dan keamanan.

Kerusakan Aqidah Sistem Demokrasi : 
Asas dari aqidah tauhid adalah dua kalimat syahadat yang dalam kaitannya dengan system yang berkuasa, mempunyai konskuensi :
• - Mengakui ubudiyah (ketundukan dan ketaatan sepenuhnya) kepada Allah dan Allah sajalah Ilah yang berhak diibadahi, menetapkan hukum dan berkuasa mutlak.
• - Seluruh perundang-undangan yang ada tanpa terkecuali haruslah bersumber dan dibangun di atas kaedah-kaedah dan pokok-pokok syariah Islam. Seluruh aspek kehidupan diatur dengan syariah Islam dengan disertai kerelaan hati dan ketundukan perbuatan.
• Secara personal : memang banyak anggota MPR / parlemen yang mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun secara system yang mempunyai wewenang menetapkan UUD dan UU yang mengatur seluruh aspek kehidupan rakyat : membatalkan dua kalimat syahadat. UUD yang berlaku sama sekali tidak bersumber dan dibangun di atas dasar-dasar kaedah syariah Islam, namun murni bersumber dan dibangun di atas dasar pemikiran otak manusia yang sekuleris, nasionalis, atheis. Mereka menyerahkan hak menetapkan UUD dan UU kepada manusia (dalam hal ini MPR /parlemen). Manusialah pemegang kedaulatan tertinggi. Mereka menganggap syariah Islam sebagai sebuah peraturan primitif yang tak sesuai dengan kemajuan zaman dan tuntutan kehidupan manusia modern yang kompleks dan plural.
• Dengan demikian, dari aspek akidah jelas nampak kerusakan system demokrasi :
- Mengakui ubudiyah (ketaatan, ketundukan dan pengabdian) kepada manusia penetap UUD / UU, sebagai ganti dari ketaatan dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Wujudnya adalah menyingkirkan syariah Allah dari pernanannya sebagai UUD atas segala aspek kehidupan seluruh umat manusia, mengganti peranan syariah Allah dengan UUD dan UU wadh’I ketetapan MPR / parlemen. Ini membatalkan Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah.
- Seluruh UU yang ada bersumber dan dibangun di atas dasar UUD yang merupakan ketetepan manusia (MPR / parlemen), sebagai ganti dari bersumber kepada dan di bangun di atas syariah Rasulullah. Ini membatalkan wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.

Mungkinkah Memperbaiki Kerusakan Akidah Sistem Demokrasi ? 
• Akidah merupakan sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan, tidak menerima kompromi dan tawar menawar sedikitpun apapun sikon yang ada. Kerusakan akidah system demokrasi menuntut perbaikan mendasar pada UUD yang berlaku yang berakibat merubah kulit dan isi system yang ada. 
• Jika memang memperbaiki keadaan sesuai kemampuan secara bertahab itu diperbolehkan dalam aspek lain, maka tidak demikian halnya dengan aspek akidah. Perbaikan aspek akidahjuga menjadi prioritas nomor satu yang tidak bisa diakhirkan.
• Perbaikan akidah : Sistem demokrasi yang ada haruslah mengakui kesatuan syariah Islam, mengakui ubudiyah kepada Allah Ta’ala dan kewajiban menerapkan syariah Allah Ta’ala dalam seluruh aspek kehidupan umat manusia. Sistem demokrasi harus mengakui kesyirikan, kekafiran dan keharaman mengangkat manusia sebagai pembuat UUD / UU yang tidak bersumber dan dibangun di atas dasar syariah Allah.
• Ini menuntut penghapusan hak legislative MPR / parlemen, wajibnya membuang UUD /UU yang ditetapkan oleh MPR / parlemen dan juga UU ketetapan lembaga eksekutif. Ini juga berarti wajibnya menolak dan membuang jauh-jauh system demokrasi dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Berarti : perbaikan akidah dalam system demokrasi (lewat MPR / parlemen) menuntut menghapus system demokrasi itu sendiri dan menggantinya dengan Islam !!!
