Jumat, 17 April 2009

hakikat keharmonisan dalam Rumah Tangga...


KEBENARAN YANG KITA  
KESAMPINGKAN  


 Sungguh hakikat keharmonisan antara suami-istri manakala bertumpu kepada kecintaan kepada Alloh dan taat kepada-Nya, pasalnya hanya Alloh yang memberikan taufik, berkah dan menyatukan antara hati-hati manusia. Oleh karena itu ketaatan sang istri kepada Alloh punya pengaruh signifikan menjalin hubungan antara suami-istri.
 Sejauh komitmen kita kepada konsep Alloh, sejauh itu pulalah kerhamonisan dunia dan akhirat bisa diwujudkan. Sungguh membangun rumahtangga islami dengan ikhtiyar yang benar dan landasan yang kokoh akan menghasilkan hakikat keharmonisan suami-istri. 
 Alloh l berfirman :  
« فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى * وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ
ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا»
“…jika telah datang padamu( kitab-kitab dan para rosûl) sebagai hidayah buatmu, maka barangsiapa berpegang teguh pada syarî´at-Ku dan mengikuti petunjuk-Ku (rosûl- rosûl-Ku) niscaya tidak sesat (di dunia) dan tidak celaka (di akhirat). Dan barangsiapa berpaling dari urusan-Ku dan apa yang telah Aku turunkan (syarî´at dan hukum rosûl-Ku), niscaya baginya kehidupan yang berat (meski kelihatannya menyenangkan)…” 
(Thôhâ [20] : 123-124)  

« تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللّهِ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ »
“…itulah ketentuan hukum yang agung (tentang tholâq, roj´ah, khul´u dan lain-lain) jangan kalian langgar. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Alloh yang agung itu, maka ia tergolong orang-orang yang zholim …” (Al-Baqoroh [2] : 229) 

« إِنَّ هَـذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ »  
“ Sesungguhnya Al-Quran ini memberi hidayah kepada jalan yang paling lurus lagi jelas” (Al-Isrô´ [17] : 9)

 Sebab ikhtiyar memilih istri sholihah dan memilih suami sholih berarti mengendalikan serta mengontrol semua halangan dan seluruh faktor kendala.  
 Pasalnya suami sholih dalam berinteraksi dengan istrinya berangkat dari panduan-panduan syariat Islam, tentu saja perannya seringkali resistan terhadap hal-hal kontradiksi dengan syariat, mengekang kebrutalan egoisme yang cenderung kepada keburukan dan menjadikannya tunduk kepada hukum Alloh, mencari ridhô-Nya dan antisipasi terhadap murka-Nya. 
 Maka suami sholih ketika berinteraksi dengan istrinya berangkat dari firman Alloh l :
« وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ »
“…dan pergaulilah istri-istrimu secara ma´rûf…” (An-Nisâ´ [4] : 19)
 Rosûlulloh n bersabda : 
« خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأهْلِهِ، وَأنَا خَيْرُكُمْ لِأهْلِيْ » 
“Orang terbaik di antara kamu adalah yang terbaik di antara kamu dalam mempergauli istrinya, sedangka aku adalah terbaik di antara kamu dalam mempergauli istriku”.
 
« مَا أكْرَمَ النِّسَاءَ إلَّا كَرِيْمٌ ، وَلَا أهَانَهُنَّ إلَّا لَئِيْمٌ »
“…tidaklah memuliakan para wanita kecuali pria yang mulia dan tidaklah menghinakan mereka selain pria yang kerdil kepribadiannya.”  

« كَفَى بِالْمَرْءِ إثْماً أنْ يُضَيِّعُ مَنْ يَقُوْتُ »
“…cukup bagi seseorang menyandang dosa hanya lantaran tidak memberi makan orang yang menjadi tanggungannya.”  

 Dalam pada itu, suami sholih selalu melibatkan serta mempertimbangkan Alloh l saat berinteraksi dengan istrinya dalam persoalan besar ataupun kecil, sementara dia menyadari benar bahwa ulah kezholiman di dunia mesti dibalas dengan kezholiman kelak di hari kiamat, sebagaimana disinyalir hadits syarif. Jelas, bahwa istrinya akan hidup dalam kondisi harmonis dan enjoy bersamanya bukan bersama lelaki lain.
 Adapun istri sholihah, beriman kepada Kitab Alloh l, membenarkan sunnah Rosûlulloh Muhammad n dan meyakini bahwa petunjuk-petunjuk Ilahi ekivalen dengan keharmonisan dirinya dan suaminya. Di samping itu sang istri yakin bahwa dirinya pasti diberi pahala sebagai balasan seluruh amal yang ia lakukan demi membahagiakan suaminya setara pahala orang berjuang di jalan Alloh l .
 Pernah seorang wanita datang kepada Nabi n seraya berkata : “Wahai Rosûlulloh sesungguhnya aku datang kepadamu selaku utusan para wanita. Tak satupun wanita di antara mereka kecuali menginginkan agar aku keluar menjumpai baginda. Alloh l adalah Robb lelaki serta perempuan dan Ilah mereka (perempuan), sedangkan engkau Utusan Allôh buat lelaki dan perempuan, sesungguhnya Allôh melebihkan kaum lelaki dalam banyak hal serta urusan umat, kewajiban berperang di jalan Alloh, saat mereka kembali dengan kemenangan mereka dikaruniai pahala dan ketika mereka mati syahid, Alloh memastikan kehidupan dan rezeki di sisi-Nya. Ketaatan manakah yang setara dengan pahala amal kaum lelaki tersebut?”. Lalu beliau menjawab : 
« أَبْلِغِيْ مَنْ لَقِيْتِ مِنَ النِّسَاءِ أَنَّ طَاعَةَ الزَّوْجِ وَالْاِعْتِرَافَ بِحَقِّهِ تُعَدِّلُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَ قَلِيْلٌ مِنْكُنَّ مَنْ تَفْعَلُ ذَلِكَ » 
“Sampaikanlah kepada wanita yang kamu jumpai, bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya sepadan dengan itu semua, padahal sedikit sekali wanita
 di antra kamu melakukan itu.”  

