Jumat, 10 Juli 2009

Apasih keutamaan jihad itu...???


Keutamaan Jihad
Jihad di Jalan Alloh ‘Azza Wa Jalla Adalah Amalan Terbaik Setelah Iman Kepada Alloh ta‘ala
Di dalam Ash-Shohihain disebutkan dari Abu Huroiroh RA berkata:
سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ اْلعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «إِيْمَانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ» قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «اَلْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ»، قِيْلَ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «حَجٌّ مَبْرُوْرٌ»
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ditanya, “Amal apakah yang paling utama?” beliau bersabda, “Beriman kepada Alloh dan rosul-Nya.” Dikatakan, “Kemudian apa?” beliau bersabda, “Berjihad di jalan Alloh.” Dikatakan, “Kemudian apa?” beliau bersabda, “Hajji mabrur.”
Hadits ini berlaku bagi orang yang tidak memiliki kedua orang tua yang harus dilayani dengan baik, atau orang yang kedua orangtuanya telah memberi izin, atau dalam kondisi jihad hukumnya fardhu ain; karena dalam kondisi-kondisi ini, jihad lebih didahulukan daripada berbakti kepada kedua orang tua. Wallôhu A‘lam.
Dan dari Ma‘iz RA dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau ditanya tentang amalan terbaik, beliau bersabda, “Beriman kepada Alloh saja, kemudian jihad, dan hajji mabrur itu melebihi semua amalan seperti antara tempat terbitnya matahari dan tempat tenggelamnya.” (HR. Ahmad, rijalnya adalah rijal shohih). Ma‘iz sendiri adalah shahabat yang masyhur, ia tidak memakai nasab.
Makna sabda beliau: “..melebihi semua amalan.” Artinya semua amalan setelah iman dan jihad; sebelumnya telah disebutkan bahwa amalan terbaik adalah iman dan jihad.
Masih dalam Ash-Shohihain dari Abu Dzar RA ia berkata: Aku bertanya kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tentang amal apakah yang paling utama?” Beliau bersabda, “Iman kepada Alloh dan berjihad di jalan-Nya.” Ia berkata, “Budak apakah yang paling mahal?” beliau bersabda, “Yang paling mahal bagi pemiliknya dan paling mahal harganya.” (Al-Hadits).
Jihad Lebih Baik Daripada Memberi Minum Orang Hajji Dan Memakmurkan Masjidil Haram
Dari An-Nu‘man bin Basyir RA ia berkata: “Aku berada di sisi mimbar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba ada seseorang berkata, “Aku tidak peduli, untuk tidak mengerjakan amalan setelah Islam selain memakmurkan Masjidil Harom.”
Ada orang lain berkata, “Tidak, jihad fi sabilillah itu lebih baik daripada apa yang kau katakan.” Maka Umar bin Khothob membentak mereka seraya mengatakan, “Jangan mengangkat suara di sisi mimbar Rosululloh di hari Jum‘at. Nanti setelah sholat Jumat, aku akan masuk menemui Rosululloh SAW dan menanyakan apa yang kalian perselisihkan.” akhirnya Alloh ‘azza wa jalla menurunkan firman-Nya:
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَآجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ ءَامَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللهِ لاَيَسْتَوُونَ عِندَ اللهِ وَاللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Apakah kalian menganggap orang-orang yang memberi minum kepara orang-orang yang mengerjakan hajji dan mengurus Masjidil Haram sama seperti orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir serta berjihad di jalan Alloh? Mereka itu tidak sama di sisi Alloh. Dan Alloh tidak memberi petunjuk orang-orang dzalim.” (HR. Muslim)
Jihad Lebih Baik Daripada Ber‘Uzlah Dan Sibuk Beribadah
