Jumat, 06 November 2009

Lima Prinsip Untuk Meraih Kemenangan


'Alamah Syaikh Abdul-Qadir bin Abdul-Aziz fakkallahu asrahu

dalam

Al-'Umdah fi I'dadil 'Uddah
Hal. 217-226
Oman, Darul Bayariq, cet 1: 1420 H /1999 M


Lima Prinsip Untuk Meraih Kemenangan

Yaitu :
Pertama ; Sesungguhnya kemenangan itu hanya di Tangan Alloh saja.
Kedua ; Sesungguhnya Alloh menjanjikan kemenangan kepada hamba-hambaNya yang beriman terhadap musuh-musuh mereka di dunia.
Ketiga ; Sesungguhnya janji ini diberikan kepada mereka yang sempurna imannya, dan setiap orang mendapatkan bagian dari janji ini sesuai dengan kadar imannya masing-masing.
Keempat ; Sesungguhnya tidak terealisasinya janji ini menunjukkan tidak terpenuhinya syarat-syarat keimanan (untuk meraih kemenangan-pent.).
Kelima adalah ; Jika janji ini tidak terealisasi maka seseorang tidak akan berhak mendapatkannya kecuali jika dia menyempurnakan syarat-syarat untuk mendapatkan janji ini. Penjabaran dari prinsip-prinsip ini adalah sebagai berikut :

Yang pertama : Sesungguhnya kemenangan itu hanya di Tangan Alloh saja, hal berdasarkan firman Alloh :

وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ

Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah (QS. Ali Imron:126 dan Surat Al-Anfal: 10)

Dalam ayat ini terdapat aqwaa asaaliibi an-hashri (uslub pembatasan yang paling kuat) yaitu an-nafyu (kalimat negatif atau peniadaan, yaitu(ما) yang diikuti setelahnya dengan pengecualian yaitu (إلا) . Pemahaman semacam ini juga dapat disimpulkan dari firman Alloh:

إِنْ يَنْصُرْكُمْ اللَّهُ فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ

Jika Allah menolong kalian, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kalian; dan jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka siapakah yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu . (QS. Ali Imron:160)

Ketika pemahaman semacam ini hilang dari benak para sahabat rodliyallohu ‘anhum pada waktu perang Hunain, dan mereka merasa bangga dengan jumlah mereka yang banyak, maka mereka ditimpa kekalahan sehingga mereka memahami kembali bahwasanya jumlah dan sarana itu tidak bermanfaat sama sekali kecuali atas izin Alloh. Alloh berfirman:

لَقَدْ نَصَرَكُمْ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمْ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ ثُمَّ أَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang mu'minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu,maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan bercerai-berai. Kemudian Allah memberi ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada oang-orang yang beriman, dan Allah telah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikian pembalasas kepada orang-orang yang kafir. (QS. At-TAubah: 25-26)

Alloh mengingatkan mereka bahwasanya kemenangan mereka pada banyak medan perang itu bukanlah karena jumlah mereka yang banyak yang mereka banggakan, dan bahwasanya ketika mereka berbangga dan mengandalkan jumlah yang banyak, jumlah itu tidak bermanfaat bagi mereka dan merekapun ditimpa kekalahan. Kemudian Alloh memenangkan mereka setelah mereka mengalami kekalahan karena Alloh hendak menjelaskan kepada mereka bahwa kemenangan itu dari sisi Alloh bukan karena jumlah yang banyak yang tidak ada manfaatnya. Maka dengan kekalahan itu Alloh dapat mengembalikan mereka kepada pemahaman yang hilang dari sebagian orang ketika itu. Yaitu pemahaman

وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ

Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah.

Prinsip yang kedua: Sesungguhnya Alloh menjanjikan kemenangan kepada hamba-hambaNya yang beriman terhadap musuh-musuh mereka di dunia. Sebuah janji yang benar yang tidak ada keraguan padanya, dan ini merupakan sunnah qodariyah yang tidak akan luput.
Alloh berfirman:


وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ رُسُلًا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانتَقَمْنَا مِنْ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa.Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30: 47)

Dan Alloh berfirman:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ

Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu. (QS. Al-An’am: 34)

لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّه

Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah

Maksudnya adalah kalimat-kalimat qodariyah Nya yang pasti terjadi dengan firman Alloh:

كُنْ فيكون

“Jadilah, maka jadilah ia.”

Di antara kalimat-kalimat qodariyah ini adalah janji Alloh untuk menolong orang-orang beriman:

حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا

Sampai datang pertolongan kami kepada mereka.