 Rosûlulloh n juga bersabda : 
« إذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: اُدْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ »
“Apabila seorang wanita menegakkan sholat wajib lima waktu, berpuasa Romadhôn, menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya, niscaya dikatakan kepadanya : “Masuklah kamu kedalam surga dari pintu manapun kamu sukai.”  

 « أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ»
“Wanita manapun mati, tanpa mengecewakan hati suaminya, pasti masuk surga.” 
 
 Sebab ia menyadari bahwa tak ada kewajiban setelah memenuhi hak Alloh k dan Rosûl-Nya n yang lebih wajib ditunaikan selain hak suami. Bukankah kita tahu bahwa keharmonisan kita tergantung kepada komitmen kita kepada syariat Alloh k dan menegakkan undang-undang-Nya. Berikut ini kami sajikan dua sosok pasangan suami-istri:

Sosok yang sholih  

 Ada pasangan suami-istri sholih hidup dalam ketaatan kepada Alloh l dan Rosûl-Nya n , prioritas hidup mereka yang primer adalah ridho Alloh dan ketaatan pada-Nya semata. Mereka memulai hari-harinya dengan dzikir kepada Alloh l sesuai sunnah Rosûlloh n : 
« اَلحَمْدُ لِلَّهِ الَّذي أحْيانا بَعْدَما أماتَنا وإلَيْهِ النشُورُ »
“Segala puji bagi Alloh yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya kami kembali.”

 Kemudian berwudhu sebagai senjata sang mukmin untuk menunaikan sholat fajar (shubuh) tepat pada waktunya. Mereka menyadari bahwa orang yang melaksanakan sholat shubuh berjamaah, niscaya dipelihara Alloh l hingga sore harinya. Makanya mereka berdua sangat gemar melaksanakan sholat shubuh tepat waktu bukan sesudah terbitnya matahari, kemudian sepulang dari sholat shubuh, suami menjumpai istri dalam keadaan dzikir kepada Alloh l dengan doa dan dzikir sebagaimana tuntunan Rosûlulloh n. Biasanya mereka lalu tidur lagi. Sebelum suami melakukan aktifitas, istrinya yang sholihah itu bangun dengan penampilan menarik dan rambut terurai, karena istri menilai bahwa demikian itu adalah ibadah " إذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ " (Jika suami memandangnya, menyenangkannya), lantas menyiapkan sarapan pagi buat suaminya. Selanjutnya ia membangunkan suaminya dari tidur seraya mengatakan : “Bangunlah, hai kekasihku … sarapan pagi telah siap”, lalu sang suami membuka kedua mata di pagi yang cerah nan indah lalu dia menyapa istrinya seraya mengatakan : “Selamat pagi kekasihku”, lalu sang istri meresponnya : “Pagi yang indah, penuh berkah dan cerah”. Lalu mereka berdua memulai sarapan pagi dengan mengucapkan basmalah dan mengakhirinya dengan hamdalah, disamping saling bertutur kata manis, lalu suami berangkat kerja seraya berdoa : 
« بِاسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ»
“Dengan nama Alloh, aku berserah diri kepada-Nya, tiada daya dan kekuatan 
kecuali dari Alloh”

 Lalu sang istri mengucapkan kata “selamat jalan” sembari mengecupnya dan mengatakan : “Semoga keselamatan menyertaimu …wahai pasangan hidupku”,
 Lalu sang suami berangkat kerja dalam suasana enjoy dan jiwa tentram, sementara sang istri yang baik itu kembali menyelesaikan aktifitas rumah tangga, yakni memasak, menyapu, beres-beres rumah dan memutar kaset dzikir dan doa untuk didengarnya. Demikianlah ia menyelesaikan tugas rumah tangga dan mempersiapkan makan siang, lalu ia menuju tempat wudhu guna melaksanakan sholat zhuhur sementara waktu zhuhur telah tiba, sebab ia tahu bahwa amal paling dicintai Alloh adalah sholat tepat waktu. 
 Usai menjalankan sholat sang istri duduk sambil beristighfar kepada Alloh demi meneladani Nabi n yang bersabda : 
« إنّي لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وأتُوبُ إلَيهِ فِي اليَوْمِ أكثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً »
“Sungguh aku memohon ampun dan bertaubat kepada Alloh dalam sehari lebih dari 70 kali.”
 Ketika menjelang kedatangan suami tercinta, dia berdiri dan berganti pakaian. Ia mengenakan pakaian yang paling disukai suaminya sembari duduk menunggu kehadirannya dengan harap-harap cemas. Akhirnya pulang juga sang suami tanpa menanggung kewajiban sholat zhuhur, sebab ia telah menunaikannya di masjid. Dia memasuki rumah sembari mengucapkan salam : 
« اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ»
“Semoga keselamatan, rohmat dan berkah Alloh senantiasa tercurahkan atas kamu”,
 
