Sabtu, 04 April 2009

menjaga diri dan keluarga dari api neraka


بسم الله الرحمن الرحيم

MENJAGA DIRI DAN KELUARGA
DARI API NERAKA


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلآئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادُُ لاَّيَعْصُونَ اللهَ مَآأَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَايُؤْمَرُونَ . التحريم : 6 

”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim 66:6)

Berikut ini kami ambilkan beberapa perkataan sahabat dan tabiin serta ahli fiqih dari berbagai macam Tafsir. 

Umar bin Khottob
saat turun ayat ini, bertanya kepada Rasul. Kami akan jaga diri kami, lalu bagaimana dengan keluarga kami ? Jawab Rasul : Kau larang mereka apa yang Allah telah larang dari-Nya, kamu perintah mereka dengan apa yang Allah telah perintah dari-Nya, jika itu kau lakukan, akan menyelamatkan mereka dari neraka.

Al-Qurtubi
Di dalamnya hanya ada satu masalah : yaitu penjagaan seseorang terhadap diri dan keluarganya dari siksa neraka.

Ali bin Abi Tolhah
dari Ibnu Abbas : Jaga diri dan keluargamu, suruhlah mereka dzikir dan doa kepada Allah, sehingga Allah menyelamatkan kamu dan mereka dari neraka.

Sebagian Ulama
kalau dikatakan Qu anfusakum : mencakup arti anak-anak, karena anak adalah bagian dari mereka. Maka hendaklah orang tua mengajarkan tentang halal dan haram dan menjauhkannya dari kemaksiatan dan dosa, juga mengajarkan hukum-hukum lain selain hal tersebut.

Ali bin Abi Tholib
“دبوهم وعلموهم “ 
Didiklah dan ta’limlah ( ajarlah ) dirimu & keluargamu.

Ibnu Abbas
" اعملوا بطاعة الله واتقوا معاصي الله وأمروا أهليكم بالذكر ينجيكم الله من النار "
Ta’atlah kamu kepada Allah. Janganlah bermaksiat kepada-Nya, Suruhlah keluargamu untuk dzikir mengingat Allah, niscaya Allah akan selamatkannya dari neraka.


Mujahid
" اتقوا الله وأوصوا اهليـكم بتقوى ال "له.
Takwalah kepada Allah dan suruhlah keluargamu untuk takwa kepada-Nya.

Qotadah
" تأمرهم بطاعة الله وتنها هم عن معصية الله فإذا رأيت لك معصية قذعتهم عنها وزجرتهم عنه "
Kau suruh keluargamu untuk taat kepada Allah, kau cegah mereka supaya tidak maksiat. Jika kamu lihat maksiat di antara keluargamu, maka ingatkan mereka dan tinggalkan kemaksiatannya.

Adh-Dhohak
" حق على المسلم ان يعلم اهله من قرابته وامائه وعبيده ما فرض الله عليهم وما نهاهم الله عنه".
Hak seorang muslim adalah supaya mengajari keluarga dan sanak kerabatnya tentang kewajiban mereka kepada Allah dan memberitahu larangan-larangan-Nya.

Ulama Fiqih
" وهكذا فى الصوم, ليكون ذلك تمرينا له على العبادة لكى يبلغ وهو مستمر على العبادة والطاعة ومجانبة المعصية وترك المنكر".
Demikian juga seperti mengajarkan masalah-masalah shoum, agar keluarga membiasakan ibadah, agar mereka terus-menerus dalam kondisi selalu ibadah, taat kepada Allah, menjauhi larangan dan meninggalkan kemungkaran.

Al-Maroghi
Hai orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya, hendaklah di antara kamu memberitahukan satu dengan yang lain, yaitu apa-apa yang menyelamatkan kamu dari neraka, selamatkanlah diri kalian darinya, yaitu dengan taat kepada Allah melaksanakan perintah-Nya, beritahulah keluargamu, tentang ketaatan kepada Allah, karena dengan itu akan menyelamatkan jiwa mereka dari neraka, berilah mereka nasehat dan pendidikan. Hendaklah seorang lelaki itu membenahi dirinya dengan ketaatan kepada Allah, juga membenahi keluarganya sebagai rasa tanggungjawabnya sebagai pemimpin dan yang dipimpinnya.

Al Qurthubi
Hak anak terhadap orang tua, hendaklah orang tua memberikan nama yang baik, mengajarkannya tulis menulis dan menikahkan bila telah baligh. Tidak ada pemberian orang tua terhadap anak yang lebih baik daripada mendidiknya dengan didikan yang baik. 

“Perintahlah anak-anakmu sholat jika sudah berumur 7 tahun, dan pukullah jika umur 10 th, meninggalkan sholatnya, pisahkan tempat tidur mereka”. [ Hadits ]

TADZKIROH BAGI KITA ;

• Jika suatu keluarga ingin selamat dari api neraka, hendaklah mereka mempelajari dan mengikuti jejak Rasulullah, para Sahabat, Tabiin dan Tabiut Tabiin, dengan memahami pesan-pesan mereka.
• Islam mendorong pemeluknya untuk menjadi pandai dan berkwalitas, memotivasi untuk selalu mencari ilmu yang benar, kemudian mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain, dalam hal ayat tersebut adalah perhatian tegas kepada sanak keluarga dekat, agar tidak lengah & tenggelam dalam kebodohan.
• Semoga Allah SWT. menjaga diri kita, keluarga, dan sanak kerabat kita dari siksa api neraka, kita ingatkan kembali do'a berikut ini : 
ربنا آتنا فىالدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار
 Ya Rob kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka
 Tentang do'a ini, Al Hasan mengatakan : kebaikan di dunia adalah ilmu dan ibadah yang baik, 
 Ibnu Wahab mengatakan : kebaikan di dunia adalah ilmu dan rizki yang baik, dan penjagaan dari api neraka, adalah Surga.

Refferensi : 

1. Tafsir Ad-Durrul Mansyur Fit Tafsir Al Ma'tsur, Imam Suyuthi.
2. Tafsir Jami'ul Bayan Fi Tafsiril Qur'an, Ath Thobari.
3. Tafsir Al Jami' Liahkamil Qur'an, Al Qurthubi.
4. Tafsir Al Qur'anul Adhim, Abul Fida' Ismail Ibnu Katsir. 
5. Tafsir Al Maroghi, Ahmad Musthofa Al Maroghi
6. Tafsir Al Qosimi, Muhammad Jamaluddin Al Qosimi
7. Tafsir Fathul Qodir, Al Imam Asy-Syaukani
8. Tafsir Alkamul Qur'an, Abu Bakar Muhammad bin Abdullah Alma'ruf Ibnul Aroby
9. Al Asas Fie Tafsir, Said Hawa
10. Taisir Aly Al Qodir Li-ikhtishor Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifai


Rabu, 01 April 2009

apa itu thogut,....???


Makna thogut 1

 Bagian pertama: Pendahuluan untuk masuk ke dalam permasalahan. 