Ibnu ‘Asakir meriwayatkan dengan isnadnya dari Abu Huroiroh ra, bahwasanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Maukah kuberitahu kalian tentang orang yang paling baik kedudukannya? (Yaitu) lelaki yang memegang tali kekang kudanya di jalan Alloh. Maukah kalian kuberitahu tentang orang paling baik kedudukannya setelah itu? Lelaki yang beruzlah dengan menggembalakan kambingnya, ia menegakkan sholat dan menunaikan zakat, beribadah kepada Alloh dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun.” (Muslim dan lain-lain juga meriwayatkan hadits seperti ini, lafadznya ada Insya Alloh)
Dan dari Abu Huroiroh RA ia berkata:
مَرَّ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِعْبٍ فِيْهِ عُيَيْنَةٌ مِنْ مَاءٍ عَذْبَةٍ، فَأَعْجَبَتْهُ، فَقَالَ: لَوِ اعْتَزَلْتُ النَّاسَ فَأَقَمْتُ فَيْ هَذَا الشِّعْبِ وَلَنْ أَفْعَلَ حَتَّى أَسْتَأْذِنَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «لاَ تَفْعَلْ فَإِنَّ مَقَامَ أَحَدِكُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهِ فِيْ بَيْتِهِ سَبْعِيْنَ عَامًا، أَلاَ تحُِبُّوْنَ أَنْ يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ، وَيُدْخِلَكُمُ الْجَنَّةَ، أُغْزُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ، مَنْ قَاتَلَ فِيْ سَبِيلِ اللهِ فَوَاقَ نَاقَةٍ وَجَبَتْ لَهُ اْلجَنَّةُ»
“Seorang lelaki dari shahabat Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melewati sebuah lembah yang di sana terdapat sebuah mata air tawar kemudian ia berkata, “Seandainya saja aku menjauhi manusia dan tinggal di lembah ini, aku tidak akan melakukannya sampai aku minta izin kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam.” Maka ia menceritakan hal itu kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Jangan lakukan itu, sebab posisi salah seorang dari kalian di jalan Alloh lebih baik daripada sholat dia di rumahnya selama tujuh puluh tahun. Apakah kalian tidak suka kalau Alloh mengampuni dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam jannah? Berperanglah di jalan Alloh, barangsiapa yang berperang di jalan Alloh sebentar saja (fawâqo nâqoh), ia pasti masuk surga.” (HR. Tirmizi dan dia berkata: hadits hasan; Al-Baihaqi di dalam As-Sunan, dan Al-Hâkim; ia berkata: shohih menurut syarat Muslim).
Kata Fawaqo naqoh: Al-Jauhari dan yang lainnya mengatakan: “Artinya adalah waktu memerah antara dua puting susu; biasanya ia diperah lalu dibiarkan sesaat yang ditetek oleh anak unta agar susunya mengumpul banyak lalu diperah.”
Ada juga yang mengatakan, maksudnya adalah waktu antara kau tempelkan tanganmu dan kau angkat dari puting susu ketika engkau sedang memerahnya.
Puncak Islam Adalah Jihad Di Jalan Alloh Ta’ala
Dari Mu‘adz bin Jabal ra ia berkata: Kami bersama Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam di perang Tabuk, beliau bersabda, “Jika engkau mau, aku beritahukan tentang pokok urusan, tiang dan puncaknya.” Aku mengatakan, “Mau Wahai Rosululloh.” Beliau bersabda, “Adapun pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncaknya adalah jihad.” (HR. Hakim dengan lafadz ini secara ringkas, ia mengatakan: shohih menurut syarat Bukhori Muslim; Ahmad juga meriwayatkannya dengan redaksi panjang. demikian juga Tirmizin dan ia menshohihkannya, An-Nasa’I, Ibnu Majah dan lain-lain).
Thobroni juga meriwayatkannya dalam Al-Kabîr melalui jalur Muhammad bin Salamah, dari Abu Abdir Rohim dari Abdul Malik dari Al-Qosim dari Fadholah bin Ubaidillah RA berkata: “Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Islam itu ada tiga bait: bawah, atas dan tengah. Adapun yang bawah adalah Islam; semua kaum muslimin memasukinya, tidak ada seorang pun dari mereka yang kau tanya melainkan mengatakan: Saya seorang muslim. Adapun yang atas maka amalan mereka bertingkat-tingkat, sebagian lebih baik daripada sebagian yang lain. Adapun pertengahan yang paling atas adalah jihad di jalan Alloh, tidak ada yang bisa mendapatkanya selain yang terbaik di antara mereka.”