kemudian membaca doa memasuki rumah : 
« اللَّهُمَّ إِنِّي أسألُكَ خَيْرَ المَوْلِجِ وَخَيْرَ المَخْرَجِ، باسْمِ اللَّهِ وَلَجْنَا، وبِاسْمِ اللَّهِ خَرَجْنا، وَعَلَى اللَّهِ رَبِّنا تَوََكَّلْنا »
“Ya Alloh sesungguh aku memohon kepada-Mu kebaikan saat masuk dan keluar rumah, atas nama-Mu kami masuk rumah dan atas nama-Mu pula kami keluar 
rumah, kami bertawakkal kepada Alloh Robb kami.”

 Sedangkan rumah nampak bersih dan rapi, sementara istri sholihah tersebut telah siap menyambut suami dengan senyum, riang dan ceria sebab ia memahami sabda Rosûlloh n :  
« تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ»
“Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah bagimu.” 

 Ia juga mengecup pipi suaminya sambil benuturkan kata : “Segala puji bagi Alloh atas keselamatanmu wahai kekasihku, jika telah berganti pakaian, makan siang sudah aku siapkan untukmu”, sebab ia mengerti bahwa “rasa lapar bisa memicu kemarahan” seperti yang dinasehatkan ibunya. Pasangan suami-istri itu lantas duduk untuk menikmati makan siang, sementara sang suami tidak terburu nafsu oleh rasa laparnya hingga ia memuji istrinya seraya : “Alangkah pintarnya … kamu masak, hai idaman hatiku, segala puji bagi Alloh yang telah mengaberahkanku istri seperti dirimu, takwa, sholihah, cantik, bersih, rapi lagi penuh simpati lagi”. Sebab suami tahu bahwa perempuan suka dicintai dan dipuji kecantikannya, perasaannya, pakaiannya, kelezatan masakannya, pintarnya beres-beres, sebagai bukti cinta suami kepadanya.
 Usai makan siang pasangan suami-istri sholih tersebut lantas duduk bersama menikmati teh atau menyaksikan acara TV yang bermanfaat tentunya atau ke kamar tidur guna istirahat sejenak. Menjelang sholat ashar istri membangunkan suaminya sambil membawakan secangkir kopi seraya mengatakan : “Bangun … kekasihku untuk sholat di masjid”, ia sadar bahwa sholat fardhu di masjid ekivalen dengan 27 drajat pahala, seperti disanyalir Rosûlulloh n. Lantas suaminya berangkat ke masjid, sementara istrinya berwudhu lantas berdiri di tempat sholatnya untuk menunaikan sholat ashar, kemudian suami itu pulang dari masjid untuk selanjutnya bersama istrinya mengunjungi keluarganya dan keluarga istrinya, lantaran keduanya menyadari bahwa shilathur -rohim lebih dekat kepada Alloh, barang siapa menyambung rohimnya, niscaya Alloh menyambungnya dan barangsiapa memutusnya niscaya Alloh memutusnya. Atau boleh jadi usai sholat ashar mereka bersama mempelajari beberapa persoalan penting, misalnya tentang bagaimana mendidik anak atau bicara dari hati ke hati dengan menghindari sikap saling menyakiti atau melakukan kesalahan atau saling menghina, bahkan dilakukan secara sopan, saling menghormati, dengan tutur kata indah. 
 Seusai sholat maghrib istri sholihah bisa juga membaca Al-Quran guna menciptakan suasana rumahtangga gemilang berkat cahaya Al-Quran. Sebab istri sholihah mengerti bahwa bacaan Al-Quran satu huruf saja bernilai 10 kebaikan. Sesudah sholat isyak mereka berdua menikmati makan malam dan duduk-duduk bersama menyaksikan acara selingan yang memberikan penyegaran, sudah barang tentu bukan acara yang bertentangan dengan syariat Islam. 
 Selanjutnya tidur, sementara istri telah mempersiapkan diri buat suaminya seolah pengantin baru di malam pengantin, sebab siapa tahu suami sedang menginginkan persetubuhan sehingga dengan kondisi siap ia bisa melayaninya secara sempurna, sebab istri sholihah mengerti bahwa itu adalah ibadah : 
« وَ فِيْ بُِضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ»
“…dan pada kemaluan salah seorang di antara kamu ada sedekah.”

