Sabtu, 07 November 2009

Orang-Orang Kafir yang Wajib Dilindungi (5)

[1]. Anak-anak dan wanita

Hukum asal wanita dan anak-anak adalah terlindungi, tidak boleh diusik harta, nyawa dan kehormatannya. Ini disebabkan mereka tidak terlibat dalam peperangan dan terpisah dari kaum laki-laki yang berperang.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِي اللَّه عَنْهمَا قَالَ وُجِدَتِ امْرَأَةٌ مَقْتُولَةً فِي بَعْضِ مَغَازِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ). وفي رواية لهما (فَأَنْكَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَتْلَ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ).
Dari Ibnu Umar, ia berkata," Ditemukan seorang perempuan yang terbunuh pada beberapa pertempuran yang diadakan Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau melarang pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak." Dalam lafal Bukhari dan Muslim lainnya," Maka beliau mengingkari…"
Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Shohih Muslim VII/324:
أَجْمَعَ اْلعُلَمَاءُ عَلَى اْلعَمَلِ بِهَذَا اْلحَدِيثِ وَتَحْرِيمِ قَتْلِ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ إِذَا لمَ ْيُقَاتِلُوا ، فَإِنْ قَاتَلُوا قَالَ جَمَاهِيرُ الْعُلَمَاءِ يُقْتَلُونَ
“Para ulama’ telah berijma’ untuk beramal dengan hadits ini, dan haram hukumnya membunuh perempuan dan anak-anak jika mereka tidak berperang, Jika mereka berperang, maka menurut jumhur ulama’ mereka juga dibunuh.”
Larangan memerangi dan membunuh anak-anak ini gugur dalam beberapa kondisi. Di antaranya ;
- Jika mereka terlibat dalam peperangan dalam bentuk apapun. Mereka boleh diperangi dan dibunuh dengan sengaja.
- Jika mereka bercampur baur dengan kaum laki-laki yang berperang. Mereka boleh dibunuh, namun tanpa sengaja, dikarenakan kondisi darurat bercampur baurnya mereka dengan kaum laki-laki.
Hal ini berdasarkan beberapa dalil yang shahih, di antaranya :
عَنْ رَبَاحِ بْنِ رَبِيعٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةٍ, فَرَأَى النَّاسَ مُجْتَمِعِينَ عَلَى شَيْءٍ. فَبَعَثَ رَجُلًا فَقَالَ انْظُرْ عَلَامَ اجْتَمَعَ هَؤُلَاءِ ؟ فَجَاءَ فَقَالَ عَلَى امْرَأَةٍ قَتِيلٍ. فَقَالَ مَا كَانَتْ هَذِهِ لِتُقَاتِلَ. قَالَ وَعَلَى الْمُقَدِّمَةِ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ, فَبَعَثَ رَجُلًا فَقَالَ قُلْ لِخَالِدٍ لَا يَقْتُلَنَّ امْرَأَةً وَلَا عَسِيفًا
Dari Robah bin Robi’, ia berkata:” Kami bersama Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam dalam suatu peperangan. Lalu beliau melihat orang-orang mengerumuni sesuatu. Rosululloh mengutus seseorang dan bersabda,” Lihatlah, mereka berkumpul pada apa!” Lalu utusan itu datang dan mengatakan,” Mereka mengerumuni seorang wanita yang terbunuh.”
Maka Rosululloh shalallahu alaihi wasallam bersabda:”Perempuan ini tidak layak untuk berperang.” Robah mengatakan,” Di barisan depan terdapat Kholid bin Al-Walid, maka Rosululloh mengutus seseorang dan mengatakan kepadanya,”Katakan kepada Kholid, jangan sekali-kali ia membunuh perempuan dan buruh.”