• Mungkinkah system demokrasi akan menerima bila eksistensinya dihapus dan dicampakkan ke tong sampah ? Benarkah dan siapkah aktivis Islam di MPR / parlemen melakukan hal ini jika memang benar mau memperbaiki aspek akidah system demokrasi ?
• Memperbaiki akidah berarti harus mengubah akidah seluruh anggota MPR / parlemen dan lembaga eksekutif (kepala negara beserta seluruh pembantunya) untuk meyakini syariah Islam dan mencampakkan akidah sekulerisme, nasionalisme, demokrasi, kapitalisme, sosialisme, nasrani, yahudi, hindu, budha, kejawen dan isme-isme lain yang mereka anut. Bukan sekedar mempunyai kursi mayoritas dan menang mutlak dalam voting. Karena itu realita membuktikan ; di negara-negara di mana aktivis Islam menang mutlak dalam pemilu dan menduduki kursi mayoritas dalam MPR / parlemen : mereka tetap tidak bisa memperbaiki akidah system demokrasi, tidak bisa menghapus system demokrasi dari kehidupan bernegara dan menggantinya dengan system Islam, tidak bisa menghapus MPR / parlemen si Ilah yang menempatkan dirinya sebagai al musyari’ yang mempunyai hak ubudiyah, tasyri’, tahlil dan tahrim.
• Justru yang terjadi : kalangan nasionalis, sekuleris, dan musuh-musuh Islam yang kalah telah dalam pemilu dan menduduki kursi minoritas di MPR / parlemen berhasil mempertahankan eksistensi system demokrasi. Mereka juga berhasil memporak porandakan kemenangan para aktivis Islam dengan pembatalan hasil pemilu, penangkapan para tokoh aktivis Islam, pembubaran partai Islam dan kudeta militer. Al Jazair dan Turki contoh kecil dari semua ini.
• Jika akidah telah rusak, maka kebaikan di bidang lain sudah tidak ada gunanya.

Kerusakan Mayoritas UU :
1- Kerusakan Administari Negara :
• Pelaku yang menjalankan administrasi negara adalah manusia. Dalam system demokrasi : tidak ada persyaratan Islam bagi anggota legislative / eksekutif / yudikatif. Karena itu, musuh-musuh Islam memanfaatkan kesempatan ini seluas-luasnya untuk menegakkan dien mereka dan memusuhi Islam dan kaum muslimin.
• Banyaknya orang-orang yang duduk di lembaga legislative / eksekutif / yudikatif yang dzahirnya beragam Islam , namun sebenarnya berdien sekulerisme dan nasionalisme. Lewat merekalah : Islam diperangi dari dalam dan kesyirikan – kekufuran mengendalikan administrasi pemerintahan.
• Budaya ikhtilat laki-laki dan perempuan menjadi menu harian di lembaga administrasi negara mulai dari tingkatan terendah sampai tingkatan tertinggi.
• Apakah yang bisa dilakukan oleh aktivis Islam dalam MPR / parlemen untuk memperbaiki kerusakan yang kronis ini ? Memang, mereka telah berusaha namun ibarat menanam benih padi di jalanan : tak pernah berhasil, dan justru harus ridha dan mentaati segala aturan main (UUD dan UU) yang ada. Keberadaan aktivis Islam di MPR / parlemen bukanlah mengurangi masalah, namun malah menambah rumit dan kronisnya masalah.
 
2- Kerusakan Peradilan.
• Memutuskan segala problematika dengan syariah Islam merupakan syarat sahnya iman. Dalam system demokrasi : seluruh syariah Islam dibuang jauh-jauh, hanya hukum pernikahan dan keluarga Islam saja yang diterapkan ( Nikah – talak – warisan) itupun kajian secara mendalam menunjukkan hukum pernikahan Islam yang diberlakukan sudah dicampur aduk dengan hukum adat dan hanya dilaksanakan sebagian saja, yang tidak memguragi kepentingan politik dan pemuasan hawa nafsu penguasa. Kekufuran apa lagi yang lebih besar dari hukum peradilan seperti ini ?