Janji kemenangan ini adalah di dunia bukan hanya pada hari kiamat semata, sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat terdahulu. Juga berdasarkan firman Alloh:

إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (QS. 40:51)

Dan berdasarkan firman Alloh:

فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آَمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ

Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (QS. Ash-Shoff:14)

Konsekuensi dari janji qodariy untuk meraih kemenangan ini adalah berupa kokohnya kedudukan di muka bumi --- kekuasaan ---, berdasarkan firman Alloh:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. (QS. An-Nur:55)

Dan berdasarkan firman Alloh:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِرُسُلِهِمْ لَنُخْرِجَنَّكُمْ مِنْ أَرْضِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ الظَّالِمِينَ وَلَنُسْكِنَنَّكُمْ الأَرْضَ مِنْ بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ

Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka:"Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami".Maka Rabb mereka mewahyukan kepada mereka:"Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zhalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu dinegeri-negeri itu sesudah mereka.Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku". (QS. Ibrohim: 13-14)

Ayat ini dan ayat dalam surat An-Nur sebelumnya merupakan nash tentang sunnatul istikhlaf al-qodariyah (sunatullah yang berlaku tentang kekuasaan-pent.), dan menjelaskan syarat-syarat agar berhak atas janji itu :

الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ

Orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal sholih.

Dan:


ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ

Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku

Sedangkan firman Alloh dalam surat An-Nur yang berbunyi:

كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

Sebagaimana kamijadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka.

Merupakan penguat dan penjelas tentang sunnah qodariyah yang tidak akan pernah meleset ini. Artinya sebagaimana sunnah qodariyah ini berlaku pada orang-orang sebelum kalian, sunnah qodariyah tersebut akan berlaku pula atas kalian jika terpenuhi syarat-syaratnya.

Prinsip Ketiga ; Sesungguhnya janji ini diberikan kepada orang yang sempurna imannya, berdasarkan firman Alloh :

وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)

Seorang hamba akan mendapatkan bagian dari kemenangan itu sesuai dengan kadar imannya. Semakin bertambah iman seseorang, semakin banyak ia mendapatkan bagian dari kemenangan yang merupakan al-wa’du al-qodariy ini, dan apabila imannya berkurang akan berkurang pula kemenangan yang ia dapatkan.
Prinsip ini berdasarkan kaidah yang menyatakan bahwa iman itu berbilang, dan bahwa iman itu bertambah dan berkurang. Dan ini merupakan aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:

الإيمان بضع وستون أو بضع وسبعون شعبة، فأعلاها شهادة أن لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق

Iman itu ada lebih dari 60 atau 70 cabang. Yang paling tinggi adalah syahadat laa ilaaha illallooh, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. (Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh)

Rosululloh shollalloohu ‘alaihi wasallam bersabda:

بَيْنَا أنا نائم رأيت الناسَ يُعْرَضون عَلَيَّ وعليهم قُمُصٌ، منها ما يبلغ الثُّدِيَّ، ومنها ما دون ذلك. وعُرِضَ عَلَيَّ عمر بن الخطاب وعليه قميص يَجُرُّه، قالوا فما أَوَّلت ذلك يا رسول الله؟ قال: الدينَ

“Ketika saya tidur, saya bermimpi manusia dinampakkan kepadaku sedangkan mereka mengenakan pakaian. Di antara mereka ada yang mengenakan pakaian sampai dada dan ada yang lebih rendah lagi. Dan Umar Ibnul Khothob dinampakkan kepadaku dengan mengenakan pakaian yang ia seret (menutupi seluruh tubuh dan berlebihan sehingga menjuntai di tanah).” Para sahabat bertanya: “Engkau takwilkan apa hal itu wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Dien.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori dari Abu Sa’iid).

Al-Bukhori mengatakan pada awal Kitabul Iman dalam kitab Shohihnya: “Iman itu mencakup perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.” Imam Ibnu Hajar berkata: “Dan begitulah yang dinukil oleh Abu Al-Qosim Al-Lalika’iy dalam kitab As-Sunnah dari Asy-Syafi’iy, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rohawaih, Abu ‘Ubaid dan imam-imam yang lainnya. Dan diriwayatkan dengan sanad yang shohih bahwasanya Al-Bukhori berkata: ‘Saya telah bertemu dengan lebih dari seribu ulama’ dari berbagai daerah dan tidak saya dapati satu orangpun yang menyelisihi pendapat bahwa iman itu mencakup perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.’ “ (Fat-hul Bariy I/47)
Saya katakan: Apabila bertambah iman seorang hamba maka akan bertambah kemenangan yang ia dapatkan dari al-wa’du al-qodary, dan begitu sebaliknya. Dalam kaitannya dengan jihad kami katakan bahwa kemenangan itu tergantung dengan dua syarat: Syarat umum dan syarat khusus.
Adapun syarat umum adalah; I’dad imaniy yaitu dengan cara terus menambah cabang iman baik berupa amalan hati maupun amalah dzohir, baik secara ilmiyah maupun amaliyah supaya ia menjadi orang yang layak untuk mendapatkan janji yang tersebut dalam firman Alloh:

وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)