Sebelum masuk ke dalam penjelasan hukum bagi para pembela thoghut, kami akan membahas tiga pendahuluan, yaitu; penjelasan tentang makna thoghut dan pembelanya, penjelasan kejahatan para pembela thoghut dan penjelasan tata cara ijtihad pada sebuah kejadian. Dan berikut ini penjabarannya; 

Pendahuluan pertama; Penjelasan Makna Thoghut dan Para Pembelanya. 

Iman seorang hamba tidak syah sampai dia mengkafiri thoghut. Alloh berfirman: فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى “Maka barang siapa yang kufur terhadap thoghut dan beriman kepada Alloh maka dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat.” (Al-Baqoroh: 256)



Dan ayat ini merupakan tafsiran syahadat laa ilaaha illalloh, yang berisi nafyu dan itsbat; An-Nafyu artinya meniadakan peribadahan dari setiap apa yang diibadahi selain Alloh. Hal ini direalisasikan dengan meyakini batilnya beribadah kepada selain Alloh, meninggalkan peribadahan itu, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka. Inilah yang dimaksud dengan mengkufuri thoghut. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. v Dan al-Itsbat artinya menetapkan peribadahan hanya untuk Alloh semata, dengan mengarahkan semua bentuk peribadahan hanya kepada Alloh semata. Dan inilah yang dimaksud dengan beriman kepada Alloh yang disebutkan dalam ayat di atas. Ibnu Katsir berkata: “Dan firman Alloh: فمن يكفـر بالطاغـوت ويؤمـن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها “Maka barang siapa yang kufur terhadap thoghut dan beriman kepada Alloh maka dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat. Tidak akan putus tali itu” (Al-Baqoroh: 256)

Maksudnya barangsiapa yang meninggalkan tandingan-tandingan, berhala-berhala dan segala yang diserukan oleh syaitan untuk diibadahi selain Alloh, lalu mentauhidkan Alloh dengan beribadah hanya kepadanya dan bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang diibadahi secara benar kecuali Alloh ‘maka dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat’ maksudnya ia telah kokoh urusannya dan istiqomah pada jalan yang paling baik dan pada jalan yang lurus.”

Kemudian Ibnu Katsir menukil dari Umar ibnul Khothob bahwa thoghut itu adalah syetan. Dan Ibnu Katsir berkata: “Yang dimaksud dengan thoghut dalam firman Alloh adalah syetan, arti ini sangat kuat, karena nencakup segala kejelekan orang-orang jahiliyah yang berupa beribadah kepada berhala, berhukum kepadanya dan miminta pertolongan kepadanya.” (Tafsir Ibnu Katsir I/311). Dan pada I/512 Ibnu Katsir berkata: “Perkataan Umar itu juga dikatakan oleh Ibnu Abbas, Abul ‘Aliyah, Mujahid, ‘Atho’, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Asy-Sya’bi, Al-Hasan, Adl-dlohak dan As-Saddi.

Dan Ibnu Katsir menukil dari Jabir rodliyallohu ‘anhu, bahwa thoghut itu adalah: Para dukun yang disinggahi syetan.

Dan dia juga menukil dari Mujahid bahwa thoghut itu artinya; Syetan dalam bentuk manusia yang di datangi untuk memutuskan perkara, dan dia yang menguasai urusan mereka.

Dan dia menukil dari Imam Malik bahwa thoghut itu artinya adalah; segala sesuatu yang diibadahi selain Alloh swt.

Dan dalam menafsirkan firman Alloh: ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وماأنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد أمِروا أن يكفروا به Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengkufuri thaghut itu. (QS. 4:60) Ibnu Katsir berkata: “Ayat ini lebih umum dari pada itu semua, sesungguhnya ayat itu merupakan celaan bagi setiap orang yang menyeleweng dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta berhukum kepada selain keduanya. Dan inilah yang dimaksud dengan thoghut di sini.” (Tafsir Ibnu Katsir I/619). Ibnul Qoyyim berkata: “Thoghut adalah segala sesuatu yang mana seorang hamba itu melampaui batas padanya, baik berupa sesuatu yang diibadahi atau diikuti atau ditaati. Maka thoghut adalah segala sesuatu yang dijadikan pemutus perkara oleh suatu kaum, selain Alloh dan rosulNya, atau mereka ibadahi selain Alloh, atau mereka ikuti tanpa berdasarkan petunjuk dari Alloh, atau mereka taati pada perkara yang mereka tidak tahu bahwa itu ketaatan kepada Alloh. Inilah thoghut didunia ini, apabila engkau renungkan keadaan manusia bersama thoghut ini engkau akan melihat mereka kebanyakan berpaling dari berhukum kepada Alloh dan RosulNya lalu berhukum kepada thoghut, dan berpaling dari mentaati Alloh dan mengikuti rosulNya lalu mentaati dan mengikuti thoghut.” (A’lamul Muwaqqi’in I/50) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: “Thoghut itu pengertiannya umum; maka setiap apa yang diibadahi selain Alloh dan dia rela dengan peribadahan itu, baik berupa sesuatu yang disembah atau diikuti atau ditaati selain ketaatan kepada Alloh dan rosulNya adalah thoghut. Thoghut itu banyak dan kepalanya ada lima:

Pertama; Syetan yang menyeru untuk beribadah kepada selain Alloh, dalilnya adalah: ألم أعهد إليكم يابني آدم أن لاتعبدوا الشيطان إنه لكم عدو مبين Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu", (QS. 36:60) 

Kedua; Seorang penguasa yang dzolim yang merubah hukum-hukum Alloh. Dalilnya adalah: ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وماأنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت وقد أمِروا أن يكفروا به ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالا بعيداً Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. 4:60)

Ketiga; Orang yang memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Alloh. Dalilnya adalah: ومن لم يحكـم بما أنـزل اللـه فأولئــك هم الكافرون Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir. (QS. 5:44) Keempat; Orang yang mengaku mengetahui hal-hal yang ghoib selain Alloh. Dalilnya adalah : عالـم الغيب فلا يُظهر على غيبه أحداً، إلا من ارتضى من رسول، فإنه يسلك من بين يديه ومن خلفه رصداً (Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. 72: 26 - 27)

Dan Alloh berfirman: وعنده مفاتح الغيب لايعلمها إلا هو، ويعلم مافي البر والبحر، وماتسقط من ورقة إلا يعلمها ولا حبة في ظلمات الأرض ولا رطب ولا يابس إلا في كتاب مبين Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 6:59)

Kelima; Orang yang diibadahi selain Alloh dan dia rela dengan ibadah itu. Dalilnya adalah: ومن يقل منهم إني إله من دونه فذلك نجزيه جهنم، كذلك نجزي الظالمين Dan barangsiapa diantara mereka mengatakan:"Sesungguhnya aku adalah ilah selain daripada Allah", maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberi balasan kepada orang-oramg zhalim. (QS. 21:29) (Dinukil dari Risalah Ma’na Ath-Thoghut, tulisan Muhammad bin Abdul Wahhab, yang terdapat dalam Majmu’atut Tauhid cet. Maktabah Ar-Riyadl Al-Haditsh, hal. 260.)