عَنِ الصَّعْبِ بْنِ جَثَّامَةَ رَضِي اللَّه عَنْهْ قَالَ مَرَّ بِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْأَبْوَاءِ أَوْ بِوَدَّانَ, وَسُئِلَ عَنْ أَهْلِ الدَّارِ يُبَيَّتُونَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَيُصَابُ مِنْ نِسَائِهِمْ وَذَرَارِيِّهِمْ. قَالَ (هُمْ مِنْهُمْ)
Dari Sho’b bin Jatsamah, ia berkata," Nabi Shallallahu alaihi wasallam melewati saya di daerah Abwa' atau Waddan. Beliau ditanya tentang penduduk sebuah negeri kaum musyrik yang diserang pada waktu malam (oleh kaum muslimin), lalu sebagian perempuan dan anak-anak mereka menjadi korban. Rosululloh shalallahu alaihi wasallam menjawab," هُمْ مِنْهُمْ (Kaum wanita dan anak-anak termasuk bagian dari kaum musyrik tersebut)." Dalam sebuah riwayat Muslim, Tirmidzi dan Abu Daud menggunakan lafadz : هُمْ مِنْ آبَائِهِمْ ”Mereka termasuk golongan bapak-bapak mereka.”
Imam An-Nawawi dalam Syarhu Shohih Muslim VII/325 berkata:
“ Hadits yang kami sebutkan tentang bolehnya menyergap mereka pada malam hari ini, serta membunuh perempuan dan anak-anak ketika itu, adalah madzhab kami (madzhab Syafi'i), madzhab Malik, madzhab Abu Hanifah dan mayoritas ulama. Makna al-bayat (serangan malam) adalah menyergap pada waktu malam hari sehingga tidak diketahui antara laki-laki dengan perempuan dan anak-anak....hadits ini merupakan dalil atas bolehnya menyerang di malam hari dan menyergap dalam keadaan lengah terhadap orang kafir yang telah sampai dakwah kepada mereka, tanpa harus memberitahu mereka dahulu.”





[2]. Pendeta, orang buta, orang lumpuh, orang tua renta dan para pekerja.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memerangi pendeta, orang tua, orang lumpuh, orang buta dan para pekerja :
- Menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali ; mereka tidak dibunuh jika tidak ikut berperang.
- Menurut madzhab Zhahiri dan menjadi pendapat terkuat dari dua pendapat madzhab Syafi’i ; mereka boleh diperangi dan dibunuh.
- Imam Sufyan Ats Tsauri dan Al-Auza'i : orang tua dan pekerja tidak boleh dibunuh, selainnya boleh dibunuh.

* Madzhab Syafi'i dan Zhahiri berhujah dengan beberapa dalil :
a- Nash-nash yang secara umum memerintahkan untuk memerangi orang-orang musyrik dan ahlu kitab secara keseluruhan.seperti :

فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“Apabila sudah habis bulan-bulan haram, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka, tangkaplah mereka, kepunglah mereka, dan intailah di tempat pengintaian…” (QS. At-Taubah: 5)

اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ, اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ... وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ, فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ.
” Berperanglah dengan menyebut nama Allah, di jalan Allah, perangilah orang yang kafir kepada Allah !...Jika kamu menemui musuh dari orang-orang musyrik, maka serulah mereka kepada salah satu dari tiga pilihan, pilihan mana saja yang mereka pilih maka terimalah dan tahanlah dirimu dari (menyerang) mereka."

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ...
” Saya diperintahkan untuk memerangi manusia, sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah…"
Dalil-dalil ini memerintahkan untuk memerangi dan membunuh orang-orang musyrik, siapapun mereka, baik pendeta, orang tua, pekerja dan lain-lain.
b- Nash yang memerintahkan memerangi dan membunuh orang tua kaum musyrik.

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اقْتُلُوا شُيُوخَ الْمُشْرِكِينَ وَاسْتَحْيُوا شَرْخَهُمْ
Dari Samuroh bin Jundab bahwa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“ Bunuhlah orang-orang tua musyrikin dan biarkanlah anak-anak mereka yang belum baligh tetap hidup.”
c- Nash yang menyebutkan vonis hukuman mati bagi setiap laki-laki Yahudi Bani Qurazhah yang telah baligh :

عَنْ عَطِيَّةَ الْقُرَظِيِّ قَالَ عُرِضْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ فَكَانَ مَنْ أَنْبَتَ قُتِلَ وَمَنْ لَمْ يُنْبِتْ خُلِّيَ سَبِيلُهُ فَكُنْتُ مِمَّنْ لَمْ يُنْبِتْ فَخُلِّيَ سَبِيلِي.
Dari Athiyah Al-Qurazhi, ia berkata," Kami (kaum yahudi Qurazhah) dihadapkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam pada hari (penaklukan) Quraizhah. Siapa yang telah tumbuh bulu kemaluannya (tanda baligh, pent) dibunuh dan siapa yang belum tumbuh bulu kemaluannya dilepaskan. Saya termasuk anak yang belum tumbuh bulu kemaluannya, maka saya dilepaskan."
d- Hadits yang menerangkan persetujuan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat yang membunuh Duroid bin Shommah, padahal ia adalah seorang yang tua renta, usianya lebih dari 100 tahun.