• Keadilan hanya bisa tegak bila syariah Islam diterapkan, karena hanya syariah Islam sajalah yang menjaga dien, nyawa, akal, kehormatan dan harta setiap pribadi. UU pidana dan perdata wadh’I yang berlaku jelas sebuah kekufuran yang menyingkirkan syariah Allah, selain juga merugikan kaum yang didzalimi dan lebih sering menguntungkan pihak yang mendzalimi. Hukum-hukum wadh’I ini semakin menambah banyaknya kejahatan yang timbul di masyarakat. Akibatnya rakyat merasa tidak terlindungi dan putus asa dengan penegakkan keadilan. 
• Mampukah aktivis Islam menghapus hukum pidana dan perdata wadh’I yang berlaku dalam system demokrasi ini meski secara bertahap ? 

3- Kerusakan Pers.
• Kerusakan telah meraja lela merambah semua media massa dan elektronik : TV, radio, bioskop, Koran, majalah, bulletin, tabloid, teater dst. Semua berjalan dengan perlindungan penuh UU pers dan kebebasan berpendapat. Tulisan dan acara-acara yang merusak akidah dan akhlak kaum muslimin, pornografi, permisivisme dan kerusakan lainnya berjalan terus dengan dukungan penuh UU.
• Standar baik buruk pers adalah demokrasi, sehingga usaha aktivis Islam yang memperjuangkan perbaikan bidang pers dengan mengaturnya sesuai syariah Islam akan mendapat pukulan hebat dikarenakan dipandang sebagai memperkosa kebebasan pers dan berpendapat. 
• Pers berperan penting membentuk opini massa. Penguasa yang memegang pers akan mempergunakan sarana ini semaksimal mungkin untuk mendukung dan mengamankan kepentingan mereka. Lewat pers pulalah : penguasa memburukkan citra syariah Islam dan para aktivis Islam. Lewat pers pula : penguasa menyetir rakyat untuk memilih demokrasi dan menjauhi Islam.
• Seandainya para aktivis Islam berhasil menggolkan UU yang mengatur pers sesuai dengan syariat Islam : bukan berarti usaha mereka telah berhasil. Karena pers bukan hanya tulisan di atas kertas atau tontonan di layar kaca semata. Pers terdiri dari berbagai unsure : para insan pers, sarana dan administrasi. Jika ingin merubah pers yang ada menjadi pers Islami, maka ini menuntut revolusi besar ; merubah para insan pers yang semula sekuler menjadi insan pers Islami, mengubah administari dan seluruh media menjadi Islami. Untuk itu, seluruh wartawan sekuler dan penulis sekuler harus digusur : sebagai gantinya diisi oleh seluruh wartawan bervisi keislaman yang baik. Seluruh acara dan tulisan di TV, radio, Koran, majalah dst harus Islami, tidak membawa nilai sekulerisme.
• Ini semua akan mustahil atau sangat sulit diwujudkan dalam kerangka demokrasi. Demokrasi menuntut kebebasan pers seluas-luasnya, bila ingin diatur oleh para aktivis Islam dengan syariah Islam : ia akan kehilangan sifat ke -demokrasian-nya, sesuatu yang ditolak mentah-mentah oleh kalangan democrat sekuler dan musuh-musuh Islam.  

4- Kerusakan Ekonomi.
• Sistem ekonomi negara demokrasi adalah kapitalisme yang bersendikan riba. Meski pribadi mempunyai kebebasan berusaha seluas-luasnya, dalam prakteknya negara memegang dan memonopoli sumber-sumber kekayaan penting dengan mengatas namakan kepentingan rakyat. Seluruh lembaga-lembaga keuangan dan perusahaan yang ada berinteraksi dengan riba. UU ekonomi Islam yang mengharamkan riba dibuang jauh-jauh.
• Perbaikan ekonomi harus dimulai dari kesediaan seluruh lembaga keuangan dan perusahaan yang ada untuk mengharamkan riba, mencegah monopoli dan penimbunan kekayaan negara yang mengurus hajat hidup rakyat dan mengubah seluruh perusahaan yang ada menjadi perusahaan yang bergerak sesuai syariah Islam. Ini semua menuntut pembersihan seluruh lembaga keuangan, perbankan dan perusahaan dari pegawai non Islam.