Adapun Syeikh Muhammad bin Hamid Al-Faqiy mengatakan tentang definisi Thoghut: “Yang dapat disimpulkan dari perkataan ulama’ salaf, bahwasanya thoghut itu adalah segala sesuatu yang menyelewengkan dan menghalangi seorang hamba untuk beribadah kepada Alloh, dan memurnikan agama dan ketaatan hanya kepada Alloh dan rosulNya saja. Sama saja apakah thoghut itu berupa jin atau berupa manusia atau pohon atau batu atau yang lainnya. Dan tidak diragukan lagi masuk dalam pengertian ini; memutuskan hukum dengan undang-undang di luar Islam dan syari’atnya, dan undang-undang yang lainnya yang dibuat oleh manusia untuk menghukumi pada permasalah darah, seks dan harta, untuk menyingkirkan syari’at Alloh seperti melaksanakan hukum hudud, pangharaman riba, zina, khomer dan lainnya yang dihalalkan dan dijaga oleh undang-undang tersebut. Dan undang-undang itu sendiri adalah thoghut, dan orang-orang yang membuat dan menyerukannya adalah thoghut. Dan hal-hal yang serupa dengan itu seperti buku-buku yang dibuat berdasarkan akal manusia untuk memalingkan dari kebenaran yang dibawa oleh rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, semuanya itu adalah thoghut.” (Catatan kaki hal. 287 dalam kitab Fathul Majid, karangan Abdur Rohman bin Hasan Alu Asy-Syaikh, cet. Darul Fikri 1399 H.)

Adapun Syaikh Sulaiman bin Samhan An-Najdi berkata: “Thoghut itu tiga macam: thoghut dalam hukum, thoghut dalam ibadah dan thoghut dalam ketaatan dan pengikutan.” (Ad-Duror As-Sunniyah VIII/272)

Saya ringkaskan dari uraian di atas : “Sesungguhnya pendapat yang paling mencakup pengertian thoghut adalah pendapat yang mengatakan bahwa thoghut itu adalah segala apa yang diibadahi selain Alloh – dan ini adalah perkataan Imam Malik – dan pendapat yang mengatakan; sesungguhnya thoghut itu adalah syetan – dan ini adalah perkataan mayoritas sahabat dan tabi’in – adapun selain dua pendapat ini merupakan cabang dari keduanya. Dan dua perkataan ini kembali kepada dua kepada satu pokok yang mempunyai hakekat dan mempunyai wujud. Barangsiapa yang melihat kepada wujudnya maka dia mengatakan bahwa thoghut itu adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Alloh, dan barang siapa yang melihat kepada hakekatnya maka dia mengatakan thoghut itu syetan. Hal itu karena syetan itulah yang mengajak untuk beribadah kepada selain Alloh, selain dia juga mengajak untuk melakukan setiap kejahatan. Alloh berfirman:

ألم تر أنا أرسلنا الشياطين على الكافرين تؤزّهم أزاً Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka membuat ma'siat dengan sungguh-sungguh, (QS. 19:83)

Dengan demikian setiap orang yang kafir dan setiap orang yang beribadah kepada selain Alloh, maka ia melakukan itu karena ditipu oleh syetan, dan setiap orang yang beribadah kepada selain Alloh, pada hakekatnya dia beribadah kepada syetan. Alloh berfirman:

ألم أعهد إليكم يابني آدم ألا تعبدوا الشيطان Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? (QS. 36:60)

Dan Alloh berfirman tentang Ibrohim: ياأبت لاتعبد الشيطان Wahai bapakku janganlah kamu menyembah syetan. (Maryam: 44)

Padahal bapaknya menyembah berhala, sebagaimana firmanAlloh: وإذ قال إبراهيم لأبيه آزر أتتخذ أصناما آلهة Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar:"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai ilah-ilah. ". (QS. 6:74)

Jadi syetan itu adalah thoghut yang paling besar, sehingga barang siapa yang beribadah kepada berhala baik itu batu atau pohon atau manusia maka sebenarnya dia beribadah kepada syetan. Dan setiap orang yang memutuskan perkara kepada manusia, atau undang-undang selain Alloh, maka sebenarnya dia itu memutuskan perkara kepada syetan, dan inilah yang dimaksud dengan berhukum kepada thoghut.

Dengan demikian barangsiapa yang mengatakan dengan ungkapan umun dan ditinjau dari wujudnya, dia akan mengatakan (bahwa thoghut itu adalah); segala sesuatau yang diibadahi selain Alloh. Dan barang siapa yang mengatakan dengan ungkapan umum dan ditinjau dari hakekatnya, dia akan mengatakan thoghut itu syetan, sebagaimana yang kami nukil di atas.

Dan barang siapa yang mengatakan dengan ungkapan yang terperinci dan ditinjau dari wujudnya, dia akan mengatakan (bahwa thoghut itu adalah) segala sesuatau yang disembah atau diikuti atau ditaati atau didatang untuk memutuskan perkara selain Alloh, dan ini adalah perkataan Ibnul Qoyyim, dan perkataan Sulaiman Bin Samhan dekat dengan ini. Semua ini kembali kepada makna ibadah. Dan ittiba’ (ikut), taat dan berhukum itu semuanya adalah ibadah yang tidak boleh dilakukan kecuali kepada Alloh. 

Sebagaimana firman Alloh: اتبعوا ماأنزل إليكم من ربكم ولا تتبعوا من دونه أولياء Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. (QS. 7:3) Ini tentang ittiba’. 

Dan Alloh berfirman: قل أطيعوا الله والرسول فإن تولوا فإن الله لايحب الكافرين Katakanlah:"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS. 3:32) Dan ini tentang ketaatan. 

Dan Alloh berfirman: ولايُشرك في حكمه أحداً dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan". (QS. 18:26)

Dan ini tentang berhukum. Maka mengesakan Alloh dalam ittiba’, taat dan beerhukum semuanya masuk dalam pengertian mengesakan dalam ibadah – yaitu tauhid uluhiyah – sebagaimana mengesakan Alloh dalam sholat, berdo’a dan beribadah, ini semua adalah bentuk ibadah. Dan Alloh berfirman:

وماأرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:"Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. 21:25)

Dengan demikian maka ibadah adalah sebuah nama yang mencakup spa saja yang dicintai dan diridloi Alloh, berupa perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin.

Dengan demikian maka ungkapan yang mencakup arti thoghut ditinjau dari wujudnya adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Alloh. Dan adapun secara terperinci dalam al-qur’an dan as-sunnah menyebutkan dua macam thoghut, yaitu thoghut dalam ibadah dan thoghut dalam hukum.