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ لَمَّا فَرَغَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حُنَيْنٍ بَعَثَ أَبَا عَامِرٍ عَلَى جَيْشٍ إِلَى أَوْطَاسٍ فَلَقِيَ دُرَيْدَ بْنَ الصِّمَّةِ فَقُتِلَ دُرَيْدٌ وَهَزَمَ اللَّهُ أَصْحَابَهُ
Abu Musa Al-Asy'ari berkata," Setelah selesai dari peperangan Hunain, Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam mengirim pasukan dibawah komandan Abu Amir Al-Asy'ari ke daerah Authas. Pasukan bertemu dengan Duraid bin Shimah, maka Duraid-pun dibunuh sehingga Allah mengalahkan pasukan Duraid…"
e- Diriwayatkan bahwa Umar ibnul Khothob mengirim surat kepada pasukan kaum muslimin," Janganlah membawa seorang kafirpun kepada kami ! Jangan membunuh kecuali yang telah baligh ! Jangan membunuh anak-anak dan wanita !"
Imam Ibnu Hazm melemahkan semua hadits yang dijadikan dalil oleh para ulama yang berpendapat tidak boleh membunuh pendeta, orang tua, orang lumpuh, pekerja dan lain-lain. Setelah menyebutkan hadits tentang peristiwa penaklukan bani Quraidzah ini, imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla VII/299 mengatakan :

وَهَذَا عُمُومٌ مِنَ النَّبِيِّ  ، لَمْ يَسْتَبْقِ مِنْهُمْ عَسِيفًا وَلاَ تَاجِرًا وَلاَ فَلاَّحًا وَلاَ شَيْخًا كَبِيرًا وَهَذَا إِجْمَاعٌ صَحِيحٌ مِنْهُ.
” Vonis ini bersifat umum dari Nabi shalallahu alaihi wasallam. Beliau tidak menyisakan seorangpun dari Bani Quroidloh ; baik seorang buruh, pedagang, petani maupun orang tua renta. Dan ini merupakan ijma’ yang shohih.”
Setelah menyebutkan surat Umar kepada pasukan kaum muslimin, Imam Ibnu Hazm berkata," Inilah Umar ! Beliau tidak mengecualikan orang tua, pendeta, pekerja dan tidak pula seorangpun, kecuali wanita dan anak-anak saja. Tidak ada sebuah riwayatpun yang shohih menyebutkan ada sahabat yang menyelisihi hal ini. Duroid bin Shimmah dibunuh padahal ia seorang tua renta yang sudah kacau akalnya, namun Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkarinya."
Dalam Al-Muhalla VII/345, beliau berkata," Tidak diterima dari seorang kafir, selain pilihan masuk Islam atau pedang. Laki-laki dan perempuan sama dalam hal ini. Kecuali ahlu kitab semata, yaitu Yahudi, Nasrani dan juga Majusi…"
Dalam Al-Muhalla VII/296-297, beliau berkata," Boleh membunuh setiap musyrik selain orang-orang yang telah kami sebutkan tadi (anak-anak dan wanita, pent); baik ia turut berperang maupun tidak, pedagang maupun pekerja yaitu buruh, orang tua yang mempunyai pertimbangan perang maupun tidak, pembantu, uskup, pendeta, paderi, orang buta ataupun orang idiot. Tak seorngpun dikecualikan. Boleh juga menjadikan mereka sebagai budak. Allah berfirman (…maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka…QS. At-Taubah :5). Allah menetapkan orang musyrik secara umum dibunuh, kecuali bila ia masuk Islam."

* Madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat, dalil-dalil yang memerintahkan membunuh seluruh orang kafir adalah bersifat umum, dan dikhususkan oleh dalil-dalil lain, yaitu :

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan berperanglah kalian di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian dan janganlah kaliam melampaui batas. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.”(QS. Al-Baqoroh: 190).