Sedangkan syarat khususnya adalah I’dad maddiy dengan cara mengumpulkan senjata, mengobarkan semangat kaum muslimin untuk berperang dan berinfaq, dan juga mencakup semua bentuk tadrib askari (latihan militer). Alloh berfirman:

وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَبَقُوا إِنَّهُمْ لا يُعْجِزُونَ وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ

Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. (QS. Al-Anfal:59-60)

Dalam ayat ini Alloh menjelaskan bahwa Dia itu mencakupi (kekuasaannya-pent.) orang-orang kafir dan berkuasa atas mereka. Mereka tidak dapat lolos dariNya. Namun demikian Alloh memerintahkan kita --- meskipun Allah Maha Kuasa ----- agar melaksanakan i’dadul quwwah dalam berbagai bentuknya dan agar kita bersungguh-sungguh dengan mengerahkan segala kemampuan dalam melaksanakan i’dad ini yang merupakan syarat untuk mendapatkan janji ilahiy untuk memenangkan orang-orang beriman. Karena dunia ini merupakan tempat ujian, segala urusan di dunia ini berjalan sesuai dengan hukum sebab-musabab. Alloh menguji orang beriman dengan orang kafir untuk membuktikan kejujuran imannya, apakah dia akan memerangi orang kafir tersebut dan mengadakan persiapan untuk memeranginya sesuai dengan perintah Alloh atau tidak? Alloh juga menguji orang kafir dengan orang beriman, apakah dia akan menyambut dakwah untuk beriman atau dia menolak sehingga memeranginya? Tentang ujian kedua belah fihak ini Alloh berfirman:

ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ

Demikianlah, apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. (QS. Muhammad: 4)

Termasuk di antara cakupan i’dad maddiy adalah menyatukan barisan kaum muslimin untuk menghadapi musuh mereka. Alloh berfirman:

وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا

Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. (QS. Al-Anfal:46)

Alloh dalam ayat ini menjadikan pertikaian antara kaum muslimin itu merupakan penyebab kegagalan, bahkan merupakan penyebab kegagalan yang paling besar. Hal itu dinyatakan Alloh melalui nash Al-Qur’an, sebagaimana Alloh menjadikan kemenangan itu sebagai buah dari sikap kaum muslimin yang saling memberikan wala’nya antara satu dengan yang lainnya dalam firmanNya:

وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمْ الْغَالِبُونَ

Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (QS. Al-Maidah:56)

Dan tidak diragukan lagibahwa I’dad maddiy itu merupakan cabang iman karena ia merupakan salah satu bentuk sambutan terhadap perintah Alloh dalam ayat;

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ

Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka dengan segala kekuatan semampu kalian.

Namun permasalahan ini kami bahas secara tersendiri karena pentingnya masalah ini. Dengan demikian hubungan i’dad maddiy dengan i’dad imaniy adalah hubungan permasalahan khusus dengan permasalahan umum.

Prinsip Keempat ; Sesungguhnya tidak terrealisasinya janji qodariy yang berupa pertolongan Alloh untuk orang-orang yang beriman ini menunjukkan tidak terpenuhinya syarat-syaratnya. Yaitu karena hamba tersebut kurang maksimal dalam melaksanakan dua bentuk i’dad tersebut, yaitu i’dad imaniy dan i’dad maddiy atau salah satu di antara keduanya.
Tidak terealisasinya janji ini artinya adalah orang-orang kafir menang atas kaum muslimin, dan negaranya dikuasai oleh orang-orang kafir. Semua ini disebabkan oleh lemahnya iman, maksiat dan dosa. Alloh berfirman :

وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (QS. An-Nisa’:79)

Alloh berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Asy-Syuro: 30)

Alloh berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri, (QS. Al-Anfal: 53)

Imam Ibnu Katsir berkata: “Alloh memberitahukan tentang kesempurnaan keadilanNya dalam hukum-Nya dengan (menjelaskan) bahwa Ia tidak akan merubah sebuah nikmat yang Ia anugrahkan kepada seseorang kecuali jika dia melakukan dosa.”
Alloh berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri. (QS. Yunus: 44)

Sunnah qodariyah ini tidak pilih kasih kepada seorangpun, meskipun terhadap orang yang paling baik sekalipun. Di antara contohnya adalah kekalahan, luka-luka dan pembunuhan yang menimpa para sahabat ketika perang Uhud yang diakibatkan oleh maksiat sebagian dari mereka terhadap perintah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dari peristiwa ini dapat dipahami bahwa kemaksiyatan yang dilakukan oleh sebagian orang dalam sebuah amal jama’iy akan membahayakan semua anggota. Alloh berfirman tetang apa yang menimpa para sahabat pada perang Uhud;

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ

Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata:"Dari mana datangnya (kekalahan) ini" Katakanlah:"Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". (QS. Ali Imron:165)