Tidak Ada Seorangpun Bisa Melakukan Amalan Yang Menyamai Jihad Fi Sabilillah
Dari Abu Huroiroh RA berkata: “Dikatakan, “Wahai Rosululloh, apakah yang bisa menyamai jihad di jalan Alloh?” beliau bersabda, “Engkau tidak akan bisa melakukannya.” Maka para shahabat terus mengulang pertanyaannya hingga dua atau tiga kali semuanya beliau jawab, “Kalian tidak akan bisa melakukannya.” Kemudian beliau bersabda, “Perumpaan mujahid di jalan Alloh itu seperti orang yang berpuasa dan sholat serta taat (qônit) terhadap ayat-ayat Alloh. Ia tidak pernah berhenti dari sholat dan puasanya sampai si mujahid fi sabilillah tersebut pulang.” HR. Bukhori dan Muslim. An-Nawawi berkata, “Makna Qônit di sini adalah orang yang taat.”
Keutamaan Mengobarkan Semangat Kaum Mukminin Untuk Berjihad Di Jalan Alloh (Tahridh)
Alloh ta‘ala berfirman:
وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَسَى اللهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاللهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَاَشَدُّ تَنْكِيْلاً
“…dan kobarkanlah semangat orang-orang beriman (untuk berperang). Semoga Alloh menolak keganasan orang-orang kafir, dan Alloh itu lebih besar kekuatan dan siksa (Nya).”
Alloh ta‘ala berfirman:
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِن يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِن يَّكُن مِّنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِّنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَيَفْقَهُونَ
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat orang-orang beriman untuk berperang. Jika ada dari kalian berjumlah dua puluh orang yang sabar, akan mengalahkan dua ratus orang. Dan jika ada dari kalian seratus, akan mengalahkan seribu dari orang-orang kafir dikarenakan mereka adalah kaum yang tidak faham.”
Alloh ta‘ala juga berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, maukah Ku-tunjukkan kepada kalian perdagangan yang menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih? Kalian beriman kepada Alloh dan rosul-Nya dan kalian berjihad di jalan Alloh dengan harta dan jiwa kalian. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” Hingga akhir surat.
Ayat-ayat mengenai tahridh dari Alloh ta‘ala kepada hamba-hamba-Nya untuk berjihad di jalan-Nya, dan memotivasi mereka untuk menggapai pahala di sisi-Nya dengan jihad sangatlah banyak.
1. Ibnu Majah meriwayatkan, Ibnu Abi Syaibah di dalam kitab Shifatul Jannah, Al-Bazzar dan Ibnu Hibban di dalam Shohih-nya, dari Kuraib, bahwasanya ia mendengar Usamah bin Zaid RA mengatakan: “Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Siapakah yang mau bersegera menuju surga? Sesungguhnya surga itu tidak pernah terbayangkan. Sungguh, demi Robb Ka‘bah, surga itu adalah cahaya yang berkilauan, tumbuh-tumbuhan wangi yang bergoyang, istana yang tinggi, sungai yang mengalir berturutan, buah-buahan yang matang, isteri-isteri jelita dan cantik, perhiasan-perhiasan yang banyak, tempat dalam keabadian di negeri keselamatan, buah-buahan dan hijau-hijauan, kegembiraan dan kenikmatan di tempat yang tinggi dan indah.” Para shahabat mengatakan, “Iya, wahai Rosululloh, kami bersegara ke sana.” Maka beliau mengatakan, “Katakanlah: Insya Alloh.” Para shahabat mengatakan, “Insya Alloh.” Kemudian beliau menyampaikan tentang jihad dan memberi semangat kepadanya.