 Ia juga mengerti : 
« إذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأتَهُ إلَى فِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ »
“Manakala suami mengajak istri ke ranjangnya, lalu tidak mendatanginya hingga ia marah kepadanya semalaman, niscaya istri itu dilaknat malaikat hingga paginya.”  
 Kalaupun suami tidak sampai menyetubuhinya, setidaknya bersoleknya istri berarti menciptakan nuansa rileks dan ketentraman tersendiri menjelang tidur sehingga bisa tidur nyenyak setelah berdoa : 
« بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَضَعُ جَنْبِي وَ بِاسْمِكَ أرْفَعُهُ، إِنْ أمْسَكْتَ نَفْسِي فَاغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا، وَإِنْ أَرْسَلْتَهَا فَاحْفَظْهَا بِمَا تَحْفَظُ بِهِ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ وَ آخِرُ دَعْوَانَا أَنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ »
“Atas nama-Mu ya Alloh, aku rebahkan pinggangku dan atas nama-Mu pula aku mengangkatnya. Jika Engkau mengambil jiwaku maka ampunilah dia dan rohmatilah dia. Dan jika Engkau kembalikan dia maka jagalah dia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang sholih. Sedangkan akhir komitmen kami, bahwa segala puji hanya milik Alloh, Robb semesta alam.”  

Sosok tidak sholih

 Mereka adalah pasangan suami-istri muslim, namun Islam KTP, mereka masa bodoh terhadap Islamnya kecuali jika cocok dengan hawa nafsu atau menurut selera mereka, keislamannya sarat dengan nilai kultural, mereka menyelaraskan hidup-kehidupannya sesuai perkembangan era moderen, dengan dalih dalam Islam tidak ada. Pasalnya pola pikir mereka dikembangkan sesuai budaya dan prinsip-prinsip kemajuan kultural Barat yang hanya berkisar pada ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara keislaman mereka jumud, kaku ditambah lagi pola pikirnya yang busuk selama berabad-abad yang lalu, kasihan deh lu!!  
 Suami bangun pukul 08.00 di samping telat berangkat kerja, pasalnya pasangan suami-istri ini semalaman begadang hingga pukul 03.00 dini hari. Suaminya memakai pakaian dengan tergesa-gesa menyadari bahwa ia belum mendirikan sholat shubuh, lantas ia melakukan sholat laksana burung gagak mematuk-matuk dengan jangka waktu kurang dari 2 menit (itupun jika melaksanakan sholat, sering kali tidak sholat). Kemudian ia menghampiri kulkas dan melahap apapun di dalamnya lalu bergegas berangkat kerja, menyadari atau tidak hadits Rosûlulloh ntentang haknya : 
« وَ أَمَّا إِذَا قَامَ وَ لَمْ يَذْكُرِ اللّهَ وَ صَلَّى بَعْدَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ ، قَامَ خَبِيْثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ » 
“Adapun ketika ia bangun, tidak berdzikir kepada Alloh dan melaksanakan sholat shubuh setelah terbit matahari, maka ketika itu ia bangun dengan kepribadian busuk dan malas.”