• Perbaikan ekonomi menutut pembagian kekayaan secara adil kepada rakyat, sesuai dengan pekerjaan, tingkatan keilmuan dan amal mereka. Padahal realita selalu menunjukkan, ekonomi dinikmati segelintitr keluarga penguasa dan kroni-kroninya. Rakyat dibiarkan kelaparan dan kekurangan.
• Bagaimana dengan kekayaan negara yang disimpan di bank-bank Yahudi dan Nasrani di luar negeri (AS, Eropa) ? Bagaimana dengan bantuan negara kepada negara-negara yang membantai kaum muslimin ? Bagaimana dengan jabatan-jabatan ekonomi strategis yang selalu dipegang oleh musuh-musuh Islam ? Selesaikah ini semua dengan tulisan di atas kertas (UU) yang mengatur sector ini dengan syariah Islam (kalau memang aktivis Islam menang voting di MPR / parlemen ) ?
• Jelas tidak. Ini semua menuntut perbaikan mental semua pejabat dan penguasa. Menuntut para pejabat yang menjiwai dan melaksanakan syariah Islam. Sedangkan penguasa yang diuntutngkan dengan system ekonomi yang ada tidak akan pernah membiarkan sector ini diatur dan dipegang oleh kaum muslimin yang baik-baik. Menyerahkan sector ini kepada aktivis Islam yang taat berarti mengurangi kekuatan penguasa untuk memerangi Islam. 
• Bila aktivis Islam menyatakan akan memperbaiki kerusakan sector ini secara bertahap : maka harus dimengerti priorits pekerjaan. Yang pertama system demokrasi harus membuang jauh-jauh system kapitalisme dan mengakui serta mau menjalankan system ekonomi Islam. Ini suatu hal yang mustahil, sebab kapitalisme adalah jiwa ekonomi demokrasi. Bila kapitalisme dibuang, maka sudah bukan demokrasi namanya. Setiap orang yang menerima demokrasi harus menerima kapitalisme. 

5- Kerusakan Pengetahuan, pemikiran dan Pengarahan.
• Sumber-sumber pengetahuan dan pemikiran al : kurikulum pendidikan dan pengajaran, pers dengan seluruh arah pemikirannya (sekulerisme, nasionalisme, yahudi, nasrani, atheis dst), TV, radio, bioskop, museum, kaset, teater, buku, partai-partai, organisasi-organisasi, penerbitan dan perpustakaan, klub-klub olah raga dan lain-lain.
• Semua sarana ini bisa mendatangkan kebaikan atau kerusakan. Hanya saja saat ini semua pihak bisa menyadari bahwa sarana-sarana ini lebih banyak merusak daripada membawa kebaikan. 
• Di antara kerusakan yang ditimbulkan al : 
- Merusak akidah Islam yang benar dan menyebar luaskan akidah / paham nasionalisme, sosialisme, demokrasi, kapitalisme, dst.
- Memanipulasi sejarah Islam yang benar dan meracuni kaum muslimin dengan sejarah palsu musuh-musuh Islam.
- Mendidik dan mengarahkan kaum muslimin untuk menghormati dan mengagungkan symbol-simbol kekafiran : seperti lagu-lagu kebangsaan, hormat bendera, mengheningkan cipta, doa untuk pahlawan nasional dst.
- Merusak akhlak kaum muslimin dengan fitnah syahwat yang tiap saat disebar luaskan.
- Memadamkan ruh jihad fi sabilillah, menanamkan sikap individualisme, penghinaandan perendahan nilai-nilai Islam.
- Menyebar luaskan paham tujuan menghalalkan segala cara.
• Memperbaiki ini semua tidak cukup dengan sekedar penggolan UU yang mengatur semuanya dengan syariah Islam. Karena pelaku-pelakunya adalah orang-orang nasionalis, sekuleris, demokratis dst. Bahkan banyak orang-orang berbaju Islam yang terlibat secara suka rela dan senang hati memanfaatkan semua saran ini untuk menyarang Islam dan kaum muslimin.  
   
6- Kerusakan Politik. 