2. Ibnu Majah menyebutkan lagi dari Ali secara mauquf, ia berkata, “Barangsiapa mengobarkan semangat saudaranya untuk berjihad, maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya; dan setiap langkah yang ia tempuh dalam rangka itu sama dengan ibadah satu tahun.”
Keutamaan Menolong Mujahidin, Menyiapkan Bekal, Memberi Makanan, Pelayanan, Mengantarkan Kepergiannya Dan Mengucapkan Selamat Jalan Kepadanya
Imam Ahmad meriwayatkan, Ibnu Abi Syaibah, Al-Hakim dan lain-lain, dari jalur Abdulloh bin Muhammad bin ‘Uqoil, dari Abdulloh bin Sahl bin Hanif, bahwasanya Sahl bercerita kepadanya bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa yang menolong seorang mujahid di jalan Alloh, atau membantu keluarga orang yang berperang, atau membantu seorang budak makatib untuk membebas dirinya, Alloh akan menaungi naungannya pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya.”
Ibnu Asakir mengeluarkan dari ‘Umar bin Zaroroh: Telah bercerita kepada kami Al-Musayyib bin Syuraik, dari Bakr bin Fadholah, dari Maimun bin Mahron, dari Ibnu Abbas ia berkata, “Barangsiapa yang membawa dan tinggal bersama kuda di jalan Alloh, ditulis baginya pahala seperti orang yang keluar membawa harta dan nyawanya dalam kesabaran, selama kuda itu masih hidup. Dan barangsiapa memberi pedang di jalan Alloh, ia akan datang pada hari kiamat dengan membawa lidah yang panjang seraya mengatakan di hadapan semua makhluk: ‘Ketahuilah, aku adalah pedangnya fulan bin fulan. Aku terus berjihad untuknya hingga hari kiamat.’ Dan barangsiapa memberi baju di jalan Alloh ta‘ala, ia akan diberi baju dari surga yang akan digantikan kepadanya setiap hari seperti di dunia.”
Dan dari Umar bin Khothob RA ia berkata: Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa memayungi kepala orang yang berperang, Alloh akan menaunginya di hari kiamat. Dan barangsiapa menyiapkan bekal orang yang berperang di jalan alloh, maka ia mendapat pahala seperti itu sampai ia mati atau pulang. Dan barangsiapa membangun masjid yang di dalamnya disebut nama Alloh, Alloh akan bangunkan baginya rumah di jannah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shohih-nya, Al-Baihaqi dan Syaikhnya: Al-Hakim, ia mengatakan: “Isnadnya shohih.”
Keutamaan Berinfak Di Jalan Alloh
Alloh ta‘ala berfirman:
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًاكَثِيرَةً
“Siapa yang mau memberi pinjaman kepad Alloh dengan pinjaman yang baik, maka Alloh akan melipat gandakannya pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.”
Al-Qurthubi dan yang lain mengatakan, “Maknanya: Siapakah yang mau berinfak di jalan Alloh sehingga nantinya Alloh akan ganti dengan jumlah yang berlipat ganda?”
Alloh ta‘ala juga berfirman:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّاْئَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Dan Alloh melipatkan gandakan pahala bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Alloh Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Ibnu ‘Umar berkata, “Ketika turun ayat:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ...
“Perumpaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Alloh…” dst
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Robbi, tambahkanlah untuk umatku.”
Maka turunlah ayat:
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًاكَثِيرَةً
“Siapa yang mau memberi pinjaman kepada Alloh dengan pinjaman yang baik, maka Alloh akan melipat gandakannya pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.”
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Robbku, tambahkanlah buat umatku.”
Maka turunlah
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya pahala orang-orang sabar itu dilipat gandakan tanpa terhitung.”
(HR. Imam Abu Bakar bin Al-Mundzir di dalam Tafsirnya, Ibnu Hibban di dalam Shohih-nya, Al-Baihaqi di dalam Asy-Syu‘ab, dan lain lain)
Dari Khuraim bin Fatik berkata: Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
«مَنْ أَنْفَقَ نَفَقَةً فِيْ سَبِيْلِ اللهِ كُتِبَ لَهُ سَبْعُمِئَةِ ضِعْفٍ»
“Barangsiapa yang berinfak sekali di jalan Alloh, ditulis baginya tujuh ratus kali lipat.”