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ جُيُوشَهُ قَالَ اخْرُجُوا بِسْمِ اللَّهِ تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ لَا تَغْدِرُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تُمَثِّلُوا وَلَا تَقْتُلُوا الْوِلْدَانَ وَلَا أَصْحَابَ الصَّوَامِعِ
Ibnu Abbas berkata," Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bila mengutus pasukan-pasukan perang, senantiasa berpesan: Keluarlah dengan nama Allah, kalian berperang di jalan Allah melawan orang yang kafir kepada Allah. Jangan berkhianat ! Jangan mencuri barang rampasan perang sebelum dibagi ! Jangan mencincang ! Jangan membunuh anak-anak ! Jangan membunuh orang-orang yang beribadah di gereja !"

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ انْطَلِقُوا بِاسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا تَقْتُلُوا شَيْخًا فَانِيًا وَلَا طِفْلًا وَلَا صَغِيرًا وَلَا امْرَأَةً وَلَا تَغُلُّوا وَضُمُّوا غَنَائِمَكُمْ وَأَصْلِحُوا وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Berangkatlah dengan menyebut nama Allah, bersama Allah, diatas milah Rasulullah ! jangan membunuh orang tua renta, bayi, anak-anak, dan wanita ! Jangan mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi ! Kumpulkan harta rampasan kalian, perbaiki diri kalian dan berbuatlah kebajikan ! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik."

عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ بَعَثَ جُيُوشًا إِلَى الشَّامِ...ثُمَّ قَالَ لَهُ إِنَّكَ سَتَجِدُ قَوْمًا زَعَمُوا أَنَّهُمْ حَبَّسُوا أَنْفُسَهُمْ لِلَّهِ فَذَرْهُمْ وَمَا زَعَمُوا أَنَّهُمْ حَبَّسُوا أَنْفُسَهُمْ لَهُ ... وَإِنِّي مُوصِيكَ بِعَشْرٍ لَا تَقْتُلَنَّ امْرَأَةً وَلَا صَبِيًّا وَلَا كَبِيرًا هَرِمًا وَلَا تَقْطَعَنَّ شَجَرًا مُثْمِرًا وَلَا تُخَرِّبَنَّ عَامِرًا وَلَا تَعْقِرَنَّ شَاةً وَلَا بَعِيرًا إِلَّا لِمَأْكَلَةٍ وَلَا تَحْرِقَنَّ نَحْلًا وَلَا تُغَرِّقَنَّهُ وَلَا تَغْلُلْ وَلَا تَجْبُنْ
Dari Yahya bin Sa'id bahwa Abu Bakar mengirim beberapa pasukan perang ke Syam…lalu beliau berpesan kepada Yazid bin Abi Sufyan," Engkau akan menemui sebuah kaum yang yang beranggapan diri mereka melakukan pengasingan demi beribadah kepada Allah, maka biarkanlah mereka…Aku wasiatkan sepuluh hal : Jangan membunuh wanita, anak-anak, orang tua renta ! Jangan menebang pohon yang sudah berbuah ! Jangan merobohkan bangunan! Jangan menyembelih kambing dan unta kecuali untuk dimakan !..."

عَنْ رَبَاحِ بْنِ رَبِيعٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةٍ ... فَبَعَثَ رَجُلًا فَقَالَ قُلْ لِخَالِدٍ لَا يَقْتُلَنَّ امْرَأَةً وَلَا عَسِيفًا
Dari Robah bin Robi’, ia berkata:” Kami bersama Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa salam dalam suatu peperangan. Lalu beliau melihat orang-orang mengerumuni sesuatu. Rosululloh mengutus seseorang dan bersabda,” Lihatlah, mereka berkumpul pada apa!” Lalu utusan itu datang dan mengatakan,” Mereka mengerumuni seorang wanita yang terbunuh.” Maka Rosululloh shalallahu alaihi wasallam bersabda:”Perempuan ini tidak layak untuk berperang.” Robah mengatakan,” Di barisan depan terdapat Kholid bin Al-Walid, maka Rosululloh mengutus seseorang dan mengatakan kepadanya,”Katakan kepada Kholid, jangan sekali-kali ia membunuh perempuan dan buruh.”
Dalil-dalil ini menunjukkan, pendeta, orang tua, para pekerja dan orang-orang yang dihukumi serupa (orang lumpuh, orang buta) biasanya tidak terlibat dalam peperangan, sehingga tidak layak dibunuh. Berarti, 'ilah kebolehan dibunuh adalah orang kafir yang bisa atau terlibat perang ; biasanya kaum laki-laki.
Seorang perempuan dibunuh karena terlibat dalam peperangan. Duraid bin Shiamh dibunuh, karena ia adalah ahli strategi kaum musyrikin Hawazin. Hal ini diperkuat oleh ijma' ulama ---termasuk imam Ibnu Hazm--- atas keharaman membunuh perempuan dan anak-anak. Namun ulama juga sepakat, bila anak-anak dan perempuan turut berperang, mereka juga dibunuh.
Pendapat Yang Lebih Kuat