• Monopoli kekuasaan di tangan segelintir pejabat dan keluarga / teman (nepotisme). Akibatnya terjadi penyalah gunaan kekuasaan untuk kepentingan segelintir orang yang mengabaikan / mentelantarkan kepentingan rakyat banyak. Posisi-posisi jabatan diduduki oleh orang-orang yang tidak pantas dan tidak kapable.
• Keikut sertaan orang-orang Yahudi, Nasrani, Rofidzoh, sekuleris, liberalis, dan musuh-musuh Islam lainnya dalam MPR / parlemen dan lembaga eksekutif. 
• Sistem demokrasi memberi kesempatan seluas-luasnya kepada semua musuh Islam untuk menggolkan perundang-undangan yang meninggikan dien mereka dan menghinkan dien Islam.
• Hubungan politik luar negeri di bangun di atas dasar sekulerisme dan demi kepentingan sekulerisme.
• Jika memang menentang zionisme Israel, kenapa hubungan dengan AS semakin erat saja padahal semua orang mengetahui AS terlibat aktif mendukung dan membesarkan Israel ? Bukankah AS juga terlibat dalam kristenisasi internasional ? 
• Kenapa hubungan dengan negara-negara komunis, Hindu, Budha dan Nasrani semakin erat saja padahal jelas terbukti keterlibatan dan konspirasi kaum kafir internasional untuk memerangi Islam ? Bagaimana sikap system demokrasi yang ada terhadap permaslahan ini ?
• Setiap partai dan calon legislative berjuang keras mendapat kursi sebanyak-banyaknya di MPR / parlemen. Benarkah mereka berjuang untuk menegakkan kepentingan rakyat yang hanya bisa dicapai dengan penerapan syariah Allah, ataukah berjuang demi kepentingan partai dan kelompoknya ? Benarkah MPR / parlemen adalah majlis syuro yang beranggotakan orang-orang Islam yang komitmen dengan Islam dan pakar muslim di segala aspek kehidupan ? Ataukah majlis para hartawan dan politikus yang bertujuan memenuhi kepentingan hawa nafsunya saja ? 
• Memang benar, sebagian atau seluruh kerusakan aspek politik ini bisa diperbaiki oleh aktivis Islam, tapi dengan syarat merubah dan merombak total : membubarkan MPR / parlemen, memecat seluruh anggotanya dan menggantinya dengan majlis syuro Islam yang terdiri dari para ahlul halli wal ‘aqdi (ulama, ilmuwan dan pakar Islam dalam berbagai aspek kehidupan). Namun membubarkan MPR / parlemen lewat MPR / parlemen jelas mustahil, karena itu memperbaiki kerusakan aspek politik lewat MPR juga sebuah mimpi belaka.
  
7- Kerusakan Sosial.
• Sebab pertama kerusakan social adalah : rusaknya tatanan keluarga. Keluarga adalah fondasi utama masyarakat. Masyarakat adalah fondasi utama negara. Mantapnya negara akan terjaga manakala hubungan keluarga dalam masyarakatnya berjalan dengan harmonis. Namun kenyataan menunjukkan kondisi keluarga dan masyarakat dalam system demokrasi hancur berantakan. Di antara buktinya adalah :
• Rusaknya hubungan antara anak dan orang tua : ayah tidak konsentrasi mendidik anak karena sibuk bekerja, sementara ibu ikut keluar rumah bekerja karena tuntutan ekonomi, sehingga anak tidak terdidik langsung oleh kedua orang tua. Anak dibesarkan oleh TV dan pembantu yang tak paham dien. Ini jelas menyia-nyiakan pendidikan generasi penerus. Pada saat dewasa, anak tidak akan mau mengurusi kedua orang tuanya karena saat kecil merasa tidak diperhatikan.
• Sistem ekonomi dan social negara membuat perempuan (ibu rumah tangga) keluar rumah bekerja : ini membawa fitnah baru, seperti ikhtilat, tabaruj, perselingkuhan dst. Dengan nama emansipasi, kaum wanita menuntut persamaan hak dalam semua aspek, termasuk aspek pekerjaan. Akibatnya banyak pekerjaan laki-laki diduduki perempuan dan sebaliknya kaum laki-laki menganggur. Ini mengakibatkan krisis social.