(HR. Tirmizi, ia meng-hasan-kannya, An-Nasa’i, Ibnu Hibban dalam Shohih-nya, dan Al-Hakim, beliau berkata, “Isnadnya shohih.”)
Keutamaan Menyiapkan Perbekalan Pasukan Perang Di Jalan Alloh Serta Menjaga Keluarga Mereka, Serta Tentang Orang Yang Diminta Keluarga Mujahid Kemudian Berkhianat
Dari Abu Sa‘id Al-Khudri RA bahwasanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam mengutus kepada Bani Lihyan: Agar setiap dua orang, satu saja yang berangkat, namun pahalanya didapatkan oleh kedua-duanya.
Di dalam lafadz lain: “Hendaknya setiap dua orang, satu orang saja yang berangjat.”
Kemudian beliau bersabda kepada yang tidak berangkat, “Siapa saja di antara kalian yang menjaga dengan baik keluarga dan harta orang yang berangkat berperang, maka mendapatkan setengah pahala orang yang berangkat.” HR. Muslim.
Imam Abu Bakar bin Al-Munzir berkata: “Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa kewajiban jihad gugur dari manusia jika sudah ada yang melaksanakannya dalam jumlah cukup.”
Dan dari Zaid bin Kholid Al-Juhanni RA bahwasanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
«مَنْ جَهَّزَ غَازِياً فِيْ سَبِيْلِ اللهِ فَقَدْ غَزَا، وَمَنْ خَلَّفَ غَازِيًا فِيْ أَهْلِهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا»
“Barangsiapa menyiapkan bekal orang yang berperang di jalan Alloh, sungguh ia telah berperang. Dan barangsiapa menjaga keluarga orang yang berperang dengan baik, sungguh ia telah berperang.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Masih dari Kholid ia berkata: Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa memberi buka orang yang berpuasa, ia mendapatkan pahalanya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Dan siapa menyiapkan bekal orang yang berperang di jalan Alloh, ia mendapatkan pahalanya tanpa mengurangi pahala orang yang berperang itu sedikitpun.” (HR. Tirmizi dan Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam Shohih-nya)
Dan dari Zaid bin Tsabit RA dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,
“Barangsiapa menyiapkan bekal orang yang berperang di jalan Alloh, ia mendapatkan pahala seperti pahalanya. Dan barangsiapa menjaga dengan baik dan bersedekah kepada keluarga orang yang berperang, ia mendapatkan pahala seperti pahalanya.” (HR. Thobaroni di dalam Al-Ausath, rijalnya adalah rijal shohih)
Keutamaan Rasa Takut Di Jalan Alloh Ta‘ala
Di dalam Shohih Muslim dari Abdulloh bin ‘Amru bin Al-‘Ash RA ia berkata: Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
«مَا مِنْ غَازِيَةٍ أَوْ سَرِيَّةٍ تَغْزُو فَتَغْنَمُ وَتَسْلَمُ، إِلاَّ كَانُوْا قَدْ تُعُجِّلُوْا ثُلُثَيْ أُجُوْرِهِمْ، وَمَا مِنْ غَازِيَةٍ أَوْ سَرِيَّةٍ تَخْفَقُ وَتُصَابُ إِلاَّ تَمَّ لَهُمْ أُجُوْرُهُمْ»
“Tidaklah suatu pasukan perang atau sariyah yang diberangkatkan di jalan Alloh kemudian mereka selamat atau mendapatkan hasil, melainkan telah disegerakan dua pertiga pahala mereka. Dan tidaklah satu pasukan perang atau satu sariyah yang mereka pulang tidak membawa ghanimah atau merasa ketakutan, atau terkena musibah, kecuali disempurnakan pahala mereka.”