Dari kajian berbagai dalil di atas, nampak bahwa pendapat madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali lebih kuat. Berdasar pendapat yang kuat ini bisa disimpulkan bahwa orang-orang kafir yang dilindungi sekalipun tidak mempunyai jaminan keamanan, adalah :
- Anak-anak dan wanita.
- Pendeta yang menghabiskan waktunya beribadah dan tidak melibatkan diri dalam urusan duniawi, orang tua, orang lumpuh, orang buta dan para pekerja
Mereka dilindungi dengan syarat tidak terlibat dalam peperangan, dengan bentuk apapun, baik tenaga, fikiran, dana, semangat dan bentuk-bentuk keterlibatan lainnya. Bila terbukti terlibat, mereka boleh dibunuh.


Muqatilah dan Ghairu Muqatilah, bukan Sipil dan Militer

Dari penjelasan para ulama di atas, bisa disimpulkan bahwa sebab orang kafir diperangi adalah karena ia kafir dan termasuk ahlul qital (orang yang mampu berperang). Oleh karenanya, para ulama Islam mengkategorikan orang kafir dalam dua kelompok :
• Muqatilah : yaitu setiap laki-laki kafir yang telah baligh sehingga dihukumi memiliki kemampuan berperang, juga setiap orang kafir yang semestinya dilindungi (wanita, anak-anak. orang tua, pendeta, pekerja) namun terlibat dalam peperangan. Kelompok ini diperangi dan boleh dibunuh, menurut kesepakatan ulama.
• Ghairu Muqatilah : yaitu setiap orang kafir yang dilindungi (wanita, anak-anak. orang tua, pendeta, pekerja) dan tidak boleh diperangi, karena tidak terlibat peperangan.
Islam memandang sebab boleh dan tidaknya orang kafir diperangi adalah mampu dan tidaknya ia berperang. Jika ia mampu atau terlibat perang, ia boleh dibunuh sekalipun seorang wanita, orang tua atau pekerja. Pembagian manusia ke dalam dua kategori ; sipil dan militer, militer boleh diperangi dan sipil tidak boleh diperangi ; adalah sebuah dikotomi yang salah, bertentangan dengan nash-nash syariat dan tidak sesuai dengan realita.
Mayoritas orang-orang kafir yang hari ini disebut sebagai warga sipil, terlibat dalam peperangan baik secara fisik maupun non fisik. Keterlibatan mereka dalam peperangan terhadap kaum muslimin bisa disaksikan semua umat manusia ; keikut sertaan dalam wajib militer, dinas militer, dukungan dana, fikiran, dukungan suara terhadap kebijakan presiden dan militer, dan seterusnya. Dus, mayoritas orang yang disebut sipil tersebut, sejatinya adalah kelompok muqatilah yang boleh diperangi.
Dalam peristiwa penaklukan Bani Quraizhah, sahabat Sa'ad bin Mua'adz memutuskan setiap laki-laki yang telah baligh dihukum bunuh, sedangkan anak-anak dan wanita dijadikan tawanan dan budak. Hukuman dijatuhkan berdasar kategori muqatilah dan ghairu muqatilah, bukan berdasar kategori sipil dan militer. Inilah hukum Islam, hukum yang turun dari langit, hukum yang diridahi oleh Allah, Rasulullahh, para malaikat dan kaum beriman.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ بَنُو قُرَيْظَةَ عَلَى حُكْمِ سَعْدٍ هُوَ ابْنُ مُعَاذٍ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ قَرِيبًا مِنْهُ فَجَاءَ عَلَى حِمَارٍ فَلَمَّا دَنَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ فَجَاءَ فَجَلَسَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَؤُلَاءِ نَزَلُوا عَلَى حُكْمِكَ قَالَ فَإِنِّي أَحْكُمُ أَنْ تُقْتَلَ الْمُقَاتِلَةُ وَأَنْ تُسْبَى الذُّرِّيَّةُ قَالَ لَقَدْ حَكَمْتَ فِيهِمْ بِحُكْمِ الْمَلِكِ *
Dari Abu Sa'idz Al-Khudri, ia berkata:" Ketika banu Quraizhah menyatakan akan tunduk kepada keputusan Sa'ad bin Mu'adz, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam mengutus orang untuk menjemput Sa'ad, ia seorang sahabat yang dekat dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Sa'ad datang dengan mengendarai keledai. Ketika sudah dekat, Rasulullah bersabda," Sambutlah pemimpin kalian !"
Sa'ad turun dan duduk di samping Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam. Beliau bersabda kepada Sa'ad," Mereka tunduk kepada keputusanmu." Maka Sa'ad berkata," Saya putuskan, orang-orang yang bisa berperang (muqatilah) dihukum mati, anak-anak dan wanita ditawan." Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda," Engkau telah memutuskan dengan keputusan seorang malaikat."