A. Thoghut dalam ibadah. Terdapat dalam firmanAlloh: والذين اجتنبوا الطاغوت أن يعبدوها Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya (QS. 39:17)

Yaitu segala sesuatu yang diibadahi selain Alloh yang berupa syetan atau manusia baik yang hidup maupun yang mati, atau hewan atau benda mati seperti pohon dan batu, atau bintang, sama saja apakan dengan cara mempersembahkan korban kepadanya atau dengan berdo’a kepadanya atau sholat kepadanya. Atau mengikuti dan mentaatinya dalam masalah yang menyelisihi syari’at Alloh. Dan kalimat “segala yang diibadahi selain Alloh” dibatasi dengan kalimat “dia rela dengan ibadah tersebut” supaya tidak masuk ke dalamnya seperti Isa as., atau nabi-nabi yang lain, malaikat dan orang-orang sholih sedangkan merea tida rela dengan perbuatan tersebut, sehingga mereka tidak disebut thoghut. Ibnu Taimiyah berkata: “Alloh berfirman:

ويوم يحشرهم جميعا ثم يقول للملائكة أهؤلاء إياكم كانوا يعبدون، قالوا سبحانك أنت وليّنا من دونهم بل كانوا يعبدون الجن أكثرهم بهم مؤمنون Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat:"Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?" (QS. 34:40)

Malaikat-malaikat itu menjawab:"Maha Suci Engkau.Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu". (QS. 34:41)

Artinya para malaikat tidak memerintahkan mereka intu melakukannya, akan tetapi sebenarnya mereka diperintahkan oleh jin, supaya mereka menjadi penyembah-penyembah syetan yang menampakkan diri kepada mereka. Sebagaimana berhala-barhala itu ada syetannya, dan sebagaimana turun kepada orang yang beribadah kepada bintang dan mengintainya. Sampai ada yang menjelma kepada mereka dan berbicara kepada mereka. Padahal dia adalah syetan. Oleh karena itu Alloh berfirman:

ألم أعهد إليكم يابني آدم أن لاتعبدوا الشيطان إنه لكم عدو مبين، وأن اعبدوني هذا صراط مستقيم، ولقد أضل منكم جبلاً كثيراً أفلم تكونوا تعقلون Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu", dan hendaklah kamu menyembah-Ku.Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebagaian besar diantaramu.Maka apakah kamu tidak memikirkan? (QS. 36:60-62)

Dan Alloh berfirman: أفتتخذونه وذريته أولياء من دوني وهم لكم عدو، بئس للظالمين بدلا Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:"Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zhalim. (QS. 18:50) (Majmu’ Fatawa IV/135-136)

B. Thoghut dalam hukum, ini terdapat dalam firman Alloh: يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت Mereka hendak berhukum kepada thaghut, (QS. 4:60) Dan setiap orang yang dimintai untuk memutuskan hukum selain Alloh baik berupa undang-undang positif atau hakim yang menjalankan hukum selain hukum yang telah diturunkan Alloh, sama saja apakah ia seorang penguasa atau hakim atau yang lainnya. Di antara fatwa fatwa ulama’ jaman ini adalah yang terdapat dalam fatwa al-lajnah ad-da’imah lil buhuts al-‘ilmiyah wal ifta’ di Saudi, sebagai jawaban orang yang menanyakan makna thoghut yang terdapat dalam firman Alloh:

يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت Mereka hendak berhukum kepada thaghut, (QS. 4:60) Maka dijawab: “Yang dimaksud dengan thoghut pada ayat tersebut adalah segala sesuatu yang memalingkan manusia dari al-qur’an dan as-sunnah kepada berhukum kepada dirinya baik itu berupa system atau undang-undang positif atau adat istiadat yang diwariskan dari nenek moyang atau pemimpin-pemimpin suku untuk memutuskan perkara antara mereka dengan hal-hal tersebut atau dengan pendapat pemimpin jama’ah (kelompok) atau dukun. Dari situ jelaslah bahwa system yang dibuat untuk berhukum kepadanya yang bertantangan dengan syari’at Alloh masuk ke dalam pengertian thoghut.” (Fatwa no.8008) Dan dalam menjawab pertanyaan; Kapan seseorang itu disebut sebagai thoghut, maka dijawab: “Apabila dia menyeru kepada kesyirikan atau mengajak untuk beribadah kepada dirinya atau mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib atau memutuskan perkara dengan selain hukum Alloh dengan sengaja atau yang lainnya.” Diambil dari fatwa no. 5966. yang berfatwa adalah: Abdulloh bin Qu’ud, Abdulloh bin Ghodyan, Abdur Rozzaaq ‘Afifi dan Abdul Aziz bin Bazz. (Fatawa al-Lajnah Ad-Da’imah I/542-543, yang dikumpulkan oleh Ahmad Abdur Rozzaq Ad-Duwaiys, cet. Darul ‘Ashimah, Riyadl 1411 H.) Sekarang tinggallah dua permasalahan lagi: Pertama: bahwa thoghut itu diimani dan dikufuri, Alloh berfirman:

يؤمنون بالجبـت والطاغــوت orang-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, (QS. 4:51)

dan Alloh berfirman: فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله (Lihat Majmu’ Fataawa Ibnu Taimiyah VII/558-559) Beiman kepada thoghut dengan cara memberikan satu bentuk ibadah kepadanya atau berhukum kepadanya. Dan mengkufuri thoghut itu dengan cara tidak beribadah kepadanya, meyakini kebatilannya, tidak berhukum kepadanya, meyakini batilnya berhukum kepadanya, memusuhi orang orang yang beribadah kepada thoghut dan mengkafirkan mereka. Permasalahan yang kedua; sesungguhnya kufur kepada thoghut dan beriman kepada Alloh itu adalah tauhid yang didakwahkan olehpara rosul, dan ini adalah yang pertamakali mereka dakwahkan, sebagaimana firman Alloh:

ولقد بعثنا في كل أمة ٍ رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu", (QS. 16:36)

Sedangkan thoghut yang dimaksud dalam pembahasan kita ini masalah 'Hukum Bagi Para Pembela Thoghut' ini adalah thoghut penguasa hukum, dalam hal ini adalah undang-undang dan hukum positif yang dijadikan landasan hukum selain Alloh juga para penguasanya yang kafir yang menjalankan hukum dengan selain hukum yang Alloh turunkan.