Sabda beliau: “Takhfaqu.” (Dengan kho’ mu‘jamah, faa’ dan qoof lagi) artinya adalah: Pulang tanpa membawa ghanimah. Dikatakan: Akhfaqol Ghoozii, jika ia berperang dan tidak memperoleh ghanimah atau kemenangan.
Keutamaan Ribath (Berjaga-Jaga Di Daerah Perbatasan) Di Jalan Alloh Ta‘ala Dan Keutamaan Orang Yang Bermalam Dalam Kondisi Ribath
Alloh ta‘ala berfirman:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“…maka bunuhlah orang-orang musyrik di manapun kalian jumpai mereka, kepunglah mereka, dan intailah mereka dari tempat-tempat pengintaian.”
Alloh ta‘ala juga berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“…Hai orang-orang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu dan beribathlah serta bertakwalah kepada Alloh agar kalian beruntung.”
Mubarok bin Fadholah mengatakan, aku mendengar Al-Hasan ketika membaca ayat ini: Ishbiruu wa shoobiruu (Ali Imron: 200, penerj.) ia mengatakan, “Mereka diperintahkan agar terus bersabar menghadapi orang-orang kafir sampai mereka bosan sendiri dengan agama mereka.”
Muhammad bin Ka‘b Al-Qurodzi mengomentari ayat ini, “(Maksudnya ayat ini): Beribathlah kalian menjaga musuh-Ku dan musuh kalian sampai ia meninggalkan agamanya dan memeluk agama kalian.”
Dari Sahl bin Sa‘d RA bahwasanya Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
«رِبَاطُ يَوْمٍ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا، وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا»
“Ribath satu hari di jalan Alloh lebih baik daripada dunia seisinya. Dan tempat cemeti salah seorang dari kalian di jannah lebih baik daripada dunia seisinya.” (HR. Bukhori dan yang lain)
Sabda beliau dalam hadits di atas serta yang semisal: “…lebih baik daripada dunia seisinya…”
Ada yang mengatakan makna hadits ini apa adanya.
Ada juga yang berpendapat bahwa maknanya adalah: Ketaatan ini lebih baik daripada dunia seisinya kalau manusia itu memilikinya dan menginfakkanya di dalam ketaatan kepada Alloh Ta‘âlâ.” Disebutkan oleh Al-Qodhi ‘Iyadh di dalam Syarah Muslim.
Keutamaan Berjaga-jaga (Hirosah) Di Jalan Alloh Ta‘ala
Di dalam Shohih Bukhori dari Abu Huroiroh RA dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,
«تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيْصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لمَْ يُعْطَ سَخِطَ، تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيْكَ فَلاَ انْتَقَشَ، طُوْبَى لِعَبْدٍ آخِذٍ بِعِنَانِ فَرَسِهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَشْعَثَ رَأْسُهُ مَغْبَرَّةٌ قَدَمَاهُ، إِنْ كَانَ فيِ اْلحِرَاسَةِ كَانَ فِي اْلحِرَاسَةِ، وَإِنْ كَانَ فِي السَّاقَةِ كَانَ فِي السَّاقَةِ، إِذَا اْستَأْذَنَ لمَْ يُؤْذَنْ لَهُ، وَإِنْ شَفَّعَ لمَْ يُشَفَّعْ»
“Celakalah hamba dinar, hamba dirham dan hamba pakaian; jika diberi senang dan jika tidak diberi marah. Celaka dan kembali sakitlah ia, jika tertusuk duri tidak bisa lagi dicabut. Beruntunglah seorang hamba yang mengambil tali kekang kudanya di jalan Alloh, kusut masai rambutnya, berdebu kakinya; jika ia sedang dalam berjaga, ia berjaga, jika ia di garis belakang ia berada di garis belakang, jika ia minta izin tidak diberi izin, jika ia minta tolong tidak diberi pertolongan.”