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أُصِيبَ سَعْدٌ يَوْمَ الْخَنْدَقِ رَمَاهُ رَجُلٌ مِنْ قُرَيْشٍ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْعَرِقَةِ ... فَأَشَارَ إِلَى بَنِي قُرَيْظَةَ فَقَاتَلَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلُوا عَلَى حُكْمِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَرَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحُكْمَ فِيهِمْ إِلَى سَعْدٍ. قَالَ : (فَإِنِّي أَحْكُمُ فِيهِمْ أَنْ تُقْتَلَ الْمُقَاتِلَةُ وَأَنْ تُسْبَى الذُّرِّيَّةُ وَالنِّسَاءُ وَتُقْسَمَ أَمْوَالُهُمْ). هِشَامٌ قَالَ : قَالَ أَبِي فَأَخْبَرْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لَقَدْ حَكَمْتَ فِيهِمْ بِحُكْمِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ).
Dari 'Aisyah, ia berkata," Sa'adz bin Mu'adz terluka pada perang Khandaq, akibat dipanah oleh seorang laki-laki Quraisy bernama Hiban bin 'Ariqah…malaikat Jibril menunjuk kepada bani Quraizhah. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam memerangi mereka. Akhirnya, Banu Quraizhah tunduk kepada keputusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam menyerahkan keputusan kepada Sa'ad. Sa'adpun berkata," Saya putuskan ; orang-orang yang bisa berperang di antara mereka (muqatilah) dihukum mati, anak-anak dan wanita ditawan, dan harta benda dibagi-bagi sebagai rampasan perang."
Perawi Hisyam berkata," Ayahku memberitahukan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda : Engkau telah memutuskan hukuman bagi mereka dengan hukum Allah."

عَنْ عَطِيَّةَ الْقُرَظِيِّ قَالَ عُرِضْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ قُرَيْظَةَ فَكَانَ مَنْ أَنْبَتَ قُتِلَ وَمَنْ لَمْ يُنْبِتْ خُلِّيَ سَبِيلُهُ فَكُنْتُ مِمَّنْ لَمْ يُنْبِتْ فَخُلِّيَ سَبِيلِي.
Dari Athiyah Al-Qurazhi, ia berkata," Kami (kaum yahudi Qurazhah) dihadapkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam pada hari (penaklukan) Quraizhah. Siapa yang telah tumbuh bulu kemaluannya (tanda baligh, pent) dibunuh dan siapa yang belum tumbuh bulu kemaluannya dilepaskan. Saya termasuk anak yang belum tumbuh bulu kemaluannya, maka saya dilepaskan."