 Rosûlulloh n juga pernah ditanya tentang seorang yang tidak sanggup bangun tidur kecuali setelah terik matahari, maka beliau menjawab : “Itulah orang yang telah dikencingi syetan pada kedua telinganya”. 
 Itulah sosok manusia yang memulai hari-harinya dengan maksiat kepada Alloh l, sudah barang tentu tak pernah dzikir dan istighfar, perhatikan saja bagaimana dia berinteraksi dengan sesamanya, adapun istrinya masih tidur hingga menjelang zhuhur, kemudian bangun, lalu membuat secangkir kopi dan duduk dekat telepon untuk menelpon kawannya, mulailah ia berbicara tentang masak, saling berbangga-bangga, pakaian, model lalu berkata : “Apakah kamu kemarin nonton tayangan di cenel TV (RCTI, SCTV, dll), lagu-lagu baru, gaun kencan, video mabuk cinta Elissa, semuanya menarik deh …!! Yang lebih menarik lagi, saat vocalis wanitanya dan artis wanitanya lebih sering membuka pakaiannya, justru semakin cepat populer dan akhirnya … kamu tahu sendirilah …!”  
 Begitulah percakapan para istri yang tidak sholihah sampai sepulang kerja suaminya. Sesampainya di rumah, suami menyaksikan kondisi rumah masih seperti saat keluar rumah, kamar tidur masih seperti semula, dapur penuh piring, gelas dan barang-barang pecah belah lainnya yang masih kotor, gara-gara istri berlagak mengikuti perkembangan budaya, tak punya waktu kosong untuk membersihkan rumah, mencuci bejana. Lalu ia mengucapkan kata : “Bey (good bye = selamat jalan) …sampai ketemu” kepada kawannya sebelum menutup gagang telepon, lantas menoleh kepada suaminya seraya menyapa : “Hai, buah hatiku”. Lalu suami menanggapi seraya berkata : “Hai, wijen … mana menu makan siangnya, dasar ular beracun?!”. 
 Istri lalu menanggapi : “Wahai kekasihku, kita telah begadang tadi malam, sedangkan aku bangun tidur dalam kondisi letih, beli saja sesuatu untuk makan siang kita”. Lalu suami pergi, kemudian mendapatkan sesuatu untuk makan siang. Usai makan siang suami melaksanakan sholat zhuhur lantas tidur, sementara istri yang gemar begadang itu menjamak sholat shubuh dengan zhuhur (bagaimana jika kondisi seperti ini berlanjut lalu mati, maka nerakalah tempatnya). Kemudian istri beranjak untuk membersihkan rumah, bejana serta barang pecah belah dan membereskan apa yang bisa dibereskan, sedangkan suami yang berkarakter yes-man terjaga, tidak bisa tidur oleh brisiknya alat penghisap debu, sesekali oleh suara barang-barang pecah belah, terkadang suami menaruh bantal pada kepalanya agar tak mendengar brisik itu. Serba salah, andaikan suami mengatakan : “Aku hendak tidur”, tentu istri serta-merta menjawab : “Siapa yang mengganggu tidurmu?”. 
 Hingga akhirnya mendengkur juga suami dan lelap dalam tidur hingga habis waktu maghrib. Jika suami sholih tentu saja akan bangun tidur sebelum tiba waktu maghrib sehingga masih mendapatkan sholat ashar, sementara istri seusai membereskan rumah lalu mandi dan duduk memoles wajah dengan kosmetik, sementara suami bangun tidur seraya bertanya : “Mana kopinya?”, lalu istri menjawab : “Sungguh elok buah hatiku, kamu tentu mengerti, sejak pagi aku sibuk membereskan rumah, kebetulan kamu melihatku hanya saat aku duduk, buatlah air kopi sendiri, untuk apa tanganmu hai kekasihku. Lalu lelaki kerdil itu beranjak membuat air kopi kemudian kembali untuk minum kopi bersama istrinya, di samping membawa sebungkus rokok kretek sebagai pelengkap kopi untuk dinikmati bersama istrinya, ia mengerti kalau istrinya berlagak moderen, sementara fitnah moderen telah menjadi sesuatu yang trendi buat perempuan, sampai perempuan ingin ikut-ikutan bersama lelaki kedalam fitnah tersebut. Seusai minum kopi suami pergi begadang bersama kawan-kawan busuknya untuk bergelimang dalam kubangan kebebasan yang diharamkan lagi dimurkai Alloh l, coba satu shower (pria) bersanding dengan beratus-ratus kubangan (wanita), baik kubangan berlabium maupun tak berlabium, di samping main kartu (judi).
 Adapun sang istri telah selesai berdandan dengan polesan kosmetik di wajahnya, benar apa yang disinyalir Rosûlulloh n, wanita (istrinya) itu mematuk-matuk dalam sholat ashar kurang dari 2 menit, begitu juga maghribnya. Dia mulai menghubungi kawan-kawan wanitanya untuk begadang hingga menjelang subuh hanya untuk menggunjing, menfitnah, kata ini, kata itu. Jika tidak dengan kawan-kawan wanitanya, seperti biasanya dia mulai mengubah cenel teleponnya untuk berinteraksi dengan sahabat-sahabat prianya melampaui tengah malam, sementara suaminya pulang dengan sapaan istrinya : “Mengapa kamu telat datang?”. Lalu dia menjawab : “Aku bosan dirumah dengan acara itu-itu melulu, sudilah kiranya hai kekasihku besok kita pergi begadang bersama untuk bersenang-senang”. Rupanya sang suami ingin menyalurkan syahwatnya sesuai syariat, namun istri menolak dengan dalih merusak make-up dan merubah rambut yang sudah tertata, akhirnya terjadilah tawar-menawar antara keinginan suami dan penolakan istri. Namun suami teringat juga bahwa dirinya belum sholat ´isyak, lantas dia berwudhu dan mematuk-matuk amat cepat dalam sholatnya, adapun istrinya telah sholat sebelumnya dengan perasaan amat berat lantaran sibuk dengan cenel telepon kesana-kemari. 
 Selanjutnya suami itu beranjak ke kamar tidur keletihan, atau segera menyalurkan syahwatnya karena telah kebelet dan gejolak berahi begitu dahsyat dipicu oleh tontonan filem porno, atau boleh jadi melakukan penyimpangan seksual lantaran pengaruh pertunjukan yang ia tonton, semata-mata ingin mencoba atau sekedar fareasi. Sungguh aneh mereka mengaku menyadari kebutuhan wanita akan kasih sayang dan seksual, ternyata itu bohong, bahkan sebaliknya. Sang istri mulai bergejolak berahinya dan berharap suaminya yang egois itu bisa bercumbu serta menggugah emosinya sebagai warming-up menjelang persetubuhan sehingga kenikmatan benar-benar terwujud dan memberikan ketentraman rohani sang istri, namun kenyataannya tidak demikian, karena suami mendengkur dan tidur lelap.  