Dan dari Abdulloh bin ‘Amru RA ia berkata:
“Sungguh aku bermalam dalam keadaan berjaga dan ketakutan di jalan Alloh ‘azza wa jalla lebih aku sukai daripada bersedekah dengan seratus hewan tunggangan.” (HR. Ibnul Mubarok melalui jalur Ibnu Lahi‘ah, hadits ini adalah mauquf.)
Ketahuilah, bahwa berjaga di jalan Alloh ta‘ala termasuk taqorrub terbesar dan ketaatan tertinggi. Ini juga merupakan salah satu ribath paling utama. Dan siapa saja menjaga kaum muslimin pada daerah yang dikhawatirkan akan diserang musuh, maka ia adalah orang yang beribath (muroobith). Namun tidak sebaliknya; orang yang berjaga di jalan Alloh itu mendapatkan pahala orang yang beribath. Dan masih banyak keutamaan baginya, di antaranya adalah: neraka tidak akan menyentuh mata yang berjaga di jalan Alloh selama-lamanya.
Dari Ibnu ‘Abbas RA ia berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
«عَيْنَانِ لاَ تَمَسَّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ، وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ»
“Dua mata yang tidak akan disentuh api neraka: mata yang menangis karena takut kepada Alloh, dan mata yang bermalam karena berjaga di jalan Alloh.” (HR. Tirmizi dan ia berkata, hadits hasan)
Dan dari Abu Huroiroh ra bahwasanya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ada tiga mata yang tidak akan disentuh api neraka: mata yang tercungkil di jalan Alloh, mata yang berjaga di jalan Alloh dan mata yang menangis karena takut kepada Alloh.” (HR. Al-Hakim dari jalur ‘Umar bin Rosyid Al-Yamani, ia berkata: Isnadnya shohih)
Keutamaan Luka Di Jalan Alloh Ta‘ala
Dari Abu Huroiroh RA dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,
«مَا مِنْ مَكْلُوْمٍ يُكْلَمُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ-وَاللهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُكْلَمُ فِيْ سَبِيْلِهِ- إِلاَّ جَاءَ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ وَكَلْمُهُ يُدْمَى، اَللَّوْنُ لَوْنُ الدَّمِ وَالرِّيْحُ رِيْحُ مِسْكٍ»
“Tidaklah seorang terluka di jalan Alloh –dan Alloh lebih tahu siapa yang terluka di jalan-Nya— kecuali ia datang pada hari kiamat sedangkan lukanya mengucur; warnanya warna darah, aromanya aroma misik.”
Dalam redaksi lain, “Setiap luka yang dialami seorang muslim di jalan Alloh, pada hari kiamat kelak ia seperti apa adanya ketika ia tertikam; ia masih mengalirkan darah, warnanya warna darah dan aromanya aroma misik.” (HR. Bukhori dan Muslim, lafadznya adalah milik Muslim) Sedangkan kata Al-Kalmu (dengan kaf fathah dan lam sukun) artinya adalah luka.
Sedangkan Al-‘Arfu (dengan ‘ain fathah dan ro’ sukun) artinya adalah aroma.
Sedangkan sabda beliau: “Yats‘abu…” (dengan tsa’ sukun, ‘ain fathah dan diakhiri dengan ba’) maknanya adalah mengucur sebagaimana terdapat dalam riwayat lain.
Ibnu Daqiq Al-‘Id berkata di dalam Syarh Al-‘Umdah, “Datangnya luka pada hari kiamat bersamaan dengan mengalirnya darah mengandung dua hal: Pertama, sebagai saksi atas lukanya. Kedua, menampakkan kemuliaannya kepada para penduduk mahsyar yang menyaksikan aroma misik dan kesaksian terhadap kebaikan di sana.”