Adapun para pembela thoghut adalah orang-orang yang mempertahankannya dan membantunya sampai berperang, membelanya baik dengan perkataan maupun perbuatan. Maka setiap orang yang membantu mereka dengan perkataan maupun perbuatan adalah para pembela thoghut. Karena peperangan itu terjadi dengan perkataan dan perbuatan . sebagaimana kata Ibnu Taimiyah – ketika berbicara tentang memerangi orang kafir asli - : “Adapun orang yang tidak mempunyai kelayakan untuk berperang seperti perempuan, anak-anak, pendeta, orang tua, orang buta, orang cacat dan orang-orangyang semacam mereka tidak boleh dibunuh menurut mayoritas ulama’ kecuali jika mereka ikut berperang dengan perkataan atau perbuatannya.” (Majmu’ Fatawa XXVIII/354) Dan beliau juga berkata: “Dan perempuan mereka tidaklah dibunuh kecuali jika mereka ikut berperang dengan perkataan atau perbuatan, berdasarkan kesepakan para ulama’.” (Majmu’ Fatawa XXVIII/14) Dan beliau juga berkata: “Peperangan itu ada dua macam; peperangan dengan tangan dan peperangan dengan lisan – sampai beliau mengatakan – begitu pula perusakan itu kadang dilakukan dengan tangan dan kadang dilakukan dengan lisan, dan perusakan agama dengan lisan itu lebih lemah daripada dengan tangan.” (Ash-Shorimul Maslul, hal. 385) Atas dasar ini maka yang dimaksud dengan para pembela thoghut dalam pembahasan lita ini adalah;

A. Orang-orang yang membantu dengan perkataan. Dalam hal ini yang paling menonjol adalah; sebagian dari ulama’ suu’, dan para pelajar yang memberikan pengesahan secara syar’ii kepada para penguasa kafir. Mereka membantah tuduhan atas kekafiran para penguasa tersebut dan membodoh-bodohkan kaum muslimin yang berjihad memberontak mereka. Mereka-mereka itulah yang menuduh sesat para mujahidin dan menipu para penguasa. Juga termasuk orang-orang yang membantu dengan perkataan ini adalah para penulis, para jurnalis dan penyiar-penyiar berita yang melakukan perbuatan yang sama.

B. Orang-orang yang membela dengan perbuatan. Dalam hal ini yang paling menonjol adalah balatentara penguasa kafir, sama saja apakah mereka itu angkatan bersenjata atau polisi. Baik yang melakukan secara langsung maupun tidak langsung. Mereka ini di dalam undang-undang negara dipersiapkan untuk melaksanakan beberapa tugas, di antaranya;

- Menjaga system negara secara umum, yang hal itu berarti terus berlakunya pelaksanaan undang-undang kafir dan menghukum semua orang yang menentangnya atau berusaha mengubahnya.

- Menjaga keabsahan undang-undang, yang hal ini berarti menjaga penguasa kafir itu sendiri, karena penguasa tersebut dianggap sebagai penguasa yang syah berdasarkan undang-undang mereka, dan karena dia diangkat sesuai dengan peraturan yang berlaku sesuai dengan undang-undang positif.

- Memperkuat kekuasaan undang-undang, dengan cara melaksanakan hal-hal yang diwajibkan oleh undang-undang, dan masuk dalam hal ini pelaksanaan hukum yang dikeluarkan oleh pengadilan yang berdasarkan undang-undang thoghut.

Dan masuk kedalam golongan pembela thoghut juga setiap orang yang membantu mereka dengan perkataan atau perbuatan dari selain yang telah kami sebutkan di sini, meskipun orang yang memberikan bantuan tersebut adalah negara lain, hukumnya sama saja.

Inilah yang dimaksud dengan thoghut dan mereka itulah yang dimaksud dengan para pembela thoghut. 



Pendahukuan kedua; penjelasan tentang kejahatan para pembela Thoghut: 

Ketahuilah bahwasanya orang kafir itu tidak mungkin melakukan kerusakan di bumi atau mendzolimi sekelompik orang, kecuali pasti dengan menggunakan pembantu-pembantu yang membantunya untuk melakukan kedzoliman dan kerusakan, dan yang menjaga mereka dari orang yang ingin membalasnya. Dengan demikian maka orang kafir dan kerusakan yang dilakukan itu tidak akan eksis kecuali karena orang-orang yang membantu dan membelanya. Karena itu Alloh berfirman:

ولاتركنوا إلى الذين ظلموا فتمسكم النار Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhalim yang menyebabkanmu disentuh api naar, (QS. 11:113)

Para ulama’ mengatakan: ar-rukun adalah sedikit cenderung. Dan Ibnu Taimiyah berkata: “Dan begitulah atsar yang diriwayatkan menyebutkan: ‘Pada hari qiyamat akan dikatakan; Manakh orang-orang dzolim dan pembantu-pembantunya? – atau mengatakan semacam itu – kemudia mereka dikumpulkan dalam satu peti dan dilemparkan kedaam neraka.” Dan tidak hanya satu dari ulama’ yang mengatakan: Pembantu-pembantu orang-orang dzolim adalah orang-orang yang membantu mereka. Dan penolong-penolong mereka adalah golongan mereka yang disebutkan dalam sebuah ayat, sesungguhnya orang yang membantu untuk berbuat baik dan taqwa adalah termasuk golongan orang yang berbuat baik dan taqwa. Dan orang yang menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan adalah termasuk golongan orang yang melakukan dosa dan permusuhan. Alloh berfirman:

من يشفـع شفاعـة حسـنة يكن له نصيب منها، ومن يشفع شفاعة سيئة يكن له كفل منها “Barangsiapa yang memberi syafa’at yang baik maka dia mendapatkan bagian dari pahalanya dan barang siapa memberi syafa’at yang buruk ia mendapatkan dosanya.”

Orang yang memberi syafa’at adalah orang yang membantu orang lain, maka dia dengan orang tersebut menjadi genap setelah sebelumnya ganjil. Oleh karena itu Asy-Syafa’ah Al-Hasanah ditafsirkan dengan membantu orang-orang beriman untuk berjihad, sedangkan asy-syafa’ah as-sayyi’ah ditafsirkan dengan membantu orang-orang kafir dalam memerangi orang yang beriman, sebagaimana hal itu disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Abu Sulaiman.” (Majmu’ Fatawa VII/64)

Maka penguasa kafir itu tidak akan eksis, dan tidak akan eksis pula hukum-hukum kafir serta kerusakan-kerusakan besar di negara-negara muslimin yang diakibatkannya kecuali lantaran pembela-pembela yang membela para penguasa thoghut itu. Sama saja apakah mereka itu membantu dengan perkataan yang menyesatkan dan menipu manusia, atau membantu dengan perbuatan dengan cara menjaga mereka dan undang-undang mereka dari orang yang ingin membalas mereka. Maka tidak mengherankan kalau Alloh menyebut tentara-tentara pengusa kafir itu dengan pasak-pasak. Karena merekalah yang mengokohkan kekuasaannya dan merekalah yang menjadi penyebab eksisnya kekafiran. Yaitu dalam firman Alloh:

وفرعون ذي الأوتاد Dan fir’aun yang memiliki pasak-pasak. (Al-Fajr: 10)

Ibnu Jari mengatakan dalam tafsirnya terhadap ayat ini: “ Alloh mengatakan; Apakah kamu tidak melihat apa yang Alloh lakukan kepadan Fir’aun yang memiliki pasak-pasak. Para ahli ta’wil berselisih pendapat tentang makna firman Allo yang berbunyi “yang mempunyai pasak-pasak” dan kenapa dia dikatakan begitu? Sebagian mereka mengataka: Artinya adalah yang mempunyai tentara-tentara yang memperkuat kekuasaannya, dan mereka mengatakan: pasak-pasak dalam permasalahan ini maksudnya adalah tentara-tentara.” (Tafsir Ath-Thobari XXX/179)