(Lihat tafsir Adlwaa’ul Bayan karangan Asy-Syinqiithiy III/152-156)
Berkuasanya musuh terhadap kaum muslimin merupakan ‘uqubah qodariyah (hukuman secara taqdir) terhadap kaum muslimin lantaran kemaksiatan yang mereka lakukan. Ini berlaku baik atas musuh dari kalangan manusia, maupun musuh dari kalangan jin. Sebagaimana firman Alloh:

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَانِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (al-Qur'an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (QS. Az-Zukhruf: 36)

Dengan kemaksiatan yang ia lakukan, seseorang telah membuka peluang kepada syetan (untuk menguasainya) sehingga mengakibatkan ia dikalahkan oleh musuhnya dari kalangan manusia, sebagaimana firman Alloh:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمْ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَا كَسَبُوا

Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau). (QS. Ali Imron:155)

Dengan kata lain dapat kita katakan bahwa sesungguhnya penyebab kekalahan kaum muslimin itu adalah penyebab intern (yang berasal dari diri mereka sendiri). Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Tsauban rodliyallohu ‘anhu; Sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الأَحْمَرَ وَالأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لأُمَّتِي أَنْ لا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya Alloh menciutkan bumi untukku sehingga aku dapat melihat dari belahan timur sampai barat, dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan meliputi semua yang diciutkan kepadaku. Dan aku diberi dua harta pusaka, merah dan putih. Dan aku memohon kepada Robbku agar umatku tidak dimusnahkan dengan lanrtaran paceklik yang menyeluruh dan agar mereka tidak dikuasai oleh musuh dari golongan selain mereka sehingga mereka menjarah wilayah mereka. Dan sesungguhnya Robbku mengatakan kepadaku; Wahai Muhammad Sesungguhnya Aku telah menetapkan suatu ketetapan yang tidak bisa ditolak, dan Aku telah berikan kepada umatmu yaitu Aku tidak akan memusnahkan mereka dengan lantaran paceklik yang meluas dan Aku tidak akan menguasakan musuh yang berasal dari luar golongan mereka terhadap mereka yang akan menjarah wilayah mereka meskipun semua bangsa dari berbagai penjuru dunia berkumpul mengeroyok mereka, sampai ummatmu sebagiannya menghancurkan dan menawan sebagian yang lainnya.”

Hadits ini menerangkan bahwa musuh yang kafir (dari luar golongan mereka) tidak akan dapat menguasai kaum muslimin kecuali jika mereka telah melakukan kerusakan sampai pada batas-batas tertentu. Hadits ini merupakan nash yang menunjukkan bahwa sebenarnya sebab kekalahan kaum muslimin itu adalah faktor intern (sebab yang berasal dari diri mereka sendiri).
Dari sini dapat kita fahami kesalahan orang yang mengatakan bahwa kekalahan dan kelemahan kaum muslimin itu disebabkan oleh makar dan konspirasi orang-orang kafir. Sebagaimana pendapat beberapa penulis yang menggambarkan kehebatan orang-orang Yahudi dan konspirasi syetan mereka dan menganggap semua kerusakan itu terpulang kepada mereka. Padahal sebenarnya hakekat yang harus difahami setiap muslim adalah sesungguhnya segala musibah yang menimpa kaum muslimin itu yang paling bertanggung jawab adalah kaum muslimin itu sendiri, berdasarkan firman Alloh:

وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa’: 79)
Dan karena Alloh telah memberitakan kepada kita sesungguhnya makar orang-orang kafir itu lemah di hadapan orang-orang yang sempurna imannya, Alloh berfirman:

لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلَّا أَذًى وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمْ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ

Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari adzaa (gangguan-gangguan celaan) saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. (QS. Ali Imron:111)

Yang dimaksud dengan adzaa (gangguan) adalah bahaya yang ringan. Hal ini dijelaskan dengan dikecualikannya dari bahaya secara umum. Kemudian kemenangan akhir itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa, dan Alloh berfirman:

فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

Sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (QS. An-Nisa’:76)

Ayat ini merupakan nash yang menetapkan atas lemahnya konspirasi dan kekuasaan mereka. Dan Alloh berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لا مَوْلَى لَهُمْ

Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung" (QS. Muhammad: 11)

Dengan demikian, kekalahan kaum muslimin itu pada awalnya berasal dari diri mereka sendiri sebelum berasal dari musuh mereka. Dengan kemaksiatan yang dilakukan, kaum muslimin telah membukakan peluang kepada musuh mereka untuk berkuasa. Prinsip yang keempat ini hendaknya dijadikan tolok ukur untuk introspeksi oleh setiap individu, dan perkumpulan Islam. Hendaknya mereka mengembalikan semua permasalahan mereka atas dasar bahwa segala apa yang menimpa mereka itu merupakan akibat dari dosa mereka. Introspeksi ini wajib dilakukan berdasarkan firman Alloh:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. 30:41)

Juga berdasarkan firman Alloh:

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ الْعَذَابِ الأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. As-Sajdah: 21)

Perhatikanlah perkataan para pengikut Nabi terdahulu, agar engkau memahami bahwa prinsip ini merupakan ketetapan dalam seluruh syari’at, karena ketika terkena musibah di jalan Alloh mereka memahami bahwa musibah itu akibat dosa-dosa mereka. Mereka bersegera untuk istighfar dan taubah. Alloh berfirman:

وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلاَّ أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do'a mereka selain ucapan:"Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-berlebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS. Ali Imron: 146-147)

Inilah yang dilakukan oleh ash-haabul jannah (para pemilik kebun yang kebunnya dihancurkan oleh Allah). Ketika kebun mereka hancur, mereka mengerti bahwa hal itu akibat dari dosa-dosa mereka, maka mereka bertaubat. Alloh berfirman:

قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلا تُسَبِّحُونَ قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ قَالُوا يَاوَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ

Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka:"Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Rabbmu)" Mereka mengucapkan:"Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim". Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka berkata:"Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampui batas". Mudah-mudahan Rabb kita memberi ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita. (QS. Al-Qolam: 28-32)

Prinsip kelima ; Jika janji ini tidak terealisasi, maka seseorang tidak akan berhak mendapatkannya kecuali jika dia merubah keadaannya dengan menyempurnakan syarat-syarat untuk mendapatkan janji ini. Alloh berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ro’du: 11)

Ini merupakan sunnah qodariyah yang tidak akan pernah berubah. Hal ini menuntut seorang hamba harus segera memperbaiki dirinya supaya Alloh mengentaskannya dari bencana kemudian menggantikannya dengan kenikmatan. Apabila dia tetap saja bermaksiat kemudian berharap bencana itu sirna, maka harapannya itu tidak akan pernah terwujud. Bila dalam prinsip keempat diterangkan bahwa penyebab utama kegagalan kaum muslimin adalah berasal dari dirinya sendiri, maka prinsip kelima ini menjelaskan bahwa untuk merubah kegagalan ini juga harus dimulai dari dirinya sendiri.

حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka.

Lima prinsip tentang kemenangan dan kekalahan ini seharusnya tidak dilupakan oleh kaum muslimin khususnya para ‘amilin (para pejuang) di medan dakwah dan jihad.
Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan prinsip ini secara panjang lebar --- meskipun beliau tidak menyatakan secara tegas --- dalam kitabnya Al-Jawaabu Al-Kafiy Liman Sa’ala ‘An Ad-Dawaa’ Asy-Syafiy, saat menjelaskan dampak yang ditimbulkan oleh dosa terhadap individu dan bangsa. Dalam kitabnya yang berjudul Ighotsatu Al-Lahfaan Min Mashooyidi Asy-Syaithon beliau juga menulis beberapa pasal yang bagus (II/188-208 cet. Darul Kutub Al- ‘Ilmiyah 1407 H), yang menerangkan syarat-syarat terealisasinya sunnah qodariyah kemenangan kaum muslimin, sebab kemenangan itu tidak didapatkan dan apa hikmah dibalik itu semua? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga membahas dalam kitabnya yang berjudul Al-Hasanah Wa As-Sayyi’ah. Beliau menjelaskan permasalahan ini di sela-sela penafsiran firman Alloh:

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنْ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa’: 79)

Saya ajak setiap muslim, khususnya para ‘amilin (pejuang, aktivis Islam) agar membaca dan merenungkan kitab-kitab tersebut karena ia menjelaskan prinsip-prinsip yang telah saya sebutkan di atas, suatu hal yang harus diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim.
Imam Ibnul Qoyyim mengatakan (Ighotsatu Al-Lahfaan hal. II/193-195): “Sesungguhnya Alloh subhanahu wa ta’ala menjamin akan menolong dienNya, golonganNya dan para waliNya yang melaksanakan dienNya secara ilmu dan amal. Alloh tidak menjamin akan menolong kebatilan meskipun pelakunya berkeyakinan bahwa dia di atas kebenaran. Begitu pula dengan al-‘izzah (kemuliaan) dan al-‘uluw (ketinggian derajat), keduanya hanya dapat diraih oleh orang yang beriman sesuai dengan ajaran yang diajarkan para Rosul yang diutus oleh Alloh dan kitab yang diturunkanNya, yang mencakup ilmu, amal dan haal (kondisi). Alloh berfirman:

وَأَنْتُمْ الأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imron: 139)

Maka seorang akan mendapatkan ketinggian sesuai dengan kadar imannya. Alloh berfirman:

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ

Dan kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min. (QS. Al-Munafiqun: 8)

Seorang hamba akan mendapatkan jatah izzah sesuai dengan kadar iman yang ada padanya. Jika ia kehilangan sebagian jatah al-‘uluw dan al-‘izzah, maka itu disebabkan oleh imannya yang kurang, yang mencakup ilmu dan amal, lahir dan batin.
Begitu pula pembelaan Alloh terhadap seorang hamba akan diberikan sesuai dengan kadar imannya. Alloh berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنْ الَّذِينَ آمَنُوا

Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. (QS. Al-Hajj: 38)

Apabila pembelaan itu melemah, maka hal itu disebabkan oleh berkurangnya imannya.
Begitu pula al-kifayah (mencukupi kebutuhan) dan al-hasbu (jaminan) yang diberikan Alloh itu sesuai dengan kadar iman yang ada padanya. Alloh berfirman:

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنْ اتَّبَعَكَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ

Hai Nabi, cukuplah Allah menjadi hasbu bagimu dan bagi orang-orang mu'min yang mengikutimu. (QS. Al-Anfal: 64)

Yang dimaksud dengan sebagai hasbu bagimu dan bagi para pengikutmu adalah sebagai yang mencukupi kebutuhanmu dan mencukupi kebutuhan mereka. Dengan demikian maka jaminan yang diberikan Alloh itu sesuai dengan kadar mereka dalam mengikuti dan mentaati RosulNya, apabila imannya berkurang berkurang pula jaminanNya.
Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah iman itu bertambah dan berkurang.
Begitu pula al-walaayah (pertolongan, perlindungan-pent.) yang diberikan Alloh kepada seorang hamba itu sesuai dengan kadar keimanannya. Alloh berfirman:

وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ

Dan Allah adalah Wali semua orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imron:68)

Alloh berfirman:

اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا

Allah Wali orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqoroh: 257)

Begitu pula al-ma’iyyah al-khoshoh (kebersamaan Alloh yang berupa bantuan dan pembelaan-pent.) hanyalah diberikan kepada orang yang beriman. Sebagaimana firman Alloh:

وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ

Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman. (QS. Al-Anfal: 19)

Apabila iman itu berkurang dan melemah maka jatah seorang hamba yang berupa al-walaayah dan al-ma’iyyah al-khoshoh dari Alloh sesuai dengan kadar iman padanya. Begitu pula an-nashru (pertolongan) dan at-ta’yiidu (bantuan) yang sempurna, hanya akan diberikan kepada orang yang sempurna imannya. Alloh berfirman:

إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (QS. 40:51)

Alloh berfirman:

فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آَمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ

Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (QS. Ash-Shoff:14)

Barangsiapa berkurang imannya, akan berkurang pula jatah dia dari an-nashru (pertolongan) dan at-ta’yid (bantuan). Oleh karena itu, jika seorang hamba tertimpa musibah pada diri, harta, atau berkuasanya musuh atas dirinya, maka hal itu disebabkan oleh maksiat yang dia lakukan, baik berupa meninggalkan kewajiban atau melakukan perbuatan yang diharamkan, dan ini merupakan bukti berkurangnya iman.
Dengan demikian hilanglah kerancuan yang dikatakan oleh banyak orang tentang firman Alloh:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa’:141)

Banyak orang yang mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah Alloh tidak akan membukakan peluang bagi orang kafir untuk mengalahkan kaum muslimin dari sisi hujjah.
Pendapat yang benar adalah, sebenarnya ayat ini sama dengan ayat-ayat lain yang senada dengan ayat ini. Bahwa yang ditutup peluangnya itu adalah bagi orang-orang yang sempurna imannya. Apabila iman itu melemah maka musuh mereka mendapatkan peluang untuk mengalahkan mereka sesuai dengan kadar berkurangnya iman mereka. Mereka telah membuka jalan bagi musuh-musuh mereka untuk menguasai diri mereka karena mereka meninggalkan ketaatan kepada Alloh. Sebenarnya seorang yang beriman itu adalah mulia, menang, dibantu, diberi pertolongan, dicukupi kebutuhannya dan dibela di mana saja dia berada, meskipun orang seluruh dunia berkumpul untuk mencelakakannya, jika ia melaksanakan iman dengan sebenar-benarnya, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik yang lahir maupun yang batin. Alloh telah berfirman kepada orang-orang beriman:

وَلا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمْ الأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imron:139)

Alloh berfirman:

فَلا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنْتُمْ الأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَنْ يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ

Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah-(pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad: 35)