Dan dari Mu‘adz bin Jabal RA dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda,
“Barangsiapa berperang di jalan Alloh sebentar saja, maka sungguh wajib baginya surga. Dan siapa yang memohon dengan jujur agar terbunuh kepada Alloh kemudian ia mati atau benar- benar terbunuh, maka sesungguhnya bagi dia pahala syahid. Dan barangsiapa yang terluka di jalan Alloh atau terkena satu marabahaya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan yang paling deras, warnanya adalah warna za‘farôn dan aromanya adalah aroma misik. Dan barangsiapa yang keluar bisul di jalan Alloh, maka ia akan mengenakan cincin para syuhada.” (HR. Abu Dawud dengan isnad hasan, lafadznya milik dia, Tirmizi: ia berkata, hadits hasan shohih, An-Nasa’i serta Ibnu Majah)
Dan perlu diketahui, orang yang terluka di jalan Alloh tidaklah merasakan sakit dari luka tersebut sebagaimana dirasakan oleh orang lain.
Ada hadits shohih menyebutkan bahwa orang yang terbunuh di jalan Alloh tidak merasakan sakit ketika mati, kecuali hanya seperti gigitan semut. Jika begini keadaan orang yang terbunuh, maka bagaimana orang yang tidak sampai terbunuh, yaitu hanya terluka. Ini adalah fakta, tidak akan ditentang kecuali oleh orang yang belum mem-buktikannya.
Cerita tentang orang yang terluka tidak terlalu sulit diterima akal. Amarah dan emosi jika telah mencapai klimaks dan mendominasi perasaan seseorang, ia akan merasakan kedahsyatan, kekuatan, kesabaran dan ketabahan dalam dirinya, tak terlalu peduli terhadap hal tidak mengenakkan, dan tidak merasakan sakit, padahal sebelum itu ia merasakannya. Bahkan, tak jarang dua orang yang berkelahi sampai kepala salah satunya pecah-pecah, yang terasa me-nyakitkan serta luka yang parah namun ia tidak merasakannya kecuali setelah selesai dari kejadian yang baru saja ia alami; masing-masing membela diri dan tidak ingin mati. Lantas, bagaimana dengan orang yang kemarahannya meledak karena Alloh, mengorbankan nyawanya untuk Alloh dan berharap memperoleh kesyahidan di sisi-Nya; tentu ia merasa apa yang menimpa dirinya justeru anugerah Alloh. Dengan kekuatan cahaya imannya, ia menyaksikan apa yang Alloh sediakan bagi para syuhada dan orang-orang yang terluka di jalan-Nya berupa keutamaan besar, sebagai sebuah sesuatu yang nyata, bukan sekedar ilmu (baca: wacana).
Keutamaan Melempar di Jalan Alloh Ta‘ala dan Dosa Orang yang pernah Mempelajarinya Lalu Meninggalkannya
Perlu diketahui, belajar melempar –dengan niat berjihad di jalan Alloh ta‘ala—, mengajarkan dan berlomba-lomba dalam melempar merupakan perkara yang dianjurkan dan didorong oleh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Melempar memiliki banyak keutamaan.
Di antaranya, Alloh Ta‘ala memerintahkan melempar sebagai persiapan jihad di jalan Alloh ta‘ala. Alloh ta‘ala berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kalian mampu…”
Berdasarkan ayat mulia ini sebagian ulama berpendapat bahwa melempar wajib hukumnya, sebab maksud kekuatan di sini adalah melempar sebagaimana disebutkan dalam hadits Shohih Muslim.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir RA ia berkata: Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda—saat itu beliau di atas mimbar—,
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ
“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kalian mampu…”
…ketahuilah, kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar, kekuatan adalah melempar.”
Hadits lain adalah riwayat Bukhori dan lainnya dari Salamah bin Al-Akwa‘ RA ia berkata: Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam melewati satu kaum yang sedang berlomba memanah, beliaupun bersabda, “Melemparlah hai Bani Isma‘il, sesungguhnya ayah kalian adalah jago melempar. Melemparlah, aku bersama Bani Fulan.” Maka salah satu kelompok tadi menahan tangannya. Melihat itu, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak melempar?” kata mereka, “Wahai Rosululloh, bagaimana kami melempar sementara engkau bersama mereka?” maka beliaupun bersabda, “Melemparlah, sekarang aku bersama kalian semua.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berikan nasehat anda :