Ini semua menjelaskan tentang kejahatan para pembela thoghut dan bahwa sanya mereka itulah penyebab yang sebenarnya atas eksisnya kekafiran dan kerusakan. Maka tidak mungkin orang kafir itu dapat merusak dan mendzolimi umat kecuali dengan menggunakan para pembantu yang menolong nya. Dan kalau rosululloh saja bersabda: 

أنا بريء من كل مسلم يقيم بين أظهر المشركين Saya berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal ditengah-tengah orang musyrik.” Lalu bagaimana dengan orang yang membantu kekafiran mereka ? dan bagaimana dengan orang yang membantu mereka untuk menyakiti dan memerangi kaum muslimin? Dan pada kenyataannya sesungguhnya peperangan kaum muslimin melawan penguasa thoghut ini dalam rangka menggulingkan mereka dan menggantinya dengan penguasa muslim, pada hakekatnya adalah peperangan melawan para pembela mereka yang terdiri dari tentara dan yang lainnya. Oleh karena itu wajib untuk mengetahui hukum bagi para pembela thoghut ini dan inilah topik dalam pembahasan kita.





Kepada siapa al-wala dan al-baro' di berikan...???


PENGABAIAN BATASAN AL-WALA’ WAL-BARA’
Kepada Siapa Al-Wala’ Wal Bara’ Diberikan ?


Allah berfirman:
“Sesungguhnya penolong kalian hanyalah Allah, RosulNya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan sholat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah”
Ayat yang mulia ini membatasi al-wala’ orang-orang Mukmin hanya kepada:
1. Allah ta’ala
2. Rosulullah saw
3. Orang-orang Mukmin
Dalam menafsirkan ayat ini dan dalam membatasi dasar Al-Wala’ Al-Allamah AlAlusy berkata dalam ruhul ma’any,”Allah menunggalkan penolong yang disertai dengan macam-macamnya, agar memberikan makna tertentu. Seakan dikatakan,”Al-Wala hanya bagi Allah yang menjadi dasarnya, kepada Rosulullah dan orang-orang mukmin yang mengikutinya’. Gambarannya, penolong kalian adalah Allah, begitu pula RosulNya dan Orang-orang mukmin. Sehingga dalam pernyataan ini ada dasar-dasar yang mengikutinya.
Inilah yang dijelaskan Allah tentang pembatasan Al-Wala’. Lalu bagaimana pemahaman Al-wala’ wal bara’ menurut dewan perwakilan? Al-wala’ itu ditujukan kepada kepala negara, pemerintah dan negara. Hal ini dicantumkan dalam teks undang-undang negara yang menerapkan sistem demokrasi.
Ungkapan praktis tentang makna al-wala’ ialah yang menyatu dalam cinta, taat dan mengikuti. Lalu bagaimana mungkin menyatukan dua hal yang saling bertentangan: cinta kepada Allah dengan cinta kepada kepala negara yang sama sekali tidak mencintai Allah, cinta kepada Rosulullah dengan cinta kepada pemerintah yang menghalangi aplikasi apa yang dibawa Rosulullah saw, cinta kepada orang-orang mukmin dengan cinta kepada negara yang menjadikan pengorbanan nyawa demi negara sebagai ganti dari pengorbanan nyawa di jalan Allah, berperang membela negara dengan berperang membela Islam?
Benar, dua cinta yang saling bertentangan dan bermusuhan itu tidak bisa dipertemukan di dalam satu hati dan di satu waktu. Allah berfirman:
"ما جعل الله لرجل من قلبين فى جوفه"
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya”. Al-Ahzab:4

Al-Ustadz Sayyid Quthub menjelaskan ayat tentang Al-wala’ diatas:”dalam bentuk yang singkat ayat ini tidak memberikan untuk takwil. Sebab pada hakikatnya ini termasuk masalah aqidah dan masalah harakah berdasarkan aqidah ini, agar Al-wala’ hanya bagi Allah secara murni, agar menjadi satu-satu agama, agar pemilahan yang jelas antara barisan orang mukmin dan barisan-barisan yang tidak menjadikan Islam sebagai agamanya dan tidak menjadikan Islam sebagai manhaj kehidupannya.”
Lalu apakah orang-orang mukmin yang duduk di dewan perwakilan tidak memperhatikan sisi yang amat penting ini dalam mewujudkan makna al-wala’ bagi Allah, RosulNya dan orang-orang Mukmin.
Bersamaan dengan lunturnya makna-makna al-wala’, maka makna-makna al-baro’ juga terabaikan. Sebab keikut sertaan orang-orang muslim di dewan perwakilan dalam lingkup hukum thogut, memberikan peluang bagi para thoghut untuk mendapatkan lagelitas Islam di mata rakyat banyak. Laber ini menjalar ke ketetapan-ketetapan hukum dan slogan-slogan mereka di luar Islam. Sehingga sesuatu yang mestinya didukung oleh orang-orang muslim berubah menjadi sesuatu yang dihindari.

Menyetujui Sistem Thoghut sama Dengan Loyal Kepadanya
Allah berfirman:
“karena itu barang siapa yang ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” Al-Baqoroh: 256
mengingkari thoghut artinya mengingkari sistem dan jalannya, tidak mengambil pemikiran dan pendapatnya, apalagi hal-hal yang khusus tentang aqidah dan syari’at.
Al-Ustadz Sayyid Quthb berkata di dalam Azh-Zhilal,”thoghuth merupakan bentukan dari kata at-tughyan, yang berarti apa pun yang melanggar kebenaran dan keluar dari batas yang telah ditetapkan Allah, atau bisa berarti setiap sistem yang tidak berasal dari Allah, setiap konsep, aturan, adab atau kebiasaan yang tidak berasal dari Allah. Siapa yang mengingkari semua ini dengan segala gambarannya, beriman kepada Allah dan bersandar kepadaNya, maka dia akan selamat.”
Allah berfirman:
“Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan, orang-orang yang kafir, pelindungnya adalah syaithon yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqoroh; 257)