Berikut ini disebutkan beberapa pernyataan ulama yang menerangkan kesimpulan ini.
• Imam Al-Kasani Al-Hanafi berkata :

وَاْلأَصْلُ فِيهِ أَنَّ كُلَّ مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ اْلقِتَالِ يَحِلُّ قَتْلُهُ سَوَاءً قَاتَلَ أَوْ لَمْ يُقَاتِلْ، وَكُلُّ مَنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِ اْلقِتَالِ لاَ يَحِلُّ قَتْلُهُ إِلاَّ إِذَا قَاتَلَ حَقِيقَةً أَوْ مَعْنًى بِالرَّأْيِ وَالطَّاعَةِ وَالتَّحْرِيضِ وَأَشْبَاهِ ذَلِكَ ... وَلَوْ قُتِلَ وَاحِدٌ مِمَّنْ ذَكَرْنَا أَنَهُ لاَ يَحِلُّ قَتْلُهُ فَلاَ شَيْءَ فِيهِ مِنْ دِيَّةٍ وَلاَ كَفَارَةٍ إِلاَّ التَّوْبَةَ وَاْلاِسْتِغْفَارَ ِلأَنَّ دَمَّ اْلكَافِرِ لاَ يُتَقَوَّمُ إِلاَّ بِاْلأَمَانَ وَلَمْ يُوجَدْ
” Pada dasarnya setiap orang yang bisa berperang, halal dibunuh baik mereka ikut berperang maupun tidak. Semua orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk berperang tidak boleh dibunuh, kecuali jika mereka nyata-nyata ikut berperang atau secara tidak langsung terlibat perang dengan memberikan pendapat, ketaatan, motifasi atau yang lain …dan jika orang-orang yang tidak halal dibunuh sebagaimana yang kami sebutkan diatas terbunuh, maka tidak ada kewajiban diyat atau kafaroh kecuali taubat dan istighfar, karena darah orang kafir itu tidak dibela kecuali dengan jaminan keamanan, sedangkan jaminan keamanan dalam kasus ini tidak ada.”

• Imam Ibnu Rusyd Al-Maliki berkata :

وَالسَّبَبُ اْلمُوجِبُ ِلاخْتِلاَفِهِمْ اِخْتِلاَفُهُمْ فِي اْلعِلَّةِ الْمُوجِبَةِ لِلْقَتْلِ، فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الْعِلَّةَ اْلمُوجِبَةَ لِذَلِكَ هِيَ الْكُفْرُ لَمْ يَسْتَثْنِ أَحَداً مِنَ اْلمُشْرِكِينَ، وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الْعِلَّةَ فِي ذَلِكَ إِطَاقَةُ اْلقِتَالِ لِلنَّهْيِ عَنْ قَتْلِ النِّسَاءِ مَعَ أَنَّهُنَّ كُفَّارٌ اِسْتَثْنَى مَنْ لَمْ يُطِقِ الْقِتَالَ وَلَمْ يَنْصِبْ نَفْسَهُ إِلَيهِ كَالْفَلاَّحِ وَالْعَسِيفِ
” Sebab timbulnya perbedaan para ulama (tentang hukum membunuh anak-anak, orang tua, wanita, pekerja dan pendeta, pent) adalah karena adanya perbedaan pendapat tentang sebab yang mewajibkan perang. Ulama yang berpendapat bahwa penyebabnya adalah kekafiran, tidak mengecualikan seorangpun dari orang-orang musyrik. Sementara ulama yang berpendapat bahwa penyebabnya adalah kemampuan berperang, sehingga ada larangan membunuh wanita sekalipun mereka orang-orang kafir, mereka mengecualikan orang-orang yang tidak mampu berperang dan tidak melibatkan diri dalam peperangan seperti petani dan buruh.”

• Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
” Jika asal perang yang disyari’atkan adalah jihad, dan tujuannya adalah agar agama itu seluruhnya hanya milik Alloh dan agar kalimat Alloh itu tinggi. Maka kaum muslimin sepakat untuk memerangi siapa yang tidak menerima hal ini. Adapun orang yang tidak bisa berperang seperti perempuan, anak-anak, pendeta, orang tua renta, orang buta, orang lumpuh, dan orang-orang yang seperti mereka, maka tidak dibunuh menurut mayoritas ulama’, kecuali jika ia ikut berperang dengan perkataannya atau perbuatannya.
Meskipun diantara ulama’ juga ada yang berpendapat boleh membunuh mereka hanya karena kekafiran mereka. Terkecuali wanita dan anak-anak (tetap tidak boleh dibunuh, pent) karena mereka adalah harta bagi kaum muslimin.
Pendapat yang benar adalah pendapat pertama, karena peperangan itu terhadap orang-orang yang memerangi kita jika kita ingin menegakkan agama Alloh, sebagaimana firman Alloh:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Dan berperanglah kalian di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian dan janganlah kaliam melampaui batas. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqoroh: 190).
Dalam kitab-kitab hadits disebutkan riwayat dari Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau melewati seorang wanita yang terbunuh dalam beberapa pertempuran beliau. Wanita itu dikerumuni orang. Maka beliau bersabda,” Perempuan ini tidak layak berperang.” Beliau bersabda kepada seseorang diantara mereka,” Temuilah Kholid dan katakan padanya “jangan bunuh anak-anak dan pekerja."
Tentang hal ini disebutkan pula bahwa Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Jangan bunuh orang tua renta, anak kecil dan perempuan !”.
Hal ini dikarenakan Alloh membolehkan membunuh jiwa yang dibutuhkan untuk kebaikan makhluk, sebagaimana firman Alloh:
وَاْلفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ اْلقَتْلِ
“ Dan Fitnah itu lebih besar dari pada pembunuhan.”
Artinya, meskipun dalam pembunuhan itu terdapat keburukan dan kerusakan, namun kerusakan dan keburukan yang ditimbulkan oleh fitnah kekafiran itu lebih besar lagi. Oleh karena itu barang siapa yang tidak menghalangi kaum muslimn untuk menegakkan agama Alloh, maka bahayanya hanyalah terhadap dirinya sendiri.
Oleh karena itu syari’at mewajibkan untuk membunuh orang-orang kafir dan tidak mewajibkan untuk membunuh mereka yang sudah tertangkap. Namun apabila ada seseorang yang tertawan, baik dalam peperangan maupun diluar peperangan, seperti jika mereka naik kapal kemudian terdampar, tersesat atau mereka ditangkap dengan cara tipu daya, maka Imam boleh memperlakukannya dengan tindakan yang paling bermanfaat. Baik itu membunuh, menjadikan budak, membebaskan atau meminta tebusan dengan harta, bahkan dengan tebusan jiwa menurut mayoritas fuqoha’. Semua ini berdasarkan keterangan yang diperoleh dalam al-Qur’an dan As-Sunnah. Walaupun ada juga ulama’ yang berpendapat bahwasanya hukum membebaskan dan menjadikan tebusan itu telah mansukh.

• Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdulloh bin Bazz berkata :

فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“ Maka apabila bukan-bulan haram itu telah habis maka bunuhlah orang-orang musyrik dimana saja kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah di tempat intaian …” (QS At Taubah : 5)
Dalam ayat ini Alloh memerintahkan untuk memerangi seluruh orang musyrik secara umum. Penggantungan sebuah hukum kepada sifat ini (kesyirikan) menunjukkan bahwa sifat ini merupakan sebab alasan hukum ('ilah). Maka ketika Allah Ta’ala menggantungkan hukum perang itu dengan orang-orang musyrik, orang-orang kafir, orang-orang yang meninggalkan Islam dan tidak berdien dengan dien yang haq, hal ini menunjukkan bahwa hal-hal ini merupakan 'ilah hukum dan hal yang menyebabkan mereka diperangi. Maka alasan disyari’atkannya perang adalah kekafiran dengan syarat ia termasuk orang yang mampu berperang, dan bukan orang selain mereka.
Jika mereka termasuk orang yang berperang, mereka kita perangi sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah jika mereka dari kalangan Yahudi atau Nasrani atau Majusi. Atau mereka kita perangi sampai mereka masuk Islam saja tanpa ada pilihan yang lain, jika mereka bukan dari tiga golongan tersebut.

Jika mereka tidak mau masuk Islam, maka yang ada adalah perang. Terkecuali orang-orang yang tidak berurusan dengan peperangan seperti perempuan, anak-anak, orang buta, orang gila, pendeta, orang yang sibuk beribadah dalam tempat ibadah mereka dan orang-orang yang tidak berurusan dengan peperangan karena mereka tidak bisa berperang sebagaimana yang tersebut diatas. Begitu pula orang tua renta, mereka tidak diperangi menurut mayoritas ulama’, karena mereka adalah orang-orang yang tidak ikut campur dalam peperangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berikan nasehat anda :