Jaminan ini hanya diberikan berdasarkan keimanan dan amalan mereka. Keimanan dan amalan mereka adalah merupakan bagian dari tentara Alloh yang dengannya Alloh menjaga mereka. Alloh tidak memisahkan atau memotong amalan-amalan tersebut dari mereka, sehingga Alloh tidak menerlantarkan merela sebagaimana tentara-tentara yang berupa iman dan amal itu Alloh jauhkan dari orang-orang kafir dan munafik karena memang bukan milik mereka, dan amalan-amalan mereka tidak sesuai dengan perintahNya.”
Imam Ibnul Qoyyim mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Al-Jawaabu Al-Kafiy tentang hukuman-hukuman qodariyah yang diakibatkan dosa;
“ Diantara hukumannya adalah Alloh mencabut dari hati manusia rasa segan kepada-Nya, Ia menjadi remeh di hadapan mereka dan merekapun meremehkan-Nya, sebagaimana mereka juga telah meremehkan perintah-Nya.
Maka, kecintaan manusia kepada seseorang itu sesuai dengan kecintaan orang tersebut kepada Alloh, dan takutnya manusia kepada seorang hamba itu sesuai dengan takutnya hamba tersebut kepada Alloh, dan manusia itu mengagungkan seorang hamba itu sesuai dengan pengagungan hamba tersebut terhadap hurumat (hal-hal yang disucikan-pent.) Alloh. Bagaimana seseorang mengharapkan untuk tidak dilecehkan kehormatan dirinya sedangkan dia melecehkan hurumat Alloh? Bagaimana Alloh tidak menjadikan manusia meremehkan dirinya sedangkan dia meremehkan hak Alloh ? bagaimana manusia tidak meremehkan-Nya sedangkan dia meremehkan kemaksiatan ?”
Alloh telah mengisyaratkan hal ini dalam kitab-Nya ketika menyebutkan hukuman dosa-dosa. Alloh membalikkan dosa-dosa tersebut kepada para pelakunya. Alloh tutup hati mereka. Alloh mengunci hati mereka dengan dosa-dosa mereka, dan Alloh melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan Alloh. Alloh menghinakan mereka sebagaimana mereka menghinakan dien-Nya. Allah menterlantarkan mereka sebagaimana mereka menterlantarkan perintah-Nya. Oleh karena itu, dalam ayat yang menyebutkan bahwa semua makhluq itu bersujud kepada-Nya, Alloh berfirman :

وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ

Dan barang siapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. (QS. Al-Hajj: 18)

Ketika mereka meremehkan sujud kepada Alloh dan tidak mau melakukannya, Alloh hinakan mereka, sehingga tidak ada orang yang memuliakannya setelah Alloh menghinakannya. Dan siapakan yang akan memuliakan orang yang Alloh hinakan? Atau siapakah yang akan menghinakan orang yang Alloh muliakan?” (hal.80-81)
Di halaman lain, beliau mengatakan: “Di antara hukuman dosa-dosa adalah; dosa-dosa itu memusnahkan kenikmatan kemudian menggantikannya dengan bencana. Sehingga tidak ada satu kenikmatan yang hilang dari seorang hamba atau datangnya bencana padanya kecuali disebabkan dosa yang ia kerjakan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali Bin Abi Tholib: ‘Tidaklah bencana itu turun kecuali disebabkan oleh dosa dan tidak akan diangkan kecuali dengan taubat." Alloh berfrman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Asy-Syuro:30)
Dan Alloh berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri. (QS. Al-Anfal:53)

Dalam ayat-ayat tersebut Alloh memberitahukan bahwasanya Alloh tidak merubah kenikmatan yang telah Alloh berikan kepada seseorang sehingga orang itu sendiri yang merubahnya. Ia merubah ketaatannya kepada Alloh dengan kemaksiatan, kesyukuran dengan kekafiran dan faktor-faktor yang menyebabkan Alloh ridlo dengan dengan faktor-faktor yang menyebabkan kemurkaan-Nya. Sebagai balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Dan Robbmu sama sekali tidaklah berbuat dzolim kepada hamba-Nya. Apabila dia mengubah kemaksiatannya dengan ketaatan, Alloh akan merubah hukuman dengan kesejahteraan dan kehinaan dengan kemuliaan. Alloh berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. Ar-ro’du:11)

(Al-Jawabul Kafi hal. 85-86 Darun Nadwah Al-Jadidah, Tahun 1400 H.)
Saya katakan, kutipan-kutipan dari Ibnul Qoyyim ini menjelaskan lima prinsip yang telah saya sebutkan di atas dengan penjelasan yang gamblang. Setelah menjelaskan lima prinsip ini kita bertanya; bagaimana posisi kita --- kaum muslimin --- sekarang?
Jumlah kita lebih dari satu milyar, sedangkan nageri kaum muslimin merupakan negara yang kaya dengan kekayaan alam yang terbentang dari timur sampai barat dan mayoritas berada ditempat-tempat yang strategis di berbagai lintasan laut dan selat. Lalu bagaimana keadaan mereka yang berjumlah satu milyar itu? Di manakah pusat wilayah mereka, dan apa peran mereka di dunia ini?
Bagaimana sebuah bangsa yang berpenduduk tidak lebih dari dua juta jiwa (Israel, pent) dapat berkuasa. Ia menebar kehinaan, kemurkaan dan laknat dalam hitungan yang besar, yaitu bangsa Yahudi. Bagaimana bangsa ini bisa menguasai seratus juta muslim Arab? Bagaimana bangsa itu bisa mewujudkan sebuah negara di jantung negeri kaum muslimin --- saya tidak katakan negeri Islam --- padahal sebelumnya mereka tidak mempunyai satu negeripun?
Padahal kita membaca dalam kitabulloh:

فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

Maka perangilah wali-wali syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (QS. An-Nisa’:76)

Kita membaca:

لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلاَّ أَذًى وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمْ الأَدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ

Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. (QS. Ali Imron: 111)

Kita membaca:

وَلَوْ قَاتَلَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوَلَّوْا الأَدْبَارَ

Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). (QS. Al-Fath: 22)

Namun kita melihat realita yang kita hadapi bertentangan dengan hal itu. Orang-orang kafir asli maupun para penguasa murtad menimpakan siksaan kepada kaum muslimin. Mereka membunuh kaum laki-laki, menggiring mereka ke dalam sel penjara dan menyiksa mereka. Mereka menawan kaum muslimat dan memperkosa mereka di dalam penjara-penjara thoghut. Ditambah lagi dengan penjarahan dan pengubahan dien, menyebarkan fitnah dan kekejian untuk mencetak generasi yang tidak mempunyai hubungan dengan diennya.
Kita melihat media masa dan kegiatan ilmiyah Islami yang luas, namun tidak memberikan dampak sedikitpun pada kondisi kaum muslimin. Ini disebabkan oleh hilangnya keberkahan ilmu. (Lihat Al-Jawab Al-Kafiy, hal. 60 dan 96). Banyak ilmu dan media massa ini yang tidak digunakan untuk mencari keridloan Alloh. Mereka menggunakannya untuk mendapatkan kepemipinan, harta, pekerjaan atau untuk memperkuat kebatilan penguasa dan memperkokoh tonggak-tonggak kekuasaan orang-orang kafir yang membuat kedzoliman dan menebar kerusakan di seantero negeri ---kecuali segelintir orang-orang yang beriman dan beramal sholih dari kalangan ulama’---.
Lihatlah hari ini, betapa banyak jumlah buku-buku, kaset-kaset tape dan video, koran dan majalah ilmiyah yang diterbitkan –baik yang memuat kebenaran maupun kebatilan ---, muktamar-muktamar Islam, perlombaan-perlombaan, universitas-universitas, pondok-pondok pesantren, radio dan buletin. Oplah dan keberagaman jenisnya sangat banyak, pada masa-masa sebelumnya belum pernah terjadi. Lalu apa yang dihasilkan dari semua ini ?
Saya di sini tidak akan memaparkan kondisi kaum muslimin, karena bahasan masalah ini ada buku-buku khusus yang membahasnya (sebagi contoh adalah kitab Haadliru Al-‘Alami Al-Islami, karangan Ustadz Jamil Al-Mishriy), namun yang saya harapkan di sini adalah hendaknya setiap muslim memahami kaitan lima prinsip tersebut dengan kondisi kita sekarang.
Tidak tercapainya kemenangan dan kemuliaan oleh kaum muslimin saat ini, artinya adalah sangat kurangnya kadar iman mereka, baik di bidang ilmu maupun amal. Alloh berfirman:

وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)

Manakah janji itu ? apakah kita mendapatkannya ? dan siapakah yang disebutkan dalam firman Alloh:

وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمْ الأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imron: 139)

Inilah prinsip yang ke tiga.
Semua bencana, perpecahan dan kehinaan yang terjadi pada diri kita ini adalah akibat dari dosa-dosa kita, berdasarkan firman Alloh:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Syuro: 30)

Dan berdasarkan firman Alloh:

وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. (QS. An-Nisa’: 79)

Di antara maksiat tersebut adalah qu’uud ‘anil jihaad (meninggalkan jihad). Lebih buruk lagi adalah orang yang menjadikan dalil-dalil syar’i tersebut sebagai alasan untuk membenarkan sikap mereka yang meninggalkan jihad. Dan ini adalah prinsip yang keempat.
Kegagalan kita dalam mendapatkan pertolongan dari Alloh ini serta bencana yang menimpa kita saat ini tidak akan hilang dari kita kecuali jika kita mau merubah diri kita sesuai dengan apa yang dicintai dan diridloi Robb kita, berdasarkan firman Alloh:

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ro’du: 11)

Dan ini adalah prinsip yang kelima.
Dari pembahasan di atas dapat kita katakan bahwasanya gerakan-gerakan Islam pada hari ini --- khususnya yang berjuang untuk mengembalikan daulah Islam --- belum memenuhi syarat-syarat untuk meraih kemenangan dan kekuasaan, dengan keragaman dan perbedaan yang sangat bervariatif dalam masalah ini. Ada yang telah memenuhi banyak syarat, ada yang sedikit dan ada yang belum memenuhi sama sekali. Alloh berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri. (QS. Yunus: 44)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berikan nasehat anda :