• Sebab kedua kerusakan social : hiburan baik media massa maupun elektronik (TV, radio, VCD, bioskop, pentas musik, teater dll) yang senantiasa menyuguhi pemirsanya tanpa pandang usia dengan pornografi, gaya hidup glamour, kriminalitas dan dekadensi moral. Media ini mengajarkan cara dan mendorong prakteknya. Maka tak heran bila kriminalitas, dekadensi moral dan kemalasan bekerja semakin meningkat. 
• Sebab ketiga kerusakan social : kemiskinan dan sulitnya mencari lapangan kerja yang mencukupi kebutuhan hidup.Pendapatan sering kali tidak menutupi sekedar kebutuhan primer seperti sandang, pangan, sewa papan, pendidikan anak dan kesehatan. Negara dengan UUD dan Uu yang ditetapkan oleh lembaga legislative dan eksekutif telah mengatur ini semua. Dan sebagai anggota MPR / parlemen, aktivis Islam ikut bertanggung jawab atas UUD atau UU yang ditetapkan.
• Perbaikan kerusakan kronis ini tidak cukup dengan menduduki kursi mayoritas, menang voting dan golnya UU yang diajukan oleh aktivis Islam. Lebih dari itu, perbaikan system, administrasi, sarana dan pelaku-pelaku di lapangan. 
 
8- Kerusakan Keamanan dan Militer.
• Tujuan dibentuknya kepolisian adalah menjaga stabilitas system yang berkuasa dari ancaman dalam negeri, sementara tujuan dibentuknya tentara adalah menjaga stabilitas system yang berkuasa dari ancaman luar negeri. Dengan demikian tujuan adanya kepolisian dan tentara adalah menjaga dan membela sistem demokrasi sekuler : bukan untuk jihad fi sabilillah. Berarti sejak awal, kepolisian dan tentara diarahkan untuk berperang di jalan thaghut. Dengan demikian, kerusakan pertama terletak dalam tujuan dibentuknya kepolisian dan tentara.
• Menghadapi ancaman dari luar negeri. Jika tujuannya untuk fi sabilillah : tentulah yang pertama kali dikerjakan adalah jihad defensif, yaitu membela kaum muslimin yang dibantai oleh musuh-musuh Allah di berbagai belahan dunia dan selanjutnya jihad ofensip menyebarkan dakwah Islam ke luar negeri. 
• Menghadapi ancaman dari dalam negeri : Islam diserang tiap detik lewat media massa dan elektornik, juga upaya kristenisasi dan kegiatan gerakan-gerakan sesat. Anehnya, kepolisian diam sama sekali menghadapi hal ini. Sebaliknya, para da’I yang menyebarkan dakwah Islam ditangkap, dipenjarakan, diserahkan kepada negara kafir, dibunuh, dibuang dengan alasan melanggar konstitusi dan mengancam stabilitas negara.  
• Mampukah aktivis Islam mengarahkan dan merubah tujuan kepolisian dan tentara, dari membela system kafir menjadi membela Islam, jihad fi sabilillah ? Jelas tidak mampu. 
• Sistem kepolisian dan ketentaraan system demokrasi mengikuti system negara-negara kafir Barat, baik AS-Eropa maupun Rusia-Cina. Setiap personal dididik untuk memberikan ubudiyah dan wala’nya kepada negara dan gaji, bukan kepada Allah dan dienul Islam. Sistem kepolisian dan tentara tidak kuat sedetikpun melihat bentuk komitmen seorang anggotanya terhadap dien Islam. Begitu rusaknya pendidikan yang diberikan, sehingga seorang anggota kepolisian atau tentara tega membunuh keluarganya sendiri dengan alasan membela system yang berlaku !!! Mampukah aktivis Islam di MPR / parlemen memperbaiki hal ini ? Nampaknya sekedar mengangkat masalah ini saja belum terbetik, apalagi memperbaikinya.