« إِنَّ فِيْ ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قََلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِِيْدٌ »
“Sungguh dalam pada itu (hancurnya negeri zholim) adalah peringatan (pelajaran) bagi orang yang punya nurani atau bagi orang yang mendengarkan sedangkan ia menyaksikan.” (Qôf [50] : 37)  
 Sungguh keharmonisan antara suami-istri tidak akan dimiliki orang yang tidak mau melaksanakan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, meski ia mendakwakan bahwa dirinya harmonis, sebab manusia terdiri dari jasad dan ruh, padahal masing-masing punya kebutuhan menu yang mesti dipenuhinya, sementara kultur modern hanya berusaha memenuhi aspek fisik belaka. Alangkah indahnya jika kebudayaan modern juga mensupport norma-norma keutamaan dan moral. Tapi sayang ia hanya mengarah kepada penghancuran nilai-nilai akhlak serta keluhuran, sementara aspek spiritual (rohaniah) diabaikan, sedangkan tanggungjawab ilmuwan dilucuti sehingga seluruh aspaek hidup-kehidupan kita saling berbenturan satu sama lain dan perasaan berdosa lenyap dari diri kita meski kita hanya bisa mengaku-aku bahagia. 
 Sungguh keharmonisan bertolak dari ruh yang bersemayam dalam diri manusia, sebab jasad seringkali hanya bernikmat-nikmat melalui panca indra, di samping itu Anda menyadari bahwa fisik cenderung hidup kerdil, bingung dan gundah-gulana. Mengapa demikian?
  Pasalnya manusia ketika sibuk mempergunakan aspek fisiknya dan selalu memprioritaskan syahwat, maka saat itu rohani tidak kuasa berperan dan mengalami dekadensi setara dengan jasad hingga secara otomatis sejajar dengan tanah yang kerdil. Berdampingan dengan sahabat yang hina-dina segalanya berubah menjadi duka-cita, kerdil dan sedih. Sedangkan hidup menjadi derita, sementara kehidupan jadi sempit.
 Manusia yang paling bahagia dan enjoy adalah yang sanggup memadu antara kelezatan hati bersama ruh dengan kenikmatan jasad. Itulah orang yang diijinkan mengenyam kelezatan di dunia. Sedangkan porsi akhiratnya tak pernah dikurangi sedikitpun.



Alloh l berfirman : 
« فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِّنِّيْ هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى * وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِيْ أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيْرًا *‏ قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيْتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى »
“…jika telah datang padamu( kitab-kitab dan para rosûl) sebagai hidayah buatmu, maka barangsiapa berpegang teguh pada syarî´at-Ku dan mengikuti petunjuk-Ku (rosûl- rosûl-Ku) niscaya tidak sesat (di dunia) dan tidak celaka (di akhirat). Dan barangsiapa berpaling dari urusan-Ku dan apa yang telah Aku turunkan (syarî´at dan hukum rosûl-Ku), niscaya baginya kehidupan yang berat (meski kelihatannya menyenangkan) dan Aku himpun dia pada hari Kiamat dalam keadaan buta matanya. Orang kafir berkata : “Wahai Robb mengapa Engkau menghimpun aku dalam kondisi buta, sedangkan dulu di dunia aku melihat?”. Lalu Alloh menjawab : “Telah datang ayat-ayat-Ku kepadamu (dengan jelas), lalu kamu pura-pura buta dan mengabaikannya, begitulah kamu sekarang dibiyarkan terlantar dalam siksa.” (Thôhâ [20] : 123-124)
« أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ »
“…Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Alloh, hati menjadi tentram.”
 (Ar-Ro´d [13] : 28) 

 Rosûlulloh n bersabda : 

« مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِيْ لَا يَذْكُرُهُ ، مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ »
“Perumpamaan orang yang mengingat Robbnya dan yang tidak mengingat-Nya laksana orang hidup dan mati.”  
 Melalui media massa sering kali kita dengar para artis mengaku bahwa hidup-kehidupan mereka harmonis. Sebenarnya mereka tidak harmonis, akan tetapi keharmonisan semu, pasaalnya mereka jauh dari Alloh l , bahkan mereka menentang syariat-Nya mengerti atau tidak mengerti. Celakanya mereka sangat berani kepada Alloh l dan sama sekali tidak merasa berdosa.  
 Artis wanita Fulanah tampil memamerkan pesona auratnya, tak tahu malu dan tidak terhormat, justru bangga mengatakan : “Segala puji bagi Alloh Yang telah mengkurniakan taufik kepadaku sebagai biduanita dan aktris filem, atau video romantis”. Tanpa rasa malu kepada Alloh l , padahal Dia telah berfirman dalam Kitab-Nya : 
« قُلْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ »
“…Katakanlah : “Sesungguhnya Alloh tidak memerintah berlaku keji, apakah kalian mengatakan sesuatu atas nama Alloh, padahal kalian tidak mengetahui.” 
(Al-A´rôf [7] : 28) 

 Sekiranya kalian tidak malu sesama manusia, malulah kepada Alloh l dan janganlah kalian mengatakan sesuatu atas nama-Nya secara dusta, dengan kepalsuan dan mengada-ada.
 Para ´ulamâ´ berpendapat : “Apabila seorang muslim minum arak, ketika itu dia melakukan dosa besar, namun manakala dia memegang gelas arak untuk meminumnya dan mengucapkan basmalah, dia telah kafir , sebab dia melakukan pelanggaran seraya mengatakan : “Alloh telah mengizinkan aku minum arak, padahal dusta dan mengada-ada atas nama-Nya”. 
 Sebut saja apa yang hendak kalian lakukan dengan istilah “seni, sandiwara dan nyanyian” tanpa mengada-ada atas nama Alloh secara dusta, pasalnya Alloh l tidak memperkenankan kemaksiatan kemudian Dia menilai hamba-Nya berbuat maksiat. 
 Wahai saudariku muslimah, janganlah Anda terpedaya kepada mereka, padahal saat wawancara mereka telah menyatakan terang-terangan bahwa mereka hidup menderita, dukacita, gundah-gulana, kompleks kejiwaan dan gemar mempergunakan obat penenang. Oleh karena itu sebagian mereka menghampiri arak dan narkotika untuk melupakan fitrahnya serta nuraninya, sementara yang lain bunuh diri.
 Kepopuleran dan keindahan seni yang berdampak kepada kemalangan dan kesedihan di dunia dan penyesalan di akherat telah punah harapannya.
 Para artis dan musisi telah punah harapannya, kecuali mau bertaubat secara benar. Pupuskah dosa mereka ataukah masih tersisa di dalam diri mereka?
 Para ulama´ dan pengkaji Kitab Alloh telah wafat secara terhormat, sedangkan dampak positifnya masih dirasakan sesudah wafatnya, sementara kebaikan-kebaikannya mengalir terus hingga hari kiamat.
 Sementara Nabi n bersabda : 

«إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ»
“Apabila anak Adam mati maka terputuslah pahala amalnya kecuali 3 perkara sodaqoh jâriyah atau ilmu bermanfaat atau anak sholih yang mendoakannya.” 
 Demi Alloh kita terlalu banyak bersenda gurau dan senantiasa berbuat dosa. Mungkinkah kita bertaubat sebelum mati mendadak? Sebab kematian lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya, namun itu kita lupakan hingga hati ini penuh dengan noda dan mata hati menjadi kabur, ketika itu pula punah fungsi hati, meskipun masing-masing kita telah mencanangkan tujuan akhir kita, baik yang ke surga ataupun ke neraka, dengan harapan kembali dan bertaubat kepada Alloh l .

Antisipasi kecemburuan berlebihan atau menyia-nyiakannya 

 Pada mulanya kehidupan antara suami dan istri, suami biasanya dirundung egoisme, senang memiliki dan cemburu berlebihan. Faktor yang menimbulkan kecemburuan antara seorang dengan yang lain tidak sama sangat dipengaruhi pendidikan, kondisi sosial dan keseimbangan jiwa.
 Kecemburuan tidak selalu ditimbulkan oleh perasaan cinta, makanya cinta yang memadu antara dua hati dan mengubah dua hati menjadi satu, biasanya kontras dengan kecemburuan. Jika gairah serta rasa ingin memiliki yang ditimbulkan oleh cinta sedemikian tinggi, maka tingkat kecemburuan juga tinggi dan lebih banyak menyebabkan penderitaan dan menyakitkan.
 Oleh karena itu hubungan antara suami dan istri harus bertumpu pada signifikansi saling percaya antara kedua belah fihak sehingga hidup-kehidupan mereka berdua berjalan dalam suasana tentram dan intim; masing-masing tidak memberikan kesan bimbang, tidak saling mencurigai dan tidak saling cemburu berlebihan antara satu sama lain, sebab kesemuanya itu menyebabkan putusnya tali cinta, tidak harmonisnya hidub dan keruhnya hubungan antara suami-istri.
 Kecemburuan yang normal dan logis adalah emosi positif lagi konstruktif yang menjadi bukti cinta dan bisa membantu lestarinya kasih sayang. Adapun hilangnya kecemburuan berarti sakit kritis sebagai bukti rusaknya hati, akhlak dan pendidikan. Dalam pada itu Rosûlulloh n bersabda :  
« ثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ أَبَدًا: الدَّيُّوْثُ والرَّجُلَةُ مِنَ النِّسَاءِ وَمُدْمِنُ الْخَمْرِ»
“Ada 3 kriteria yang tidak masuk surga selamanya : orang yang tidak
 mengkhawatirkan istrinya terjerumus dalam kenistaan, perempuan berlagak lelaki dan gemar minum arak.”  

 Lalu para sahabat bertanya : “Wahai Rosûlulloh kami telah mengerti siapa mudminul –lkhomri, sekarang siapakah dayyûts? Lalu Rosûlulloh n menjawab : 
« اَلَّذِيْ لَا يُبَالِيْ مَنْ دَخَلَ عَلَى أَهْلِهِ »
“Yang tek cemburu kepada siapa yang menzinai keluarganya.”
   
 Lalu para sahabat bertanya juga : “Siapakah rojulah itu?”. Lalu Rosûlulloh n menjawab : 
   
« اَلَّتِيْ تَتَشَبَّهُ بِالرِّجَالِ »
“Perempuan yang berlagak seperti lelaki.”