ayat ini mengisyaratkan bahwa wala’nya para thoghut merupakan tanda yang amat jelas tentang kekafiran mereka kepada Allah. Cahaya yang dimaksud di sini adalah kitab Allah yang diturunkanNya kepada RosulNya.
Jika hal ini sudah dipahami, maka seperti yang sudah diketahui, tugas pertama dewan perwakilan adalah membuat ketetapan dan tugas kedua adalah pengawasan. Dewan bisa menetapkan hukum dan undang-undang, mengawasi pelaksanaannya oleh lembaga eksekutif atau pemerintah. Seperti yang sudah kami jelaskan di atas, dewan perwakilan ini memilki kebebasan membuat ketetapan. Artinya, ia bisa membuat ketetapan sekehendak hati tanpa diikat dengan syariat Allah. Padahal intisari dari ketetapan itu dinukil dari kalangan Yahudi dan Nasroni. Karena dewan ini menyingkirkan ketetapan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah lalu berdiri sendiri untuk menetapkan hukum, maka dari sisi ini dewan perwakilan layak disebut thoghut. Jika ia mengikuti ketetapan hukum orang-orang Yahudi dan Nasroni, berarti ia mengikuti ketetapan hukum thoghut. Ini merupakan makna lain. Biasanya dewan mengkompromikan antara dua makna ini. Sementara Allah telah memperingatkan orang-orang Mukmin agar tidak loyal kepada orang-orang Yahudi dan Nasroni. Jika mereka melakukannya, maka mereka termasuk golongan Yahudi dan Nasroni.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sekalian mengambil 0rang-orang Yahudi dan nasroni menjadi pemimpin-pemimpin kalian. Sebagian mereka menjadi pemimpin sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim”. (Al-Maidah : 51)
Al-Allamah Al-Qurthuby berkata di dalam Al-jami’ Li’ahkaamil Qur’an,”Makna, sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain’, adalah dalam tolong-menolong. Karena dia telah menyalahi Allah dan Rosul-Nya seperti yang mereka lakukan, maka dia juga harus dimusuhi sebagaimana juga mereka layak dimusuhi, dia pasti mendapat neraka sebagai mana mereka juga mendapat neraka, sehingga dia termasuk golongan mereka dan menjadi rekan mereka.”
Rosulullah saw dan para sahabatnya telah memperingatkan agar tidak mencari pertolongan atau bertanya tentang sesuatu kepada para Ahli Kitab. Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata,”Rosulullah saw bersabda,:
“janganlah kalian bertanya kepada Ahli kitab tentang sesuatu, karena sekali-kali mereka tidak dapat memberikan petunjuk kepada kalian, sedang mereka telah sesat. Maka kalian entah membenarkan kebathilan ataukah mendustakan kebenaran. Sesungguhnya sekiranya Musa masih hidup di antara kalian, maka tidak ada pilihan baginya kecuali mengikutinya.”
Meskipun hadits ini dho’if, karena keberadaan Almujalid bin Sa’id yang tidak kuat seperti yang dikatakan oleh Al-Hafidz di dalam At-targhib, tapi hadits ini diperkuat perkataan yang serupa dari beberapa sahabat. AL-Bukhori menerjemahkan di dalam kitab AL-I’tishom dam shohihnya satu bab dan menyebutkan sabda Rosulullah saw,”janganlah kalian bertanya kepada Ahli kitab tentang sesuatu.”
Dalam riwayat Al-Bukhori disebutkan bahwa Ibnu Abbas ra. Berkata,”bagaimana mungkin kalian bertanya ahli kitab tentang sesuatu, sementara kitan kalian yang diturunkan kepada Rosulullah saw lebih baru, kalian membacanya secara murni dan tidak tercampur. Kalian juga telah diberitahu bahwa ahlu kitab mengganti kitab Allah dan merubahnya. Mereka menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu berkata,”Ini berasal dari sisi Allah”, agar dengan begitu mereka dapat menjualnya dengan harga yang murah. Ilmu yang datang kepada kalian tidak melarang kalian untuk bertanya kepada mereka. Tidak, demi Allah, kami tidak melihat seorang pun diantara mereke bertanya kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada kalian.”
Kesimpulannya, sekali-kali orang Yahudi dan nasroni tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang muslim, karena mereka telah sesat. Maka bagaimana mungkin ketetapan hukum diambilkan dari mereka? Yang lebih celaka lagi, ketetapan – ketetapan hukum dari mereka ditempatkan sebagai pengganti syari’at Allah yang sudah pasti. Adakah al-wala’ terhadap mereka yang lebih besar dari sikap ini?.

Al-Wala’ Kepada Simbol-simbol Thoghut
Sistem yang diterapkan penguasa, entah sistem diktator atau demokrasi, tentu akan menciptakan simbol-simbol yang digunakan sebagai selubung yang harus dimuliakan. Diantara simbol-simbol itu adalah:
- penghormatan kepada bendera negara. Untuk itu dibuat acara-acara tertentu dan semua orang yang melakukan penghormatan kepada bendera. Di sekian banyak negara Islam, meskipun tidak semuanya, acara-acara ini dianggap suci dan sakral seperti layaknya syiar – syiar ibadah. Padahal seperti itu tidak layak dilakukan kecuali kepada Allah semata.
- Mengucapkan kalimat,”hidup kepala negara”, yang juga diagung-agungkan. Biasanya para murid di sekolahan harus menggumamkan kalima ini pada pagi hari sebelum memulai pelajaran, meskipun kepada negara itu termasuk makhluk Allah yang hina dan tidak layak dimuliakan.
- Bersumpah untuk menghormati undang-undang. Semua anggota dewan perwakilan, termasuk pula orang muslim harus melakukan sumpah ini.

Yang perlu dipertanyakan, bagaiamana mungkin seorang wakil dari kalangan muslimin bersumpah untuk menghormati undang-ungan dan hukum negara, padahal keduanya bertentangan dengan syari’at Islam??
Sesungguhnya sumpah merupakan pengakuan yang amat jelas dan tidak ada kesamar-samaran di dalamnya, yang mencerimintah al-wala’ kepada thoghut dan sistem yang dibuatnya. Yang seiring dengan waktu, kita melihat sebagian orang muslim bersumpah kepada thoghut dengan maksud agar menyenangkannya. Padahal thoghut tidak membutuhkan mereka. Allah ta’ala berfirman:
“mereka bersumpah kepada kalian dengan nama Allah untuk mencari keridloan kalian, padahal Allah dan RosulNya itulah yang lebih patut mereka cari keridloannya, jika mereka adalah orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 62)
maka bagaimana mungkin orang-orang muslim yang duduk di dewan bersumpah untuk menghormati undang-undang dan hukum positif, padahal Allah telah berfirman:
“dan, tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan wanita yang mukminah, apabila Allah dan RosulNya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan, barangsiapa mendurhakai Allah dan RosulNya, maka sungguhlah dia sudah sesat, sesat yang nyata.” (Al-Ahzab: 36)
berpaling dari sebagian apa yang diturunkan Allah saja sudah diperingatkan, lalu bagaimana dengan meninggalkan semua itu dan bersumpah untuk menghormati selainnya??