• Anggota kepolisian dan tentara beragam : muslim, nasrani, sekuler, kejawen, hindu, budha dst. Kebanyakan muslim yang menjadi polisi atau tentara : muslim KTP, muslim sekuleris muslim nasionalis, dll. Loyalitasnya untuk kepentingan dan gaji, bukan untuk Islam. Adapun orang-orang naon Islam, maka loyalitasnya untuk dien mereka. Karena itu tentara dan polisi kafir terlibat dalam bermacam-macam usaha memerangi Islam, namun tentara taua polisi muslim tidak terlibat usaha membela nasib kaum muslimin.
• Para pelatih militer Barat yang mendidik tentara : tujuan mereka adalah menyetir tentara untuk kepentingan tuan-tuan mereka dari Barat. Karena itu, rahasia-rahasia militer berada di tangan mereka semua. Kekuatan dan kelemahan tentara sudah mereka hafal betul. 
• Lantas apa yang bisa diperbuat oleh aktivis Islam di MPR / parlemen atas kerusakan ini ?


KESIMPULAN :
Kerusakan yang terjadi dalam negara yang menerapkan system demokrasi merupakan :
1- Kerusakan yang telah diatur oleh UUD dan UU.
2- Kerusakan yang didukung oleh kelompok kepentingan tertentu.
3- Kerusakan yang dilindungi oleh UUD dan UU.
4- Kerusakan yang mengenai seluruh atau sebagian besar aspek kehidupan.
5- Kerusakan telah melebar mengenai hal-hal yang tidak diatur oleh UUD dan UU
6- Sebagian kerusakan ini sama sekali belum terbetik dalam fikiran aktivis Islam untuk mereka perbaiki dan sama sekali belum masuk agenda kerja mereka.
7- Memperbaiki kerusakan ini tak selesai hanya dengan mengamandemen satu, dua, sepuluh pasal UUD dan UU. 
8- Perbaikan yang sebenarnya menuntut berhadapan dengan penguasa dengan menggunakan sarana syar’I yang sesuai dalam setaip tahapannya. 
9- Kerusakan telah sangat kronis, maka bentuk kulit dan isi system harus diganti dengan system baru yaitu system Islam. 

MEMPERBAIKI KERUSAKAN MENURUT TINJAUAN MAQASHIDU SYARIAH
• Turunnya penawaran tahkimu syariah menjadi sekedar memperbaiki keadaan sesuai kemampuan : merupakan kekalahan di pihak aktivis Islam. Tuntutan ini menunjukkan pihak penguasa sekuler mampu mempertahankan prinsipnya, sementara aktivis Islam mau mengalah dalam hal yang sangat prinsip. 
• Kegagalan demi kegagalan perjuangan lewat MPR dalam memperjuangkan tahkimu syariah menuntut adanya evaluasi. Namun terus menerusnya keikut sertaan aktivis Islam dalam MPR menunjukkan salah satu dari dua kemungkinan : (%) Mereka tidak mengevaluasi langkah sebelumnya dan ini sebuah musibah, atau (%) mereka telah mengevaluasi kegagalan terdahulu dan akhirnya mengganti tujuan tahkimu syariah menjadi sekedar memperbaiki keadaan sesuai kemampuan, ini double musibah.
• Pihak penguasa sekuler mempunyai hal-hal yang bersifat tsawabit (baku / patent / tak menerima kompromi sama sekali) dan mutaghayirat (tidak baku, bisa dikompromikan). Begitu juga dengan aktivis Islam. Bagi aktivis Islam : penghapusan system demokrasi, penghapusan UUD dan UU wadh’I dan penggantiannya dengan syariah Islam merupakan tsawabit. Adapun memperbaiki keadaan sesuai kemampuan adalah mutaghayirat, bisa dinomor sekiankan setelah tsawabit. Sebaliknya bagi penguasa sekuler : langgengnya system demokrasi dan UUD yang ada adalah tsawabit, sementara amandemen satu dua pasal atau pergantian satu dua mentri masalah mutaghayirot.