Potret tak punya kecemburuan

 Seorang suami hendak begadang keluar bersama istrinya yang berdadan molek menawan dan mengenakan pakaian paling indah. Boleh jadi pakaiannya paling ketat, paling menggoda berahi dan dengan model paling mutakhir yakni slack ketat yang membentuk aurat perempuan alias tembus pandang.  
 Sekarang ini sedang trendi, bagian perut dibuat sedemikian minim hingga kelihatan pusatnya, aku tak mengerti maunya apa, sementara make-up sedemikian rupa hingga bibir kelihatan sangat merah, rambut tersisir mengarah ke bahu seakan-akan rantai emas, atau gelapnya malam, sedangkan suami yang terhormat berada di sebelahnya, setiap pandangan tertuju kepadanya, karena setan membuatnya indah dan mempesona, seolah-olah ia wanita paling cantik. Hakekatnya tidak cantik tapi fitnah yang berusaha mempesona, dia tidak takut kepada Alloh l, menyebabkan orang terpesona, membuat orang lain menatap lalu menderita dibuatnya, yang ketiga merasa diuntungkan, yang keempaat mengikuti jejaknya, sementara suaminya gembira lagi bangga (sadar atau tidak) lantaran istrinya mendapat perhatian para lelaki dan pemuda.
 Saya menjadi penasaran : “Apakah suami semacam ini mencintai istri? Seandainya benar, tentu ia menjaganya, sebab istri adalah barang mahal lagi dicintai, umumnya sesuatu yang berharga dan dicintai mesti dipelihara. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Alloh l”.
 Ada kecemburuan sakit, dalam ilmu jiwa dikenal dengan “overthrown” artinya mengklaimkan sifat kepada seseorang dan menuduh dengan maksud menjatuhkan mentalnya lantaran cinta, namun tanpa terasa menumpuk dosa untuk melegitimasi diri sendiri.
 Makanya seorang suami terkadang merasa berat mengemban tanggungjawab pernikahan, dengan kata lain dia amat gemar berkhiyanat, atau tanpa sadar dia tidak menyukai istrinya. Kegemaran berkhianat semacam ini manakala disadari, memberikan refleksi serta implikasi, dengan kata lain suami bisa melemparkan kegemaran negatif itu kepada istrinya, seolah-olah istrilah yang lari dari semua tanggungjawab pernikahan; seakan-akan istrilah yang gemar mengkhianati pernikahan dan tidak menyukai suami. Dengan demikian kecemburuan kelihatan pamor alsinya, yakni menyembunyikan rekayasa suami untuk menjatuhkan istrinya dan memojokkannya. Dalam pada itu suami menyakitinya dengan tameng cemburu, membuatnya putus asa dan memicunya trauma menghadapi kehidupannya, ulah demikian memang menyenangkan sang suami, sebab yang jatuh di mata orang adalah istri bukan dirinya, padahal hakikatnya dirinya yang bermaksud jahat yang patut dibalas dan direndahkan. Tak ayal bahwa sikap demikian lebih rendah daripada kecemburuan sakit (abnormal) dan perlu penyembuhan mental sehingga dirinya mengerti kiat signifikan menanggulangi pola pikirnya yang sakit hingga menyebabkan kecemburuan abnormal terhadap istrinya.
 Kecemburuan type tersebut merupakan penyakit berat yang bisa menimpa hidup-kehidupan antara suami dan istri, anehnya orang yang menjadi korban kecemburuan abnormal ini baik istri maupun suami tidak menyadari kalau dirinya sedang tertimpa penyakit amat berbahaya, bahkan seringkali ia menganggapnya sebagai manifestasi cinta. Meski kami tidak menganggapnya ekspresi cinta, tapi lebih tepat sebagai ekspresi ego ingin menguasai, bukan persepsi cinta yang bertumpu pada pengorbanan dan antagonis terhadap kemauan ego.
 Rosûlulloh n bersabda :
«إنّ مِنَ الْغَيْرَةِ مَا يُحِبُّهُ اللّهُ ، وَمِنْهَا مَا يُبْغِضُهُ اللّهُ ، فَأَمّا الْغَيْرَةُ الّتِي يُحِبُّهَا اللّهُ فَالْغَيْرَةُ فِي الرّيبَة ، وَأَمّا الْغَيْرَةُ الّتِي يُبْغِضُهَا اللّهُ فَالْغَيْرَةُ فِي غَيْرِ رِيبَةٍ »
“Ada cemburu yang dicintai Alloh l, ada pula yang dibenci Alloh l. Adapun cemburu dicintai Alloh lantaran adanya indikasi yang mengkhawatir serta mencurigakan penyimpangan, sedangkan cemburu dibenci Alloh lantaran lantaran tak adanya indikasi tersebut.”  

 Seyogyanya masing-masing suami-istri ketika timbul kecemburuan hendaklah bersikap sabar serta toleransi, di mana pencemburu menyikapi pihak yang dicemburui dengan sikap sayang sekaligus memaafkan, karena sadar bahwa cemburu type demikian dilatar belakangi cinta dan kekhawatiran kehilangan kekasih. Dalam pada itu Rosûlulloh n menjadi suri teladan bagus, sebagaimana diriwayatkan dari ´Aisyah s bahwa Rosûlulloh n keluar pada malam hari meninggalkan ´Aisyah s , maka ia berkata : “Lalu aku cemburu kepada beliau lantaran mendatangi istri yang lain, lantas beliau datang dan mengerti sikapku, ketika itu lalu beliau berkata : “Apakah kamu cemburu?”. Lalu aku menjawabnya : “Apakah orang sepertiku tidak mencemburukan paduka?”.  
 Seringkali kecemburuan seorang suami kepada istri yang baik, terjadi pula pada suami lain terhadap istrinya, makanya ´Alî bin Abî Thôlib a bepesan : “Jangan suka mencemburui istrimu, dengan sebab itu berarti kamu berprasangka buruk terhadapnya”.  


   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berikan nasehat anda :