Bekerjasama dan Tolong menolong Bersama Musuh-musuh Allah.
Allah berfirman:
" مُّحَمَّدُُ رَّسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّآءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ"
“muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” (Al-fath;29)
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin dan yang menundukan orang-orang kafir.” (Al-Maidah: 54)
Allah mensifati orang-orang mukmin dengan dua sifat: keras terhadap orang kafir dan menundukan mereka.
Orang-orang muslim yang duduk di dewan justru ada dalam dua hal yang diperingatkan:
1. mereka bahu membahu, koalisi dan tolong menolong dengan orang-orang kafir lewat saluran nasionalisme atau lewat panitia bersama atau lewat jalinan kerja sama dengan partai-partai sekuler. Biasanya yang demikian itu harus dilakukan sebelum masuk ke pemilihan anggota dewan dan ketika proses pemilihan. Sementara orang-orang kafir itu bisa saja berasal dari kalangan Nasroni, Druz, Nushairiyah, Isma’iliyah, Baath, komunis atau lain-lainnya, seperti yang terjadi di Syiria, Mesir dan beberapa negeri lainnya.
2. mereka harus bekerja sama, koalisi dan tolong menolong dengan orang-orang non muslim di dalam dewan perwakilan lewat panitia bersama, yang berarti harus menunjukan sikap lemah lembut, bersahabat dan wajah yang berseri, apalagi jika tugas panitia bersama ini ialah untuk mengkaji rancangan undang-undang yang diajukan ke dewan perwakilan, yang tentunya itu semua merupakan hukum positif, yang terkadang mereke harus bertentangan dengan syari’at Islam atau diam saja ketika melihat sesuatu yang bertentangan dengan syari’at.

Semua tindakan dan sikap ini jelas bertentangan dengan fiman Allah ta’ala:
“kamu tidak dapat mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, seling berkasih sayang dengan orang-orang yang menantang Allah dan Rosul-Nya, sekalipun orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudara-saudara atau keluarga mereka.” (Al-Mujadilah : 22)
Bahkan Allah mensifati orang-orang semacam itu sebagai orang-orang munafiq,
“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (An-Nisa: 139)
begitulah keadaan orang-orang muslim yang berada di dewan perwakilan, yang terseret kesalahan fatal dalam mempraktekan pengertian al-wala’ wal bara’ sehingga tidak ada warna yang jelas.

Bersikap Lemah lembut Terhadap Musuh-musuh Allah Termasuk Loyal Kepada Mereka
Orang-orang muslim adalah satu barisan, yang memiliki aqidah dan minhaj robbany tersendiri. Sementara orang-orang non muslim terdiri dari berbagai barisan yang berpencar-pencar, yang memiliki aqidah dan jalan syetan. Tugas-tugas orang muslim terhadap orang-orang non muslim ialah mengajak agar masuk Islam dan tunduk di bawah benderanya, sehingga mereka pun ke dalam barisan orang-orang muslim. Hal ini tidak akan terwujud kecuali jika orang-orang Muslim tetap menjaga superioritas ke-islamannya dan celupan Robbany. Allah telah berfirman:
" صِبْغَةَ اللهِ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُون"
“celupan Allah, dan siapakah yang lebih baik celupannya dari pada Allah ? dan, kepadaNyalah kami menyembah.”
Tidak boleh bersikap lemah lembut dan lunak terhadap musuh-musuh Allah, Firman-Nya:
“maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (Al-Qolam: 9)
Ibnu Abbas berkata,”artinya, sekiranya mereka memberi keringanan kepada mereka, maka mereka pun akan memberikan keringanan kepadamu.”
Menurut Mujahid, Mereka ingin kamu cenderung kepada sesembahan mereka dan kamu meninggalkan kebenaran yang ada padamu.
Begitulah harapan orang-orang kafir dan musyrik, agar orang-orang muslim melepaskan aqidah dan agamanya, atau minimal sebagian diantaranya, dan orang-orang kafir itu akan melepaskan sebagian kebatilannya. Demi Allah, ini merupakan pembagian yang curang. Orang yang melepaskan sebagian kebatilannya tidak akan merugi sedikit pun. Yang rugi adalah pihak yang harus melepaskan sebagian kebenaran yang dipeganginya.
Hasan Al-Alawy, seorang penduduk Irak yang nasionalis dan berasal dari kalangan syi’ah berkata,”seorang pemikir nasionalis terkenal, Sathi’ Al-Hishry diserahi tugas untuk merancang sistem pendidikan dan pengajaran. Maka dengan kewenangan yang dimiliki dan dengan keleluasaan alasannya dia bisa menjauhkan Islam lewat kurikulum, menjadikan pelajaran sejarah Arab yang diwarnai Islam hanya sekedar pelajaran sampingan, jika dibandingkan dengan materi sejarah Eropa.
Orang-orang semacam ini selalu menunggu-nunggu kapan bencana akan menimpa orang-orang muslim, mengharap kekalahan dan kehancuran menimpa mereka. Mereka itu telah disifati Allah:
“Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan.Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya.Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Ahzab : 19)
maka bagiamana mungkin orang-orang muslim yang duduk di dewan perwakilan memberikan kebebasan dan menjaminnya kepada orang-orang yang jahat seperti itu?. Tidak dapat diragukan lagi bahwa sikap seperti ini muncul karena adanya celah yang amat lebar dalam pemahaman al-wala’ wal bara’.



Minggu, 29 Maret 2009

Piagam madinah


Piagam Madinah 
 
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 
 
Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikui mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka. 
  
Pasal 1 
Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komuitas) manusia lain. 
  
Pasal 2 
Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 3 
Banu Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 4 
Banu Sa’idah sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 5 
Banu Al-Hars sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 6 
Banu Jusyam sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 7 
Banu An-Najjar sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 8 
Banu ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 9 
Banu Al-Nabit sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 10 
Banu Al-‘Aws sesuai dengan keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin. 
  
Pasal 11 
Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang diantara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam poembayaran tebusan atau diat. 
  
Pasal 12 
Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya. 
  
Pasal 13 
Orang-orang mukmin yang taqwa harus menentang orangyang diantara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim , jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka. 
  
Pasal 14 
Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman. 
  
Pasal 15 
Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikaj oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain. 
  
Pasal 16 
Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang olehnya. 
  
Pasal 17 
Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka. 
  
Pasal 18 
Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu membahu satu sama lain. 
  
Pasal 19 
Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus. 
  
Pasal 20 
Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman. 
  
Pasal 21 
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya. 
  
Pasal 22 
Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan. 
  
Pasal 23 
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW. 
  
Pasal 24 
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan. 
  
Pasal 25 
Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga. 
  
Pasal 26 
Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
  
Pasal 27 
Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
  
  
Pasal 28 
Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
  
  
Pasal 29 
Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
  
  
Pasal 30 
Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
  
  
Pasal 31 
Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
  
  
Pasal 32 
Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
  
Pasal 33 
Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. 
  
  
Pasal 34 
Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah). 
  
Pasal 35 
Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi). 
  
Pasal 36 
Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini. 
  
Pasal 37 
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya. 
  
Pasal 38 
Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan. 
  
Pasal 39 
Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini. 
  
Pasal 40 
Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat. 
  
Pasal 41 
Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya. 
  
Pasal 42 
Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini. 
  
Pasal 43 
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka. 
  
Pasal 44 
Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib. 
  
Pasal 45 
Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya. 
  
Pasal 46 
Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini. 
  
Pasal 47 
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang kelaur (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW. 

Pusat Konsultasi Syariah
Jl. TB Simatupang 12 A Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan telp. 021-78847267 78847268
email info@syariahonline.com