• Pihak sekuler sukses memenangkan permainan demokrasi : dengan tetap mempertahankan hal-hal yang dianggapnya tsawabit, sementara aktivis Islam kalah telah karena terpaksa menyerah kalah dengan mengorbankan hal yang dianggap tsawabit dan hanya mampu meraih mutaghayirat, itupun dalam skala yang sangat terbatas. Persoalan yang sangat prinsip tahkimu syariah ia relakan lepas dan gagal ia realisasikan baik dalam tingkatan tahsiniyat, hajiyat apalagi dharuriyat. 
• Prioritas perbaikan menurut Islam adalah menomor satukan aqidah : Untuk siapa ubudiyah dan untuk siapa tasyri’ ? Jika kedua hal ini berhasil digolkan, barulah yang lain ditargetkan karena seluruh perundang-undangan dalam berbagai aspek kehidupan harus bersumber dan berlandaskan kepada akidah yang benar : laa ilaaha Illa Allah Muhammad Rasulullah dengan segala konskuensinya. Maqashid syariah dalam ketiga tingkatannya (dharuriyat, hajiyat, tahsiniyat) hanya akan terealisasi bila kalimat tauhid ini diterima dan direalisasikan. 
• Islam tidak menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Tujuan menghalalkan cara adalah akidah kaum yahudi (QS. 3:72). Karena itu, untuk memperbaiki kerusakan akidah system demokrasi : Islam tidak membolehkan cara yang bertentangan dengan syariah Islam. Karena itu, Islam tidak membolehkan merubah kerusakan akidah system demokrasi ini dengan : ridho dengan UUD yang menyingkirkan dan bertentangan dengan syariah Islam, loyalitas kepada pemerintahan sekuler, koalisi dan kerja sama dengan partai-partai sekuler dan musuh-musuh Islam, diam tidak membeberkan rencana jahat partai-partai sekuler dan musuh-musuh Islam yang duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan aktivis Islam anggota MPR / parlemen dan pelanggaran lainnya. 
• Pelanggaran seperti ini tidak sah dan haram, sekalipun dengan alasan cara kerja di MPR / parlemen menuntut bargaining, lobi-lobi dan koalisi. Ini karena pelanggaran-pelanggaran ini membatalkan akidah Islam yang benar. Jika aktivis Islam tetap menempuh cara-cara ini untuk menggolkan maslahat tahkimu syariah dan perbaikan, maka ini suatu dagelan politik tingkat tinggi : bagaimana mungkin orang yang melanggar akidah Islam menuntut kaum sekuler dan musuh-musuh Islam untuk mau menerima dan merealisasikan akidah Islam ? 
• Jelas sekali : keikut sertaan aktivis Islam di MPR dengan tujuan memperbaiki keruskan menurut kemampuan merupakan perbuatan mentelantarkan maqashidu syariah pada tingkatan dharuriyat. Bila ini dipahami : maka hasil positif apapun yang diraih oleh aktivis Islam dalam tingkatan hajiyat, apalagi tahsiniyat, sudah tidak ada artinya karena fungsi dharuriyat adalah sebagai pondasi, sementara hajiyat dan tahsiniyat seperti atap dan pintu serta jendela. 
• Bahkan dalam tingkatan dharuriyat sekalipun : jika dharuriyat yang pertama yaitu menjaga dien gagal direalisasikan, maka sesungguhnya keberhasilan merealisasikan dharuriyat lainnya (menjaga nyawa, akal, keturunan dan harta) juga tak ada artinya sama sekali. Karena sesungguhnya tidak ada penjagaan yang hakiki terhadap keempat dharuriyat ini kecuali bila dharuriyat menjaga dien bisa terlaksana.
• Maka jika system yang berkuasa menganut akidah sekulerisme dan menetapkan UUD dan seluruh UU dengan jiwa dan bersumber kepada sekulerisme, maka sebenarnya telah mentelantarkan dien. Jika aktivis Islam ridha dengan kondisi ini baik secara ucapan terang-terangan maupun secara perbuatan seperti mentaati dan terlibat menetapkan UU sekulerisme ini : sebenarnya aktivis Islam telah mentelantarkan dien yang seharusnya ia jaga. Wallahu A’lam bish Shawab.